Minggu, 22 Juni 2014

Prostitusi Anak Meningkat, Harus Ditemukan Solusi


Keterlibatan anak-anak dalam bisnis prostitusi di Kota Medan semakin meningkat. Maka harus ada solusi untuk menahan meluasnya prostitusi ini dan menekan jumlah korban guna menyelamatkan generasi muda.
Data 2011, anak yang menjadi korban prostitusi (trafficking) 16 kasus dan meningkat menjadi 34 ksus pada 2012. Khusus untuk 2013, pemetaan yang dilakukan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), ditemukan 22 orang anak, 7 di antaranya masih berstatus pelajar dan putus sekolah menjadi korban prostitusi.

"Sudah saatnya kita semua, khususnya elemen-elemen yang sangat berkaitan, seperti kepolisan, Dinas Sosial dan LSM duduk bersama untuk mencari solusi memecahkan masalah prostitusi anak yang sudah semakin meluas ini," kata Deputi Direktur Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Misran Lubis.

Misran mengatakan itu sela-sela acara "Diseminasi Pemetaan Prostitusi Anak di Kota Medan", di Hotel Antares, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Jumat.

Misran Lubis menyebutkan, acara ini merupakan upaya pencarian solusi atas menyebarluasnya praktik prostitusi yang melibatkan anak-anak sebagai korban maupun sebagai salah satu unsur perekrut anak-anak dari kumpulan lain yang akhirnya semakin menambah jumlah anak yang terlibat dalam lingkaran prostitusi.

"Melalui diskusi ini semua data yang telah dikumpulkan PKPA maupun LSM lain ataupun pihak penegak hukum dan pemerintah mengenai masalah prostitusi dan eksploitasi seksual anak nantinya akan dirangkum, ditabulasikan sebagai acuan mencari satu hal yang paling mempengaruhi perkembanan dan peningkatan praktik prostitusi anak. Setalah ditemukan Hal yang paling mendasar nantinya akan mudah menemukan solusi terbaik meretas masalah yang semakin akud ini," tambahnya.

Hasil diskusi yang juga melibatkan Dinas Pendidikan, KPA Kota Medan dan PPA Polresta Medan dan LSM itu menyimpulkan beberapa poin yang menjadi acuan dalam penanganan anak korban eksploitasi seks.

Di antaranya penanganan berbasis kebutuhan dengan lebih mengenali karakteristik sifat anak yang menjadi korban eksploitasi seksual agar tidak terjerumus dalam praktik prostitusi karena latar belakang permasalahan asusila yang dialami sebelumnya.

Kemudian, penangan berbasis hak dengan pendekatan bersifat social justice. Anak yang menjadi korban eksploitasi seksual nantinya tidak mendapat pandangan miring dari lingkungan sekitarnya.

"Karena jika hal itu terjadi, maka berpotensi semakin menjerumuskan anak kepada praktik prostitusi," tarangnya..

Iptu Uli Lubis, Panit Uint Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polresta Medan mengatakan, praktik prostistusi yang melibatkan anak bukan hanya bermula dari lingkungan sekolah, namun juga dari keluarga.

"Dari dalam rumah melalui bermacam alat komunikasi jejaring sosial saat ini. Kita berharap PKPA bisa membantu dan bekerja sama untuk menemukan solusi permasalahan tentang prostitusi dan eksploitasi seksual anak," jelasnya.

 
(http://medanbisnisdaily.com/news)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar