Oleh Sri Handayani
Seks bebas, apalagi prostitusi, dengan tegas dan jelas dilarang dalam berbagai agama. Namun, hal ini justru menjadi ladang bisnis yang terus berkembang selama ribuan tahun. Tak peduli ancaman Tuhan, para PSK bak terlanjur terjun dalam kubangan dosa dan merasa tak akan terampuni.
Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) KH Prof Ahmad Satori Ismail mengatakan ampunan terhadap dosa merupakan hak prerogatif Allah SWT. Prostitusi mengandung kegiatan perzinaan yang merupakan dosa besar dalam Islam. Kegiatan ini dilakukan secara berulang dan menjadi dosa yang luar biasa.
Walaupun begitu, setiap orang berhak mengambil jalan untuk bertobat dari dosa-dosa yang dilakukan. Tobat yang dilakukan hendaknya merupakan pertobatan yang sungguh-sungguh (tobat nasuha). Ini dilakukan dengan menyesali perbuatan, tidak mengulangi, minta ampun kepada Allah SWT, dan betul-betul menyudahi perilaku maksiat yang dilakukan.
"Kalau sudah seperti itu, itu hak Allah (untuk mengampuni)," ujar Kiai Satori kepada Republika, Rabu (2/3).
Menurut Kiai Satori, prostitusi merupakan masalah yang telah terjadi sejak lama. Islam hadir untuk membentuk masyarakat yang bersih dan jauh dari masalah sosial. Oleh karena itu, Islam melarang dengan keras kegiatan prostitusi dari semua sisi. Larangan itu mencakup pelacuran, pemakai jasa pelacuran, mucikari, hingga semua orang yang terkait dengan kegiatan itu.
Perkembangan zaman memunculkan berbagai cara orang dalam menjalankan bisnis prostitusi. Ada yang terang-terangan hingga sembunyi-sembunyi. Bagaimanapun operasionalnya, praktik ini perlu diminalisir.
"Memang tidak mudah. Di satu sisi manusia digoda, di sisi lain manusia perlu menyalurkan kebutuhan biologis. Namun agama Islam mengajarkan untuk menyalurkan secara benar agar tidak merusak tatanan masyarakat," ujar Kiai Satori.
Upaya minimalisasi kegiatan prostitusi hendaknya dilakukan dengan penuh perhitungan. Kiai Satori mengatakan, untuk dapat menyelesaikan masalah ini, perlu ada pengkajian mengenai latar belakang para pelaku. Ada yang terkait dengan ekonomi, karena malas bekerja, ada pula yang tak mampu membendung nafsu syahwatnya sendiri.
Dari hasil kajian tersebut, para pemangku kebijakan dapat melihat dengan jelas perbaikan-perbaikan apa yang dapat dilakukan. Pihak-pihak lain, termasuk masyarakat juga dapat bergerak sesuai dengan peran masing-masing.
Di samping itu semua, kata Kiai Satori, upaya terpenting dalam meminimalkan kegiatan prostitusi adalah membentengi keluarga. Peran istri dan suami dinilai sangat penting, baik untuk menumbuhkan kehidupan Islami dalam keluarga maupun dalam mencukupi kebutuhan seksual pasangan.
Dari sisi masyarakat, ketua RT dan RW juga memegang peran penting. Upaya ini dapat dimulai dengan pendataan yang baik di lingkungan masing-masing, sehingga para warga aman dari kegiatan prostitusi. Selain itu, pemenuhan kebutuhan ekonomi juga perlu diperhatikan mengingat banyaknya pelaku prostitusi berlatar belakang kekurangan secara ekonomi.
"Yang tidak kalah penting adalah sisi dari kehidupan yang dimunculkan di televisi. Kemewahan yang dipamerkan, film-film yang dipamerkan, dan seterusnya. Itu juga perlu dikontrol oleh KPI," ujar dia.
Jika berkaca di zaman Rasulullah SAW, tidak ada PSK pada masa itu. Namun, ada orang-orang yang terjerumus dan akhirnya bertobat. Islam juga mengajarkan perlunya benteng akidah, ibadah, dan akhlak dibangun sedini mungkin.
Orang tua perlu mengajarkan kepada anaknya mengenai adab-adab yang terkait dengan seks dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, termasuk perkara haid dan menutup aurat bagi perempuan.
Dengan pendidikan agama yang baik, anak tumbuh dalam keimanan dan keislaman yang baik. Ini akan menjadi jalan surga bagi keluarga. Jika pendidikan dalam keluarga 'keropos', akan timbul banyak masalah dan penyakit masyarakat.
Akademisi dan mubaligh, Ustaz Wijayanto mengatakan ada lima poin yang perlu diperhatikan dalam pembinaan eks-PSK. Pertama, perlu adanya suasana yang mendukung bagi perubahan hidup PSK. Artinya, para PSK perlu ditempatkan pada lingkungan yang baik.
"Suasana baik kalau dicari ideal tidak ada, kan/ lingkungan yang baik contohnya di pesantren. Tidak mungkin semua orang masuk pesantren. Maka ada pesantren masyarakat," ujar Ustaz Wijayanto.
Selain lingkungan yang baik, eks-PSK perlu ditemani oleh orang-orang yang baik. Oleh sebab itu, perlu dibentuk komunitas yang memungkinkan mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan kajian keagamaan. Di tempat tersebut, mereka dapat menemukan teman dekat dalam lingkungan yang mendukung perubahan dan pertobatan.
Peran guru atau pembimbing juga penting untuk menjadi kontrol sosial bagi para eks-PSK. Selain itu, diperlukan juga sumber-sumber belajar, terutama ilmu agama yang dapat diakses oleh para eks-PSK.
Solusi lain yang dibutuhkan terkait dengan ekonomi. Menurut Ustaz Wijayanto, perlu keterlibatan lembaga-lembaga ekonomi untuk dapat memberdayakan para eks-PSK. Pemerintah perlu memberikan bantuan kepada mereka. Namun, bantuan ini hendaknya tak bersifat material, misalnya dengan bantuan tunai. Ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi salah satu poin penting yang harus diperhatikan untuk dapat memberdayakan eks-PSK.
Ustaz Wijayanto menceritakan, pengalamannya mendampingi beberapa eks-PSK. Ia mengatakan ada masa para PSK tersebut berhenti dari pekerjaan mereka. Seiring dengan usia, minat para pencari kenikmatan seksual terhadap mereka berkurang. Keinginan untuk bertobat juga muncul. Para eks-PSK ini mampu dan mau bekerja di pabrik-pabrik.
"Pada kenyataannya lowongan kerja banyak asal dia mau. Sekarang cari tukang cuci, pegawai laundri sudah susah. Maka solusinya adalah membuat link antara pemberi kerja dan yang membutuhkan kerja," ujar dia.
Adapun bagi PSK yang ingin bertobat, Ustaz Wijayanto meyakini ada ampunan Allah SWT yang sangat luas bagi mereka. Adapun langkah yang dapat ditempuh mencakup lima hal.
Para PSK hendaknya menyadari kesalahan mereka, merasa bersalah dan berjanji tidak mengulangi, serta memohon ampun kepada Allah SWT dengan memperbanyak istighfar."Kelima, mengganti dengan yang lebih baik. Kalau dulu melacur tapi terus sekarang judi kan tidak lebih baik," kata Ustaz Wijayanto.
Ustaz Wijayanto menceritakan, sejarah Islam mencatat adanya pelacur yang bertobat dan dikabarkan masuk surga. Suatu hari, pelacur itu kehausan di tengah padang pasir. Ia menemukan sebuah sumur, namun tak mendapati ember untuk mengambil air. Ia pun melepas sepatunya dan dengan susah payah mendapat air untuk diminum.
Ketika hendak meminum air tersebut, datang seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Ia pun merelakan air yang tak seberapa itu untuk anjing. Karena sangat lemah, ia tak punya tenaga lagi untuk mengambil air dan akhirnya meninggal dunia. Berkat pertobatan dan kasih sayangnya terhadap sesama makhluk, Allah mengampuni dosa-dosanya dan menempatkannya di surga.
Terkait dengan penanganan eks-PSK dengan penutupan sejumlah lokalisasi di Indonesia, Ustaz Wijayanto mengatakan, kaidah Islam mengajarkan bahwa semua kebijakan harus membawa kemaslahatan bagi semua pihak. Oleh sebab itu, kebijakan terkait dengan eks-PSK harus memberikan kemanfaatan bagi semua pihak yang terkait, termasuk bagi eks-PSK. ed: Hafidz Muftisany. (http://www.republika.co.id/)
Seks bebas, apalagi prostitusi, dengan tegas dan jelas dilarang dalam berbagai agama. Namun, hal ini justru menjadi ladang bisnis yang terus berkembang selama ribuan tahun. Tak peduli ancaman Tuhan, para PSK bak terlanjur terjun dalam kubangan dosa dan merasa tak akan terampuni.
Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) KH Prof Ahmad Satori Ismail mengatakan ampunan terhadap dosa merupakan hak prerogatif Allah SWT. Prostitusi mengandung kegiatan perzinaan yang merupakan dosa besar dalam Islam. Kegiatan ini dilakukan secara berulang dan menjadi dosa yang luar biasa.
Walaupun begitu, setiap orang berhak mengambil jalan untuk bertobat dari dosa-dosa yang dilakukan. Tobat yang dilakukan hendaknya merupakan pertobatan yang sungguh-sungguh (tobat nasuha). Ini dilakukan dengan menyesali perbuatan, tidak mengulangi, minta ampun kepada Allah SWT, dan betul-betul menyudahi perilaku maksiat yang dilakukan.
"Kalau sudah seperti itu, itu hak Allah (untuk mengampuni)," ujar Kiai Satori kepada Republika, Rabu (2/3).
Menurut Kiai Satori, prostitusi merupakan masalah yang telah terjadi sejak lama. Islam hadir untuk membentuk masyarakat yang bersih dan jauh dari masalah sosial. Oleh karena itu, Islam melarang dengan keras kegiatan prostitusi dari semua sisi. Larangan itu mencakup pelacuran, pemakai jasa pelacuran, mucikari, hingga semua orang yang terkait dengan kegiatan itu.
Perkembangan zaman memunculkan berbagai cara orang dalam menjalankan bisnis prostitusi. Ada yang terang-terangan hingga sembunyi-sembunyi. Bagaimanapun operasionalnya, praktik ini perlu diminalisir.
"Memang tidak mudah. Di satu sisi manusia digoda, di sisi lain manusia perlu menyalurkan kebutuhan biologis. Namun agama Islam mengajarkan untuk menyalurkan secara benar agar tidak merusak tatanan masyarakat," ujar Kiai Satori.
Upaya minimalisasi kegiatan prostitusi hendaknya dilakukan dengan penuh perhitungan. Kiai Satori mengatakan, untuk dapat menyelesaikan masalah ini, perlu ada pengkajian mengenai latar belakang para pelaku. Ada yang terkait dengan ekonomi, karena malas bekerja, ada pula yang tak mampu membendung nafsu syahwatnya sendiri.
Dari hasil kajian tersebut, para pemangku kebijakan dapat melihat dengan jelas perbaikan-perbaikan apa yang dapat dilakukan. Pihak-pihak lain, termasuk masyarakat juga dapat bergerak sesuai dengan peran masing-masing.
Di samping itu semua, kata Kiai Satori, upaya terpenting dalam meminimalkan kegiatan prostitusi adalah membentengi keluarga. Peran istri dan suami dinilai sangat penting, baik untuk menumbuhkan kehidupan Islami dalam keluarga maupun dalam mencukupi kebutuhan seksual pasangan.
Dari sisi masyarakat, ketua RT dan RW juga memegang peran penting. Upaya ini dapat dimulai dengan pendataan yang baik di lingkungan masing-masing, sehingga para warga aman dari kegiatan prostitusi. Selain itu, pemenuhan kebutuhan ekonomi juga perlu diperhatikan mengingat banyaknya pelaku prostitusi berlatar belakang kekurangan secara ekonomi.
"Yang tidak kalah penting adalah sisi dari kehidupan yang dimunculkan di televisi. Kemewahan yang dipamerkan, film-film yang dipamerkan, dan seterusnya. Itu juga perlu dikontrol oleh KPI," ujar dia.
Jika berkaca di zaman Rasulullah SAW, tidak ada PSK pada masa itu. Namun, ada orang-orang yang terjerumus dan akhirnya bertobat. Islam juga mengajarkan perlunya benteng akidah, ibadah, dan akhlak dibangun sedini mungkin.
Orang tua perlu mengajarkan kepada anaknya mengenai adab-adab yang terkait dengan seks dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, termasuk perkara haid dan menutup aurat bagi perempuan.
Dengan pendidikan agama yang baik, anak tumbuh dalam keimanan dan keislaman yang baik. Ini akan menjadi jalan surga bagi keluarga. Jika pendidikan dalam keluarga 'keropos', akan timbul banyak masalah dan penyakit masyarakat.
Akademisi dan mubaligh, Ustaz Wijayanto mengatakan ada lima poin yang perlu diperhatikan dalam pembinaan eks-PSK. Pertama, perlu adanya suasana yang mendukung bagi perubahan hidup PSK. Artinya, para PSK perlu ditempatkan pada lingkungan yang baik.
"Suasana baik kalau dicari ideal tidak ada, kan/ lingkungan yang baik contohnya di pesantren. Tidak mungkin semua orang masuk pesantren. Maka ada pesantren masyarakat," ujar Ustaz Wijayanto.
Selain lingkungan yang baik, eks-PSK perlu ditemani oleh orang-orang yang baik. Oleh sebab itu, perlu dibentuk komunitas yang memungkinkan mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan kajian keagamaan. Di tempat tersebut, mereka dapat menemukan teman dekat dalam lingkungan yang mendukung perubahan dan pertobatan.
Peran guru atau pembimbing juga penting untuk menjadi kontrol sosial bagi para eks-PSK. Selain itu, diperlukan juga sumber-sumber belajar, terutama ilmu agama yang dapat diakses oleh para eks-PSK.
Solusi lain yang dibutuhkan terkait dengan ekonomi. Menurut Ustaz Wijayanto, perlu keterlibatan lembaga-lembaga ekonomi untuk dapat memberdayakan para eks-PSK. Pemerintah perlu memberikan bantuan kepada mereka. Namun, bantuan ini hendaknya tak bersifat material, misalnya dengan bantuan tunai. Ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi salah satu poin penting yang harus diperhatikan untuk dapat memberdayakan eks-PSK.
Ustaz Wijayanto menceritakan, pengalamannya mendampingi beberapa eks-PSK. Ia mengatakan ada masa para PSK tersebut berhenti dari pekerjaan mereka. Seiring dengan usia, minat para pencari kenikmatan seksual terhadap mereka berkurang. Keinginan untuk bertobat juga muncul. Para eks-PSK ini mampu dan mau bekerja di pabrik-pabrik.
"Pada kenyataannya lowongan kerja banyak asal dia mau. Sekarang cari tukang cuci, pegawai laundri sudah susah. Maka solusinya adalah membuat link antara pemberi kerja dan yang membutuhkan kerja," ujar dia.
Adapun bagi PSK yang ingin bertobat, Ustaz Wijayanto meyakini ada ampunan Allah SWT yang sangat luas bagi mereka. Adapun langkah yang dapat ditempuh mencakup lima hal.
Para PSK hendaknya menyadari kesalahan mereka, merasa bersalah dan berjanji tidak mengulangi, serta memohon ampun kepada Allah SWT dengan memperbanyak istighfar."Kelima, mengganti dengan yang lebih baik. Kalau dulu melacur tapi terus sekarang judi kan tidak lebih baik," kata Ustaz Wijayanto.
Ustaz Wijayanto menceritakan, sejarah Islam mencatat adanya pelacur yang bertobat dan dikabarkan masuk surga. Suatu hari, pelacur itu kehausan di tengah padang pasir. Ia menemukan sebuah sumur, namun tak mendapati ember untuk mengambil air. Ia pun melepas sepatunya dan dengan susah payah mendapat air untuk diminum.
Ketika hendak meminum air tersebut, datang seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Ia pun merelakan air yang tak seberapa itu untuk anjing. Karena sangat lemah, ia tak punya tenaga lagi untuk mengambil air dan akhirnya meninggal dunia. Berkat pertobatan dan kasih sayangnya terhadap sesama makhluk, Allah mengampuni dosa-dosanya dan menempatkannya di surga.
Terkait dengan penanganan eks-PSK dengan penutupan sejumlah lokalisasi di Indonesia, Ustaz Wijayanto mengatakan, kaidah Islam mengajarkan bahwa semua kebijakan harus membawa kemaslahatan bagi semua pihak. Oleh sebab itu, kebijakan terkait dengan eks-PSK harus memberikan kemanfaatan bagi semua pihak yang terkait, termasuk bagi eks-PSK. ed: Hafidz Muftisany. (http://www.republika.co.id/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar