Ilustrasi Prostitusi. ©2014 Merdeka.com
Kasus perdagangan manusia atau human
trafficking dengan modus merekrut sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
khususnya Tenaga Kerja Wanita (TKW) masih menjadi persoalan serius di
Jateng. Para pelaku kerap menjanjikan pekerjaan kepada para korbannya
dengan iming-iming gaji menggiurkan.
Namun sesampai di negara
tujuan atau di luar negeri, para gadis di bawah umur asal Indonesia
tersebut justru dipekerjakan di tempat-tempat prostitusi. Nasib tragis
itulah yang menimpa tiga gadis di bawah umur asal Jateng. Mereka
diketahui dipekerjakan sebagai pekerja seks di negeri Jiran, Malaysia.
Kasus itu yang sudah terendus oleh pihak Polda Jateng.
Kepala
Sub Direktorat IV Remaja Anak dan Wanita (Renata) Direktorat Reserse
Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng, AKBP Susilowati membenarkan
adanya sejumlah gadis di bawah umur asal Jateng yang dipekerjakan
sebagai pekerja seks komersil (PSK) di tempat-tempat prostitusi.
"Ada.
Tiga orang lebih. Anak perempuan di bawah umur asal Jateng. Mereka
menjadi korban human trafficking, dipekerjakan di tempat prostitusi di
Malaysia," ungkap Susilowati saat dikonfirmasi merdeka.com, Minggu
(12/4).
"Kasus itu sudah kami tindaklanjuti. Sekarang masih
proses (penanganan). Karena posisinya berada di luar negeri, maka kami
bekerja sama dengan Mabes Polri dan Keimigrasian," jelasnya.
Susilowati
mengungkapkan, selain melakukan penanganan terhadap kasus human
trafficking, pihaknya sejauh ini terus melakukan upaya preventif atau
pencegahan agar bisa mengurangi terjadinya perdagangan manusia.
"Kalau ditemukan indikasi pidana, tentu kami lakukan proses hukum yang berlaku dan sesuai ketentuan yang ada," ungkapnya.
Susilowati
membeberkan, rata-rata praktik perdagangan manusia yang kerap terjadi
memiliki modus serupa. Pelaku mengiming-imingi sebuah pekerjaan dengan
gaji besar.
"Trafficking itu delik murni. Jadi, meskipun baru
melakukan percobaan penjualan manusia, dia sudah bisa terjerat pidana.
Baik percobaan maupun sudah melakukan perbuatan, jeratan pasalnya sama,"
bebernya.
Pelaku tindak kejahatan trafficking ini bisa dijerat
dengan pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang pidana
perdagangan orang, ataupun pasal 372 dan 378 KUHP Jo Pasal 64 KUHP
dengan ancaman hukuman 3 sampai 6 tahun penjara.
"Kami imbau
kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur terhadap iming-iming
pekerjaan di luar negeri dengan gaji besar. Sasaran korbannya biasanya
adalah para siswi SMK menjelang kelulusan," imbaunya.
Lebih
lanjut kata Susilowati, kalau ada orang yang mengatasnamakan kelompok,
maupun PT, dengan menjanjikan pekerjaan di luar negeri dengan gaji
besar, sedangkan mereka di kemudian hari meminta untuk membayar ganti 3
kali lipat, itu harus hati-hati.
"Masyarakat harus bisa membaca
indikasi-indikasi perbuatan pidana. Terlebih jika pekerjaan yang
diberikan tidak sesuai dengan pekerjaan yang dijanjikan," katanya.
Misalnya,
dalam perjanjian awal akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga,
tapi setelah di luar negeri dipekerjakan di bidang berbeda, itu patut
diwaspadai.
"Apalagi di tempat prostitusi," terangnya.
Sejauh
ini, pihaknya mengaku terus melakukan sosialisasi secara terus menerus
kepada masyarakat, termasuk di sekolah-sekolah, bekerja sama dengan
Babinkamtibmas dan Binmas. Hal itu untuk memberi masukan kepada
masyarakat.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, dua pria yaitu
Didi Haryanto (43 tahun), warga dusun Cilempuyang Cilacap dan Wardoyo
(36 tahun) warga Desa Krawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ditangkap
dan ditetapkan tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jateng.
Mereka
disangka melakukan kejahatan perdagangan manusia dengan modus merekrut
para pelajar untuk dijadikan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI). Dalam
aksinya, mereka mendatangi sekolah-sekolah menjelang kelulusan dan
diiming-imingi pekerjaan di Kanada dengan gaji menggiurkan. Tak
tanggung-tanggung, tersangka mampu mengeruk keuntungan uang Rp 1,9
miliar.
Tersangka memberi iming-iming pekerjaan di sebuah
perusahaan peternakan cacing dengan gaji 14 Dolar Kanada per-jam, atau
Rp 150 ribu per-jam. Masing-masing korban diminta membayar Rp 35 juta
sebagai biaya administrasi pemberangkatan.
Sekolah-sekolah yang
pernah didatangi pelaku di antaranya SMK N 1 Trucuk, Klaten. Di sekolah
tersebut mereka menipu sebanyak 20 orang. Kemudian di SMK N 1 Bawen
Kabupaten Semarang, 20 orang juga tertipu. Di daerah Cimanggu, Kabupaten
Cilacap, pelaku berhasil menipu 30 orang. Selain beraksi di Jateng,
diduga pelaku juga beraksi di Ponorogo, Ngawi, Magetan, Cianjur, Jawa
Barat dan DIY.
Dari data Legal Resourcer Center untuk Keadilan
Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM) Kota Semarang, Jawa Tengah
tercatat, sepanjang tahun 2014, ada 19 kasus trafficking dengan 61
korban perempuan, sedangkan kasus prostitusi ada 37 kasus dengan 211
korban.
Selama 4 bulan terakhir di tahun 2015, berdasarkan
pengaduan kasus di LRC-KJHAM terdapat 23 kasus kekerasan terhadap
perempuan, rata-rata perempuan korban mengalami kekerasan seksual. (www.merdeka.com)