Selasa, 31 Maret 2015

Penutupan Lokalisasi Karanggondang Dipertanyakan

Penutupan Karanggondang DipertanyakanDISKUSI – Kepala Dinsosnakertrasn Pemkab Tegal, Eko Jati, memaparkan penutupan lokalisasi Karanggondang, Desa Kesuben, Kecamatan Lebaksiu, kepada Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, Jumat (27/3). 

Pemkab Tegal melalui Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) dan Satpol PP berencana bakal menutup lokalisasi Karanggondang yang berada di Desa Kesuben, Kecamatan Lebaksiu. Rencana penutupan yang akan berlangsung awal Mei 2015 itu, dipertanyakan oleh DPRD Kabupaten Tegal.
“Setelah ditutup, PSK dan muscikarinya mau dikemanakan? Apa langkah dari Dinsos?,” tanya Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, Agus Salim, kepada Kepala Dinsosnakertrans, Eko Jati, disela laporan LKPj Bupati Tegal, Jumat (27/3).
Selain itu, politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini juga menanyakan
ihwal kepemilikan tanah di lokalisasi tersebut. Menurut dia, jika tanah di lokalisasi Karanggondang milik pribadi atau perorangan, bagaimanakah teknis kelanjutannya. “Apakah tanah itu akan dibeli Pemkab semua,” tanyanya lagi.
Lebih jauh Agus mengatakan, apabila lokalisasi itu sudah ditutup, apakah Pemkab sudah memastikan mereka tidak pindah tempat mangkal. Dia mencontohkan beberapa tempat mangkal PSK yakni di tepi jalur Pantura Kabupaten Tegal. “Kami kwatir mereka justru pindah ke Peleman atau Wandan. Bahkan, mereka bisa saja pindah di warung-warung remang seperti di sekitar pasar hewan atau lainnya,” ujarnya.
Mendapat sejumlah pertanyaan itu, Kepala Dinsosnakertrans, Eko Jati menjelaskan, sejauh ini, Pemkab sudah melakukan rapat koordinasi lintas SKPD untuk membahas penutupan itu. Rencananya, penutupan akan berlangsung sebelum Hari Jadi Kabupaten Tegal atau awal Mei. Sebelum ditutup, penghuni lokalisasi yang terdiri dari Perempuan Seks Komersial dan mucikari akan diberikan pelatihan menjahit dan tata boga. “Mereka akan dilatih selama 20 hari. Jadwalnya dimulai awal April nanti,” terangnya.
Sementara, lanjut Eko Jati, tanah yang berada di lokalisasi tersebut merupakan milik pribadi. Sejauh ini, mereka tidak ada yang meminta ganti rugi. Adapun, jika mereka memang warga setempat, maka tanah dan bangunan itu akan berubah fungsi menjadi rumah keluarga. Sedangkan bagi pendatang, rencananya akan dipulangkan ke tempat asalnya. Namun sebelum pulang, mereka diwajibkan untuk mengikuti pelatihan tersebut.
“Jumlah PSK di situ sebanyak 39 orang. Tapi yang merupakan warga asli Desa Kesuben, hanya 10 orang. Dan untuk jumlah mucikarinya, hanya sekitar 15 orang,” paparnya.
Eko Jati menambahkan, setelah mengikuti pelatihan, mereka dilarang keras untuk membuka praktik esek-esek kembali. Jika diketahui, maka pihaknya tidak akan segan-segan untuk membawanya ke ranah hukum. Eko yakin, mereka tidak akan pindah lokasi mangkal karena sebelumnya sudah diberi peringatan keras. “Jika ada yang bandel atau tetap mangkal, kami akan laporkan ke polisi,” tandasnya.
Sementara itu, Agus Salim sangat mendukung upaya cepat yang dilakukan Pemkab. Dia berpesan, penutupan itu jangan sampai menimbilkan konflik yang berkepanjangan. “Semoga penutupan ini bisa sukses dan menjadi contoh daerah lain,” tukasnya. (http://www.radarpekalonganonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar