Jumat, 04 September 2015

Inilah 10 Fakta Mengejutkan tentang Sunan Kuning

prostitusi
Lokalisasi Sunan Kuning di Semarang dikenal sebagai salah satu lokalisasi terbesar di Indonesia. Sebutan Sunan Kuning lebih populer dari nama resminya, yaitu lokalisasi Argorejo.
Berbeda dengan Dolly yang dihapus oleh pemerintah setempat, Sunan Kuning sepertinya tetap akan dipertahankan. Baik pemrintah Kota Semarang maupun komunitas warga belum mengeluarkan wacana pembubaran.
Di luar masalah itu, Sunan Kuning ternyata menyimpan sejumlah fakta yang tidak lazim. Sepuluh fakta ini patut dibaca, terutama oleh laki-laki yang gemar jajan di sana.

1. Sunan Kuning Nama Seorang Ulama

Konon, di Kelurahan Kalibanteng Kulon ada petilasan yang dipercaya sebagai makam Sunan Kuning. Konon, Sunan Kuning adalah nama lain Mas Garendi, pememimpin pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap Kartasura pada 30 Juni 1742.
Raden Mas Garendi adalah salah satu cucu raja Amangkurat III dari Mataram. Tahun 1742, saat dia berumur 12 tahun, dia diangkat sebagai raja Mataram oleh pemberontak yang menantang kekuasaan Susuhunan Pakubuwana II (bertahta bertahta 1729-1746).
Sejak ditemukan, petilasan Sunan Kuning banyak dikunjungi orangn. Pengunjung makam berasal dari berbagai kota di Jawa Tengah, Jawa Timur. Mereka datang dengan aneka maksud dan tujuan, mulai dari mencari jodoh, penglaris, kemuliaan hidup, dan kesembuhan. Makam Sunan Kuning ramai pada Bulan Besar atau malam Jumat Kliwon di Bulan Sura.
Paro kedua tahun 1970-an, muncul kompleks lokalisasi di Kalibanteng. Karena letaknya di Jalan Sri Kuncoro, orang sering menyebut lokalisasi itu dengan singkatan SK. Nah, di sinilah kerancuan itu bermula. Mereka yang tidak tahu mengira SK kependekan dari Sunan Kuning, yang lokasi makamnya tak jauh dari tempat itu. Celaka, identifikasi itu kian melekat dari waktu ke waktu.

2. PSK Terkena HIV Tetap Bekerja

Tahun 2013, LSM Griya Asa menemukan bahwa sebagian PSK Sunan Kuning terjangkit virus HIV. Jumlah PSK terjangkit HIV baahkan dilaporkan terus meningkat. Jika pada tahun2012 hanya 13 orang, pada 2013 terakumulasi ada 35 kasus.
Yang mengejutkan, ternyata beberapa PSK yang terinveksi positif HIV/AIDS diakuinya masih tetap melakukan operasi dan aktif menjadi PSK. LSM yang selama ini mendampingi mereka tidak dapat mencegah para PSK beroperasi. Mereka hanya dapat melakukan pandampingan.

3. Seminggu, Diperlukan 14 Ribu Kondom

Kebutuhan kondom bagi PSK di kawasan Sunan Kuning (SK) Semarang ditaksir mencapai 14.000 per minggu.
Direktur LSM Griya Asa, dr Bambang Darmawan, sebagaimana dirilis Kompas mengatakan, setiap PSK di kawasan resosialisasi Sunan Kuning diwajibkan menghabiskan minimal 20 kondom setiap minggu oleh maminya.
Saat ini, jumlah PSK di kawasan resosialisasi Sunan Kuning yang terdata ada 700 orang. Jika setiap PSK menghabiskan 20 kondom per minggu, maka kebutuhan kondom di lokasi itu mencapai 14.000 per minggu.
“Itu peraturan dari pengelola. Habis tidak habis, setiap minggu, setiap PSK wajib mengambil 20 kondom lagi,” kata dr Bambang.

 4. Semalam, Transaksi Mencapai Rp200 Juta

Data yang dikelarkan LSM Griyas Asa, lokalisasi Sunan Kuning kini dihuni oleh sekitar 759 PSK dengan 158 mucikari. Seroang PSK rata-rata melayani pelanggan 1 sampai 5 kali setiap malam. Adapun tarif transaksi seksual yang dikenakan antara Rp100 ribu sampai Rp200 ribu.
Dengan asumsi itu, total transksi seks di Sunan Kuning bisa mencapai Rp200 juta rupiah per malam. Uang yang beredar di sana lebih besar dari itu. Sebab, selain transaksi seks, para tamu menggunakan uangnya untuk membeli makanan, minuman keras, obat kuat, juga karaoke.

 5. Jadi PSK Karena Dijual Keluarga atau Pacar

Bekerja sebagai PSK bukan pilihan para perempuan. Sebagian dari mereka terpaksa karena dijerumsukan oleh pacar , keluarga,atau kenalan. Sebagian lagi mengaku bekerja menjadi PSK karena frustasi setelah dicampakkan oleh pacar setelah hamil.
Ar (24) misalnya, dulu ke Semarang karena dinajikan pekerjaan sebagai pelayan rumah makan oleh tetangganya.Dia percaya karena tetangganya merupakan kawan baik temannya. Namun, setelah sampai di Semarang ia tidak mendapat pekerjaan seperti yang dinajikan. Beberapa minggu menganggur, ia justru dijual kepada laki-laki hidung belang.

6. Trauma Melayani Tamu Jepang dan Korea

Meski dibayar mahal, para PSK SUnan Kuning tidak mau melayani warga negara Jepang atau Korea. Pasalnya, pria hidung belang dari dua negara tersebut dikenal suka melakukan kekerasan.
Pengalaman itu dituturkan HS (27) saat dibooking pria Jepang di sebuah hotel di Semarang. Awalnya dia merasa senang karena dijanjikan bayaran besar. Namun saat mereka melakukan hubungan badan, ternyata pria Jepang itu mengundang beberapa temannya ke kamar.
HS dipaksa melakukukan hubungan seksual dengan beberapa pria sekaligus. Akibatnya, organ vitalnya mengalami pendarah dan harus dioperasi. “Uang yang saya dapat malah tidak cukup untuk berobat,” kata HS. Di kalangan PSK, kejadian semacam itu sering disebut pangris atau jepang baris.

7. Penghuni Baru Wajib Daftar Ulang

Agar penghuni lokalisasi Sunan Kuning tidak bertambah usai lebaran, pemerintah rajin menggelar operasi yustisi. Jika ada penghuni baru di di kompleks resosialisasi terbesar di Semarang itu, mereka diwajibkan mendaftar ulang. Pendaftaran ini sebagai bukti mereka terdaftar sebagai penghuni resos.
Lurah Kalibanteng Kulon, Tri Hardjono, mengatakan pendataan khusus usai Lebaran itu dilakukan atas kerja sama dengan berbagai pihak. Di antaranya, Dinas Kesehatan Kota Semarang, Dinas Sosial, Puskesmas setempat, Babinsa/Linmas, pihak kelurahan, dan pengurus Resos.

8. Ada Masjid Al-Hidayah di Tengah Lokalisasi

Meskipun dikenal sebagai kompleks maksiat, lokalisasi Sunan Kuning ternyata memiliki masjid. Masjid Al-Hidayah ini terletak di sisi kanan pintu masuk. Seperti masjid di perkampungan lain, setiap menjelang waktu salat dikumandangkan azan. Saat bulan Ramadan, masjid ini bahkan menjadi pusat kegiatan agama warga dan PSK.
Salah satu orang yang mengelola masjid adalah Suwandi. Pria yang juga berperan menjadi Ketua pengurus Lokalisasi Sunan Kuning ini rajin berdakwah untuk menyadarkan penghuni “SK” tentang pentingnya hidup beragama.
“Sejak tahun 1966, saya sudah berjuang untuk mengajak penghuni agar mau beribadah, waah sulitnya bukan main mas. Dulu kita salat saja numpang di balai pertemuan, ngaji ikut di rumah-rumah warga yang sudah sadar,” tutur Wandi sebaimana dikutip Okezone.

9. PSK Rajin Puasa Saat Ramadan

Padabulan Ramadan, secara formal lokalisasi Sunan Kuning tutup. Karena itulah kompleks yang biasanya hingar bingar ini jadi sepi. Sebagain besar PSK yang berasal dariluar kota pun pulang kampung.
Namun, beberapa PSK justru tetap memilih tinggal di komplek lokalisasi. Sebagai umat Islam, mereka tetap melaksanakan kewajibannya berpuasa.
“Ini kan ibadah wajib, jadi saya puasa. Soal maksiat, itu memang dosa. Biar ibadah saya buat ngurangi dosa yang saya lakukan,” kata TN.

10. Retribusi Parkir untuk Pengembangan Fasilitas

Setiap ada tamu masuk, petugas akan memungut retribusi parker sebesar Rp2 ribu rupiah. Pada hari biasa, jumlah pengunjung Sunan Kuning sekiar 1000 orang. Jumlah akan naik dua kali lipat saat akhir pecan.
Itu berarti, pada hari-hari biasa dana retribusi yang terkumpul mencapai Rp2 juta per malam. Adapun pada akhir pecan, retribusi yang terkumpul bisa mencapai Rp4 juta. Jika diakumulasikan, jumlah retribusi parker bisa mencapai Rp60 juta per malam. Dana itu, konon, digunakan untuk meningkatkan fasilitas.
sumber: http://portalsemarang.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar