Minggu, 25 Mei 2014

Seluruh warga Surabaya menanggung dosa bila membiarkan Dolly

Seluruh warga Surabaya menanggung dosa bila membiarkan Dolly
Gang Dolly. ©REUTERS/Sigit Pamungkas   

 Lokalisasi Gang Dolly dan Jarak di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, tidak hanya memberi kehidupan bagi mucikari dan pekerja seks komersial (PSK) nya, tapi juga menghidupi warga sekitar, mulai tukang parkir, pedagang hingga buruh cuci.

Namun, sebentar lagi, tepatnya pada 19 Juni, lokasi prostitusi terbesar se-Asia Tenggara yang berada di jantung Kota Pahlawan ini, akan ditutup total oleh Pemkot Surabaya. Penutupan ikon esek-esek yang cukup melegenda itu pun diamini sejumlah tokoh dan ulama.

Tak sedikit juga yang menentang. Seperti komunitas Fron Pekerja Lokalisasi (FPL), Gerakan Rakyat Bersatu (GRB), dan Paguyuban Arek Jawa Timur (Pagarjati).

Tokoh masyarakat Madura di Surabaya, Ali Badri Zaini mengatakan, tumbuh kembangnya maksiat di Surabaya, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah kota, melainkan juga masyarakat.

Sebab, menurut Ketua Ikatan Keluarga Madura (Ikamra) itu, yang akan menanggung dosa kemaksiatan, bukan hanya pelakunya (mucikari dan PSK) saja, tapi juga pemerintah dan masyarakat sekitar.

"Ini juga menjadi tanggang jawab kita sebagai warga Kota Surabaya. Kami mendukung penuh penutupan Gang Dolly dan Jarak. Membiarkan kemaksiatan, itu sama saja membiarkan dosa terus menerus dilakukan. Yang menanggung dosa, bukan hanya pelakunya, tapi seluruh warga Surabaya juga ikut menanggung," tegas Ali Badri.

Beberapa Ormas Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur, pun tak mau kalah. Mereka juga memberi dukungan atas keputusan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memberantas kemaksiatan.

Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, juga bahu membawa memback-up penuh keputusan tersebut. Tak hanya sekadar bicara, melalui Ikatan Dai Area Lokalisasi (Idial), yang dibentuk MUI dan Pemprov Jawa Timur sejak 2010, terus melakukan pendekatan moral kepada para mucikari dan PSK di Kota Pahlawan.

Hasilnya, empat lokalisasi seperti Tambak Asri, Bangun Rejo, Sememi dan Klakah Rejo sukses ditutup dan dialihfungsikan sebagai sentra perdagangan. Beberapa mucikari juga berhasil diajak kembali ke jalan lurus, bahkan di antara mereka ada yang sudah bergelar hajah.

"Di Bangun Rejo, ada mantan mucikari yang sudah pernah ke Tanah Suci dan saat ini, memimpin pengajian rutin mantan-mantan PSK di sana. Bekas wisma-nya juga dihibahkan untuk musala yang menjadi markas Idial, yang dipimpin Kiai Khoiron," kata Ketua Idial Jawa Timur, Sunarto kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.

Mantan-mantan penghuni lokalisasi di Bangun Rejo dan Tambak Asri, juga sudah mampu mencari rezeki halal, tanpa harus menjajakan diri. "Mereka ada yang buka toko, warung dan sebagainya. Dan semuanya berhasil. Dan Dolly dan Jarak yang menjadi target utama penutupan, akan segera dilakukan. Idial juga menempatkan dai di sana. Dia dikenal dengan sebutan Kiai Petruk," papar Sunarto.

Senada, Sekretaris MUI Jawa Timur, Muhammad Yunus juga menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam, jika tempat-tempat prostitusi telah ditutup total. Pihaknya akan terus melakukan pendampingan secara berkala hingga para mantan mucikari dan PSK bisa mandiri. "Kita juga akan melakukan pendampingan dan menggelar pelatihan-pelatihan sesuai keahlian mereka," katanya.

Sementara tugas Pemkot Surabaya, adalah sebagai pelaksana penutupan dan merecovery lokalisasi yang sudah ditutup, agar masyarakat tidak kehilangan mata pencahariannya. "Penutupan lokalisasi yang kita lakukan, tentu tetap akan memperhatikan dampaknya. Agar warga tidak kehilangan mata pencahariannya," kata Kabag Humas Pemkot Surabaya, Muhammad Fikser. (www.merdeka.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar