Rabu, 13 Juli 2016

Nasib Anak di Lokalisasi Purwakarta-Subang Putus Sekolah



Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dan Subang jangan tutup mata melihat kenyataan memprihatinkan yang dirasakan masa depan anak-anak yang terasing, tinggal dipemukiman lokalisasi tempat pekerja seks komersial (PSK). Pasalnya, diperkirakan jumlahnya sudah ratusan anak yang jadi penerus bangsa itu berhenti sekolah masuk ke lembah hitam karena paktor lahir tanpa memilik orangtua laki laki, pekerjaan orangtua yang membuat si-anak malu sekolah, kesehatan dan umumnya soal ekonomi yang kian menghimpit.
Di Kabupaten Purwakarta tempat lokalisasi kian menjamur. Untuk lokalisasi terbesar di Cilodong-Cikopo diperkirakan sudah ratusan anak dibawah umur putus sekolah. “Kalau pemerintah tidak segera memperhatikan nasib anak anak dibawah umur yang tinggal di Cilodong-Cikopo, saya khwatir anak banyak anak anak yang terjerumus menjadi pelacur. Karena sekarang saja sudah banyak. Sudah menjadi budaya di daerah ini bahwa begitu anak mendapatkan haid, kemudian dinikahkan dan dijandakan. Maka setelah menjanda itulah yang menjadi aset keluarga. Menjadi pekerja seks komersial tampaknya sudah mendarah daging,”jelas NS seorang pegawai dikantor Kecamatan Bungursari, Purwakarta kepada SENTANA, (17/11) siang.
Sementara di Kabupaten Subang, khususnya di Kecamatan Patokbeusi diketahui ada lima lokalisasi terselubung karena prostitusi di daerah ini sudah menjadi bagian tak terpisah bagi sebagian warganya. Bahkan sudah mendarah daging, banyak kelurga dari ayak, anak, cucu jadi menguluti pekerja seks komersial atau sudah dilakukan tiga generasi dalam satu keluarga. Bahkan ditempat lokalisasi daerah ini dikenal sebagai daerah pengirim pekerja seks seksual di bawah umur 20 tahun.
“Ratusan anak anak yang tinggal di lokalisasi PSK di daerah Royek dan Cikijing di Kecamatan Patokbesi Kabupaten Subang sudah banyak yang berhenti sekolah karena desakan keluarga dan ekonomi untuk masuk ke dunia hitam. Selain itu disini bahwa menjadi pekerja seks komersial merupakan keharusan dalam satu keluarga karena alasan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga, “tegas Sunarya, seorang tokoh masyarakat Cikijing kepada SENTANA.
Menurut Sunarya, “kalau tanpa kepedulian semua pihak dalam memperhatikan anak anak dibawah umur yang tinggal di lokalisasi pelacuran, khususnya pemerintah pusat dan daerah, tidak akan bisa menekan angka anak menjadi pelacur. Saya melihat, pemerintah masih tepuk sebelah tangan dalam mengurus masa depan anak bangsa. Selama ini yang disorot sekolah tanpa memperjuangkan nasib ribuan anak yang putus sekolah, “tegasnya. (SENTANA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar