Rabu, 18 Juni 2014

Pendukung Sepak Bola Terpaksa Menginap di Hotel "Esek-esek"

Warga menghias jalan menyambut Piala Dunia FIFA 2014, di sebuah pemukiman kumuh (favela) di Rio de Janeiro, Brazil.
Warga menghias jalan menyambut Piala Dunia FIFA 2014, di sebuah pemukiman kumuh (favela) di Rio de Janeiro, Brazil. (sumber: AFP/YASUYOSHI CHIBA)

Ratusan pendukung sepak bola yang mengalir ke Brazil tentunya menginginkan akomodasi yang layak dan lebih bermartabat.
Tapi terbatasnya jumlah kamar serta tarif yang melambung membuat mereka tidak punya pilihan lain ketika dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu penginapan di hotel mesum atau yang di Indonesia dikenal dengan istilah "hotel jam-jaman" alias "hotel esek-esek".
Hal tersebut harus dialami pendukung tim nasional Inggris Marc Cummings yang berada di Manaus. Marc dengan berat hati harus menginap di Hotel Opcao, sebuah hotel di pinggir jalan sempit yang yang biasa disewakan per jam.
Hotel tersebut memang berlokasi di distrik lampu merah dimana di lingkungan tersebut bertebaran bar, klub dan pekerja seks komersial (PSK).
Warga setempat biasanya selalu berpesan kepada para pendatang untuk menghindari kawasan tersebut, terutama pada malam hari karena sering terjadi tindak kejahatan.
"Saya tidak melakukan yang tidak-tidak, tapi hampir saja," kata Cumming sambil tertawa kepada Reuters.
Hotel Opcao biasanya menarik bayaran sebesar 15 real (Rp 75 ribu) per jam atau Rp 100 ribu untuk dua jam. Tapi tarif malam hari akan melambung lebih mahal.
Pemilik hotel esek-esek tersebut tak mau ketinggalan memanfaatkan Piala Dunia Brasil 2014 untuk mengeruk keuntungan dengan melambungkan tarif kamar.
Tarif kamar untuk ukuran standar pun meroket menjadi 250 real (Rp 1,25 juta) dan minimal harus disewa selama tiga malam.
Demi kelancaran bisnis, pihak hotel juga menyewa para mahasiswa yang bisa berbahasa Inggris dan Spanyol sebagai pegawai sementara.
Alex Simpson, seorang insinyur asal Edinburg, terpaksa menyewa kamar di Hotel Opcao setelah hotel lain yang sudah dipesan, secara sepihak menaikkan harga tiga kali lipat.
Simpson mengaku tidak tahu seperti apa isi hotel tersebut, setelah menyadari aktivitas di sekitarnya.
Berbeda dengan pendukung di Manaus, kota yang berlokasi di tengah Brazil dan dikelilingi oleh hutan Amazon, pendukung yang berada di Sao Paulo, kota terbesar di negara berpenduduk 190 juta itu tampaknya lebih beruntung karena masih banyak pilihan hotel.
Pasangan suami istri Shamsudeen dan Nurul asal Malaysia yang ditemui Antara di taman kota di dekat stasiun Metro Se, Senin (16/6), misalnya, mengaku merasa beruntung karena mendapatkan hotel yang cukup strategis dan aman.
"Harga kamarnya memang mahal, yaitu 250 dolar AS semalam. Tapi rata-rata sekitar itu dan saya sudah mencari yang lebih murah, tapi tidak berhasil. Tapi tidak apa karena kami hanya di Sao Paulo selama empat hari dan kemudian balik ke KL (Kuala Lumpur)," kata pasangan yang baru sebulan menikah itu. (http://www.beritasatu.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar