Ramadhan tak menghentikan aktivitasesek-esek di salah satu bagian Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Pusat. Para perempuan pekerja seks komersial masih saja berjajar di area yang masuk wilayah Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPKK) Sekretariat Negara tersebut, terutama di lokasi yang lebih dikenal dengan sebutan Gang Laler.
Pantauan Kompas.com di lapangan, Jumat (11/7/2014) dini hari, aktivitas dunia remang-remang pinggir jalan terlihat nyata. Selain perempuan yang terlihat berumur jelang 20-an hingga 30-an tahun itu, ada pula warung remang-remang yang menyuguhkan hiburan dangdut disko.
Dari warung-warung berdinding tripleks teresebut, terdengar suara penyanyi dangdut dari sound system seadanya. "Banyak di sini mah. Nama gangnya aja laler. Mereka selalu kumpul di sini," kata Sai, pedagang kerak telor yang dijumpai Kompas.com di lokasi. Menurut dia, pernah ada operasi penertiban di sana tetapi tak berselang lama aktivitas remang-remang ini kembali lagi.
Penjual kopi di ruas jalan itu yang tak mau disebutkan namanya mengatakan para perempuan pekerja seks itu mulai "beredar" selewat pukul 21.00 WIB. Siapa saja lelaki yang mampu membayar, kata dia, akan mereka ladeni.
Menurut penjual kopi ini, tarif perempuan yang menjajakan diri di ruas Gang Laler tersebut adalah Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Tarif ini ditentukan sendiri oleh mereka tanpa ada koordinator.
Bukan tak pernah ditertibkan
Saat dikonfirmasi, Camat Kemayoran, Iyan Sopian Hadi, mengakui bahwa aktivitas di Gang Laler sudah kerap dikeluhkan warga terutama karena bisingnya suara musik dangdut. Dia berjanji akan ada operasi penertiban ke gang tersebut dalam waktu dekat.
Di Gang Laler, para perempuan pekerja seks komersial ini berjajar dalam aneka rok mini, tanktop satu tali, rok bahan jeans jauh di atas lutut, bahkan hot pants super ketat. Sementara penyanyi dangdut bersuara pas-pasan yang mengenakan atasan tanpa lengan dan bercelana legging, mendendangkan aneka lagu dangdut dengan volume pengeras suara kencang.
Lokasi warung remang-remang ini memang tidak tepat di pinggir jalan. Mereka beraktivitas di sebuah area tanah kosong yang cukup luas, dengan pagar setinggi 150 sentimeter sebagai pembatas dengan lingkungan sekitarnya.
Ada tiga titik pagar pembatas yang sudah runtuh dan menjadi akses masuk bagi para perempuan dan orang-orang yang beraktivitas di Gang Laler ini. Salah satu "pintu masuk" itu berada di Jalan Benyamin Sueb. Meski demikian, kasat mata upaya para perempuan tersebut menggoda para lelaki yang lewat apalagi yang sengaja berhenti untuk menikmati kenikmatan berbayar di sana.
(megapolitan.kompas.com)
Pantauan Kompas.com di lapangan, Jumat (11/7/2014) dini hari, aktivitas dunia remang-remang pinggir jalan terlihat nyata. Selain perempuan yang terlihat berumur jelang 20-an hingga 30-an tahun itu, ada pula warung remang-remang yang menyuguhkan hiburan dangdut disko.
Dari warung-warung berdinding tripleks teresebut, terdengar suara penyanyi dangdut dari sound system seadanya. "Banyak di sini mah. Nama gangnya aja laler. Mereka selalu kumpul di sini," kata Sai, pedagang kerak telor yang dijumpai Kompas.com di lokasi. Menurut dia, pernah ada operasi penertiban di sana tetapi tak berselang lama aktivitas remang-remang ini kembali lagi.
Penjual kopi di ruas jalan itu yang tak mau disebutkan namanya mengatakan para perempuan pekerja seks itu mulai "beredar" selewat pukul 21.00 WIB. Siapa saja lelaki yang mampu membayar, kata dia, akan mereka ladeni.
Menurut penjual kopi ini, tarif perempuan yang menjajakan diri di ruas Gang Laler tersebut adalah Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Tarif ini ditentukan sendiri oleh mereka tanpa ada koordinator.
Bukan tak pernah ditertibkan
Saat dikonfirmasi, Camat Kemayoran, Iyan Sopian Hadi, mengakui bahwa aktivitas di Gang Laler sudah kerap dikeluhkan warga terutama karena bisingnya suara musik dangdut. Dia berjanji akan ada operasi penertiban ke gang tersebut dalam waktu dekat.
Di Gang Laler, para perempuan pekerja seks komersial ini berjajar dalam aneka rok mini, tanktop satu tali, rok bahan jeans jauh di atas lutut, bahkan hot pants super ketat. Sementara penyanyi dangdut bersuara pas-pasan yang mengenakan atasan tanpa lengan dan bercelana legging, mendendangkan aneka lagu dangdut dengan volume pengeras suara kencang.
Lokasi warung remang-remang ini memang tidak tepat di pinggir jalan. Mereka beraktivitas di sebuah area tanah kosong yang cukup luas, dengan pagar setinggi 150 sentimeter sebagai pembatas dengan lingkungan sekitarnya.
Ada tiga titik pagar pembatas yang sudah runtuh dan menjadi akses masuk bagi para perempuan dan orang-orang yang beraktivitas di Gang Laler ini. Salah satu "pintu masuk" itu berada di Jalan Benyamin Sueb. Meski demikian, kasat mata upaya para perempuan tersebut menggoda para lelaki yang lewat apalagi yang sengaja berhenti untuk menikmati kenikmatan berbayar di sana.
(megapolitan.kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar