Senin, 17 November 2014

Ayam Kampus Rela Ditiduri Dosen Demi Nilai A

dok.merdeka.com
Mahasiswi nyambi jadi ‘ayam kampus’ bukan cerita baru. Motifnyapun beragam, mulai dari masalah ekonomi, gaya hidup mewah dan dapat nilai bagus.
Salah seorang mahasiswi di Jakarta, C mengaku melakukan hal itu bukan lantaran kekurangan uang. Untuk kebutuhan sehari-hari dan kuliah, dia mengaku keluarganya masih sanggup membiayai.
“Buat beli gadget terbaru aja, kan enggak ingin ketinggalan dengan yang lain,” tuturnya kepada merdeka.com, beberapa waktu lalu.
Selain itu, uang panas dari om-om genit biasa dipakai untuk senang-senang dengan temannya. Dia juga begitu memerhatikan penampilan agar selalu terlihat menarik.
“Paling beli barang-barang kayak tas, baju yang bermerek,” tutur wanita tinggi semampai itu.
Sedangkan R (20), mahasiswa di Palembang, mengaku kerap kali melayani dosennya. Ia mencoba profesional dengan tidak mengaitkan profesinya dengan urusan nilai.
“Saya sering kok dipakai dosen saya. Ya biasa aja, tarifnyapun sama dengan yang lain,” kata R kepada merdeka.com.
Meski mempunyai hubungan khusus dengan dosennya, saat kuliah komunikasi mereka pun layaknya seperti antara dosen dan mahasiswi.
“Kita kan profesional. Lagian kalo genit-genit dengan dosen sendiri nanti teman-teman curiga. Jadi biasa aja deh,” kata dia.
Beda lagi dengan I. Dia menjajakan diri ke dosen untuk mendapat nilai tinggi. Cara itu ampuh mengubah nilai, tadinya D menjadi A.
“Kalau tidak seperti itu saya tidak lulus,” tuturnya.
Menurutnya, ada juga mahasiswi kongkalikong dengan dosen. Mahasiswi berduit biasa menyetor sejumlah uang, sedangkan bagi mahasiswi cekak ditukar dengan seks.
Komisi Nasional Perempuan menilai sering kali perempuan disudutkan, padahal mereka adalah korban. Untuk itu, dia menyarankan perempuan harus bersikap hati-hati dalam menjaga martabatnya.
“Kalau fenomena tentu saya prihatin. Perspektif gender perempuan korban, bukan pelaku. Jadi ada indikasi seolah-olah perempuan jadi pelaku, dia adalah korban. Jadi dilihat dia sebagai korban seperti dalam kasus narkoba, teroris, karena perspektif gender masuk dalam masalah serius,” kata Komisioner Sub Komisi Reformasi dan Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan Ninik Rahayu. [www.timlo.net]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar