Minggu, 17 Agustus 2014

Dampak Penutupan Lokalisasi Serentak di Malang

Ditakutkan akan menimbulkan lokalisasi baru.


Pekerja Seks Komersial.
Pekerja Seks Komersial. ((Vivanews/TudjiTudji Martudji )

Rencana penutupan tujuh lokalisasi di wilayah Kabupaten Malang meresahkan sejumlah penghuni lokalisasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Rencana penutupan yang belum jelas dikhawatirkan akan menimbulkan lokalisasi baru lain tanpa ada pengendalian terhadap infeksi menular seksual (IMS). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2014 mencatat 75 persen pengidap IMS berasal dari kelompok Pekerja Seks Komersial.

LSM yang fokus mendampingi PSK di Jawa Timur, Paramitra menyebut penutupan lokalisasi yang terpusat dikhawatirkan akan berdampak pada penularan IMS yang tidak terkontrol.
Sudarmaji, Manajer Program Yayasan Paramitra wilayah Malang Raya mencontohkan dampak penutupan lokalisasi Dolly yang imbasnya terasa di berbagai wilayah lain di luar Surabaya. Menurutnya banyak PSK asal Dolly yang turun ke daerah lain untuk melanjutkan profesi mereka di lokalisasi baru, termasuk Malang Raya dan Pasuruan.

“Di Kabupaten Malang ada di wilayah Singosari, Pakisaji, Wagir, Sitiarjo dan Pujon. Di wilayah Kota Malang juga muncul di sekitar Stasiun Kota Baru, Klojen. Di Tretes, Prigen, paling banyak ditemukan lokalisasi dadakan pindahan dari Dolly. Mereka memilih turun di jalan, tidak masuk ke lokalisasi karena mudah terdeteksi,” kata Sudarmaji, Minggu 10 Agustus.

Menurutnya jumlah PSK di lokasi yang tidak tetap, jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan PSK yang ada di lokalisasi terpusat. Sudarmaji mengatakan dia mengalami kesulitan ketika hendak memberikan pendampingan serta pembinaan pada PSK terkait kesehatan reproduksi.
Sementara pendampingan kesehatan pada PSK di lokalisasi terpusat menurutnya juga membutuhkan waktu yang lama. Sudarmaji mengatakan tidak mudah mengajak PSK untuk melakukan cek kesehatan rutin setiap bulan.

“Yang di jalanan ada lebih dari 300 PSK di wilayah Malang Raya saja. Mereka ini selalu berpindah-pindah. Susah pendampingannya. Kami khawatir tanpa strategi yang tepat, penutupan serempak juga akan berdampak pada penularan IMS yang tidak terkontrol,” ujarnya.

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang mencatat jumlah penderita Infeksi Menular (IMS) di tahun 2013 mencapai 7130 orang dengan 65 persen diantaranya adalah PSK, 011 persen waria, 3,7 persen pasangan beresiko tinggi dan 0,15 persen adalah pelanggan PSK dan Waria.

Jumlah penderita IMS sejak Januari hingga Mei 2014 tercatat sebanyak 2204 penderita dengan 75 persen diantaranya adalah PSK, waria 1 persen, pasangan beresiko tinggi 2 persen, pelanggan PSK dan waria 0,18 persen dan lain-lain sekitar 22 persen. 800 diantara 2204 penderita IMS adalah penderita HIV/AIDS. Data tersebut dikumpulkan dari 14 layanan IMS yang tersebar di wilayah Kabupaten Malang.

Artinya ada sekitar 1653 PSK yang menderita IMS . Data tersebut berbeda dengan data jumlah PSK yang tercatat sebagai penghuni di tujuh lokalisasi wilayah Kabupaten Malang,

“Banyak PSK yang tidak tinggal menetap di satu lokalisasi. Sistemnya mereka berpindah-pindah, kalau Suko yang sedang ramai banyak PSK akan masuk ke Suko,” kata Iwan Pendamping Kesehatan di Lokalisasi Kebobang, Kecamatan Wonosari, Minggu 10 Agustus.

Dia berharap Pemkab memiliki strategi pendampingan kesehatan yang tepat untuk mencegah penularan IMS.

“Belum tahu bentuk pendampingan kesehatan secara konkrit. Semoga lebih baik dari sekarang karena tidak mudah merangkul PSK untuk sadar kesehatan,” jelasnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Mursyidah menyatakan telah mencatat semua identitas PSK yang telah terdata. Dari data itu penyuluhan kesehatan akan tetap dilakukan. Sistemnya dengan melibatkan kader PKK dan Puskesmas di wilayah terdekat dengan domisili PSK itu.

“Penyuluhan dan pengawasan kesehatan akan tetap berlanjut, data PSK sudah kami miliki detailnya,” ungkapnya. (dari http://nasional.news.viva.co.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar