Rabu, 09 Juli 2014

Menghindari Berzina


1) Pengertian Zina
Berdasarkan pendapat berbagai ulama,
اِيْلاَجُ الذَّكَرِ بِفَرْجٍ مُحَرَّمٍ بِعَيْنِهِ خَالِ عَنِ الشُّبْهَةِ مُشْتَهِيٍّ
Zina adalah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan (dalam persetubuhan) yang haram menurut zat perbuatannya, bukan karena subhat dan perempuan itu mendatangkan sahwat.
Adapun yang dimaksud dengan persetubuhan yang haram menurut zat perbuatannya dalam pengertian di atas ialah bercampur dengan peremuan yang bukan istrinya dan bukan pula budaknya. Dengan demikian persetubuhan antara suami istri atau antara laki-laki dengan budaknya tidak termasuk zina, walaupun dilakukan apda waktu-waktu yang haram, seperti dalam keadaan haid, pada siang hari bulan puasa atau sedang ihram. Dalam waktu-waktu tersebut persetubuhan antara suami istri atau antara laki-laki dan budak perempuan hukumnya adalah haram, tetapi disini bukan lantaran zat perbuatannya, melainkan karena sebab lain. Oleh karena itu tidak termasuk kategori zina, walaupun pelakunya berdosa.
Begitu juga, tidak termasuk kategori zina, persetubuhan yang terjadi karena subhat (karena khilaf atau dipaksa), sebab persetbuhan demikian itu tidak haram. Adapun yang dimaksud dengan perempuan yang mendatangkan syahwat adalah manusia yang masih hidup dan berjenis kelamin perempuan baik yang masih kecil maupun sudah dewasa. Dengan demikian tidak termasuk kategori zina persetubuhan dengan mayat atau dengan binatang, walaupun hukumnya haram.
Berdasarkan ijma’ ulama’ perbuatan zina itu hukumnya haram dan merupakan salah satu bentuk dosa besar. Firman Allah SWT :
وَلاَ تَقْرَبُوالزِّنىَ إِنَّهُ كَانَ فَحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً (32)
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Isra : 32)
Hukuman bagi orang yag berzina dapat dilanjutkan apabila yang bersangkutan benar-benar melakukannya. Untuk memastikan yang bersangkutan benar-benar melakukan perbuatan zina, maka diperlukan penetapan hukum secara syara’. Rasululloh sangat berhati-hati melaksanakan hukuman bagi pelaku zina. Beliau tidak menjatuhkan hukuman sebelum yakin bahwa yang dituduh atau yang mengaku berzina itu benar-benar bebuat.
Secara garis besar, hukuman zina ada dua macam, yaitu : (a) Rajam, jenis hukuman mati dengan cara dilempari batu sampai terhukum meninggal dunia, (b) Dera atau taghrib. Dera yang disebut dengan jilidm adalah jenis hukuman yang berupa pencambukan terhadap pelaku kejahatan, sedangkan taghrib ialah jenis hukuman yang berupa pengasingan ke suatu tempat terasing yang jauh dari jangkauan. Bentuknya yang sekarang adalah hukuman penjara.
Menuduh berzina (qadzaf) adalah salah satu kejahatan yang hukumnya haram, bahkan merupakan salah satu dosa besar. Penegasan bahwa qadzaf adalah dosa besar terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Firman Allah SWT :
إِنَّ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ اْلمُحْصَنَتِ الْغَفِلَتِ الْمُؤْمِنَتِ لُعِنُوْا فِى الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ (23)
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik, yang lengah (dari perbuatan keji) lagi beriman (berzina), mereka kena laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar”(QS An-Nur: 23)
Perbuatan menuduh zina, diancam dengan sangsi hukum berupa jilid (dera) sebanyak delapan puluh kali jika pelaku penuduh zina itu merdeka dan setengahnya (empat puluh kali jika pelakunya budak hamba sahaya). Hukuman menuduh berzina dapat gugur, dalam arti si penuduh dibebaskan dari hukuman qadzaf, jika terjadi tiga keadaan sebagai berikut : a) penuduh dapat mengemukakan empat orang saksi bahwa tertuduh betul-betul berzina, b) li’an, jika tertuduh adalah istri penuduh. Jika seseorang suami menudh istrinya berzina tetapi tidak dapat mengemukakan empat orang saksi, ia dapat bebas dari had qadzaf dengan jalan meli’ankan istrinya, c) tertuduh memaafkan.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan penyakit kelamin yang menyengsarakan fisik, mental, dan sosial. Secara fisik biologis seseorang yang terinfeksi oleh virus HIV (Human Immunoedeficiency Virus) akan kehilangan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit secara berlahan. Seolah-olah tubuhnya dibiarkan trebuka oleh berbagai bentuk serangan kanker yang berasal dari beberapa sel abnormal yang ikut memanfaatkan peluang ini untuk memperbanyak diri maupun terhadap infeksi biasa, yang ada dalam keadaan normal sebelumnya tidak terlalu membahayakan. Penderita HIV, pada umumnya dijauhi oleh masyarakat, kehadirannya dipandang merugikan dan membahayakan kesehatan orang banya. Sikap masyarakat yang seperti itu menjadikan mentalitas HIV rapuh, tiada gairah hidup lagi.
Sebenarnya kalau dicermati hadist Nabi Muhammad SAW, berikut ii merupakan peringatan keras bagi orang yang berperilaku menyimpang dan bahayanya zina. “Apabila perbuatan zina (pelacuran, pergaulan bebas) sudah meluas di masyarakat dan dilakukan secara terang-terangan (dianggap biasa), maka infeksi dan penyakit yang mematikan yang sebelunya tidak terdapat pada zaman nenek moyang akan menyebar diantara mereka”
2) Hikmah diharamkannya Zina
Zina merupakan sumber kejahatan dan penyebab pokok kerusakan dan termasuk dosa besar. Hikmah diharamkannya antara lain :
a.      Memelihara dan menjaga keturunan dengan baik. Karena adanya anak dari hasil zina, umumnya tidak dikehendaki dan kurang disenangi.
b.      Menjaga dari jatuhnya harga diri dan rusaknya kehormatan keluarga
c.       Menjaga tertib dan teraturnya urusan rumah tangga. Biasanya seorang istri, apabila suaminya cenderung melakukan perbuatan zina timbul rasa benci dan ketidak harmonisan dalam rumah tangga.
d.      Timbulnya rasa kasih sayag terhadap anak yang dilahirkan dari pernikahan yang sah
e.      Terjaganya akhlak islamiyah yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia dihadapan sesame dan sang Kholik (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 56-59) .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar