Pusat prostitusi di Surabaya ini akan ditutup pada 18 Juni 2014.
(VIVAnews/Tudji Martudji)
Jelang penutupan Dolly, Senin, 16 Juni 2014, tampak bendera merah
putih setengah tiang terpasang di depan seluruh wisma. Menurut seorang
pekerja pria di salah satu wisma, pengibaran bendera setengah tiang
sebagai tanda berduka pekerja lokalisasi Dolly.
"Pemkot Surabaya tidak mau mendengar aspirasi masyarakat Dolly yang
tidak ingin dilakukan penutupan," ujar seorang pekerja pria yang enggan
disebutkan namanya.
Pantauan VIVAnews, sejumlah spanduk warna merah dengan tertulis kalimat-kalimat penolakan juga masih terpampang. Di antaranya tertulis, "Harga Mati! Tolak Penutupan Lokalisasi" ; "Soekarwo-Risma Gagal Mensejahterakan Rakyat" dan kalimat lainnya.
Di antara bentangan spanduk dan kibaran bendera setengah tiang,
suasana Gang Dolly tak beda dengan hari-hari biasanya. Pekerja lelaki
yang bertugas di luar pagar, masih sibuk melambaikan tangan menyapa
pengendara, pejalan kaki atau siapa saja untuk sudi mampir di wismanya.
"Ayo Mas, ayo Mas silakan langsung masuk," ucap para lelaki depan wisma tersebut.
Di dalam ruangan tamu, tampak sofa warna menyala dengan sederet
wanita penjaja seks duduk berjajar. Ada yang sibuk dengan ponselnya, ada
juga yang sibuk menonton tayangan televisi, sambil memegang remote televisi. Alunan musik pun terdengar menghentak di kebanyakan wisma yang ada.
Para tamu pria juga terlihat silih berganti. Mereka tidak terusik
dengan bentangan spanduk dan bendera merah putih setengah tiang.
Tak banyak yang dilakukan oleh para tamu tersebut. Setelah memarkir
motor atau mobilnya mereka pun bergegas masuk wisma. Satu, dua orang
pengunjung sempat mampir ke gerobak di pinggir jalan, untuk lebih dulu
membeli rokok atau mimunan ringan.
Sebelumnya Wali Kota Surabaya mengatakan, tak ada upacara apapun
dalam penutupan Dolly. Hanya pendeklarasian warga bahwa tempat itu
ditutup. Pemkot Surabaya juga akan membuat Peraturan Daerah bahwa
bangunan itu tak boleh digunakan untuk kegiatan asusila.
Risma, tak serta merta menutup lokaisasi itu tanpa pertimbangan
matang. Dia juga memberikan bekal kepada para pekerja seks komersial
agar kelak dia bisa mencari pekerjaan lain. "Secara paralel mereka
melakukan alih profesi," kata dia.
Masalahnya, kata dia, yang tinggal di daerah itu tak hanya PSK
tetapi juga penduduk setempat yang bertahan hidup hanya dengan menjual
obat kuat dan kondom saja. Sehingga Risma juga mencari cara agar
penduduk di sekitar Dolly itu bisa menjual barang lain.
"Sekarang lagi proses itu dan beberapa sudah berhasil ikut ada 28
orang sudah ikut pelatihan dan beberapa sudah produksi banyak yang
diminati. Kita memang cari yang cepat pemasarannya," kata dia.
Rumah dan bangunan bekas wisma yang dijadikan tempat berbuat
asusila, akan dibeli oleh pemerintah daerah. Kemudian tempat itu akan
dijadikan taman, pusat PKL sehingga warga bisa berjualan di tempat itu.
Kemudian akan dibangun perpustakaan dan fasilitas internet gratis,
futsal dan tempat bermain.
Sementara, untuk penderita AIDS akan dilakukan rehabilitasi. Risma
sendiri akan berusaha mencari tempat dari sumbangan lembaga sosial agar
penderita AIDS tersebut bisa ditangani secara khusus. (http://nasional.news.viva.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar