Rabu, 28 Mei 2014

Curhat Kiai, Sulitnya Berdakwah di Lokalisasi

Curhat Kiai, Sulitnya Berdakwah di Lokalisasi
Tempo/M Syaifuloh

Kiai lokalisasi, KH Khoiron Syu’aib, mengakui dakwah di tempat-tempat lokalisasi banyak tantangan dan sangat berbahaya. Pasalnya, dia sering mendapatkan ancaman, cacian, dan cemoohan dari masyarakat karena dia melakukan aktivitas dakwah di tempat lokalisasi, sehingga sering kali dia dibawakan keris atau pedang oleh masyarakat untuk membunuhnya.

“Kira-kira tiga kali ada orang yang datang pura-pura mabuk membawa keris masuk rumah untuk membunuh saya,” kata KH Khoiron dalam acara bedah buku Kiai Prostitusi, di auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis, 19 Desember 2013.

Beruntung, ketika ada orang yang pura-pura masuk ke rumahnya, dia tidak ada di rumah, sedang bepergian, sehingga usaha untuk membunuhnya selalu gagal.



Menurut KH Khoiron Syu’aib, pengalamannya berdakwah di tengah-tengah tempat prostitusi sudah dilakukan sejak 1985 sampai sekarang, dan ancaman yang diterimanya selalu hampir sama, dari caci-maki hingga ancaman pembunuhan.

“Jadi, selama berdakwah 30 tahunan ini, sudah biasa diancam akan dibunuh,” katanya ketika ditemui media.

Dia menjelaskan, tugas dai lokalisasi adalah mengubah cara berpikir para pekerja seks atau orang-orang yang menolak penutupan lokalisasi. Adapun hambatan yang paling sulit adalah menyadarkan muncikari atau masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan lokalisasi, karena dia khawatir mata pencahariannya hilang dengan ditutupnya lokalisasi tersebut.

“Tapi alhamdulillah, berkat usaha yang ikhlas, perlahan mereka mau mengikuti ajakan kami (IDIAL),” katanya sambil mencontohkan salah satu preman yang insaf setelah mendapat hidayah tuhan dan setelah bertemu dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Abdussomad Buchori.

Ancaman tersebut juga sering ditemui oleh salah satu anggota IDIAL MUI Jawa Timur yang tinggal di daerah Dolly. Untung, 49 tahun, mengakui, jika ada kiai dari IDIAL MUI atau dari pihak kepolisian datang ke tempat prostitusi, mereka akan dihalang-halangi oleh masyarakat. “Kecuali kiai yang memang tinggal di tempat prostitusi tersebut, baru mereka bisa menerimanya,” katanya kepada Tempo. (www.tempo.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar