Rencana penutupan tempat prostitusi Dolly-Jarak oleh Pemkot Surabaya pada 18 Juni 2014 ini memang menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah pihak yang kontra dengan penutupan Dolly khawatir jika para pekerja seks komersial (PSK) justru akan sulit dikontrol dan akan menjajakan diri di jalan-jalan.
Mereka khawatir, angka penularan penyakit kelamin serta HIV/AIDS makin tinggi seiring angka prostitusi jalanan yang juga meninggi.
Selain itu, sejumlah daerah di sekitar Kota Surabaya, bahkan hingga luar pulau Jawa, khawatir PSK Dolly akan pindah ke daerahnya.
Dari data Dinas Kesehatan Surabaya dalam kurun waktu 14 tahun, sejak tahun 2000, sudah ada 7.000 penderita HIV/AIDS. Sebelumnya, jumlah penderita terus bertambah. Namun, sejak 2012 angka itu mengalami penurunan setelah adanya intruksi pembatasan jumlah PSK.
Sementara itu, sejumlah daerah menjadi gencar melakukan razia serta melakukan pendataan penghuni kos baru atau tempat prostitusi, antara lain Nganjuk, Blitar, Kediri dan juga Bali. Di semua wilayah itu masih ada tempat lokalisasi yang sampai saat ini masih beroperasi.
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf menegaskan pasca penutupan Dolly akan dilakukan sejumlah antisipasi, seperti pencegahan, pemberdayaan dan pengawasan.
Selain itu, pihak Pemkot dan Pemprov juga memastikan bahwa para PSK, mucikari dan warga terdampak tidak akan dibiarkan. Melainkan akan tetap menerima program pemberdayaan dari pemerintah. Bahkan, sejumlah pihak baik dari yayasan maupun swasta mulai memberikan bantuan berupa modal usaha untuk warga sekitar lokalisasi Dolly yang terdampak.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, menegaskan, akan memperhatikan nasib PSK, mucikari maupun warga terdampak di wilayah itu. Pemerintah pun sudah menyiapkan anggaran untuk membeli wisma yang akan dijadikan gedung pusat ekonomi. Para PSK dan mucikari juga akan diberi uang saku. Dana tersebut berasal dari Pemkot, Pemprov dan juga Kementerian Sosial.
Pemkot telah menyiapkan anggaran Rp 16 miliar untuk membeli wisma di kawasan itu. Sedangkan Pemprov Jawa Timur telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 1,5 miliar sebagai bantuan modal usaha untuk 311 mucikari. Masing-masing mucikari akan mendapatkan sekitar Rp5 juta.
Sementara itu, anggaran dari Kemensos telah disiapkan sebesar Rp 8 miliar untuk memberi modal kepada para PSK. Sebanyak 1.449 PSK masing-masing akan diberikan uang sebesar Rp 5.050.000.
Bantuan yang diberikan berupa dana Usaha Ekonomi Kreatif (UEP) sebesar Rp 3 juta dan Rp1,8 juta untuk biaya hidup dengan rincian Rp 20.000 per hari selama 90 hari, serta Rp 250.000 untuk biaya pulang kampung.
Demi masa depan
Sebelumnya, Risma menegaskan bahwa keinginan kuatnya untuk menutup Dolly yakni terkait dengan masa depan anak-anak. Beberapa kali, dia melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah tempat hiburan, banyak sekali anak-anak dibawah umur yang menjadi korban perdagangan orang.
"Tidak akan ada pelanggaran HAM (dalam penutupan Dolly), justru kami ingin agar warga setempat, khususnya anak-anak, bisa mendapat masa depan yang lebih baik setelah lokalisasi diberhentikan operasinya," kata Risma saat menemui anggota Komnas HAM, 13 Juni lalu.
Dia pun menegaskan bahwa setelah Dolly ditutup dan ada warga yang merasa kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan, dia bersedia membantu. Risma menegaskan bahwa pemerintah tidak sekadar melakukan penutupan Dolly.
Melalui penutupan Dolly, Risma mengatakan, pemerintah justru ingin mengupayakan transformasi bagi masyarakat Surabaya sehingga menjadi lebih baik dari sisi kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi.
"Saya yakin, ini niat baik, dan akan dimudahkan oleh Allah SWT," kata kata Risma di hadapan tokoh masyarakat dan ulama saat istigasah dan doa bersama penutupan Hari Jadi ke-721 Kota Surabaya di Balaikota Surabaya, 15 Juni lalu.(regional.kompas.com)
Mereka khawatir, angka penularan penyakit kelamin serta HIV/AIDS makin tinggi seiring angka prostitusi jalanan yang juga meninggi.
Selain itu, sejumlah daerah di sekitar Kota Surabaya, bahkan hingga luar pulau Jawa, khawatir PSK Dolly akan pindah ke daerahnya.
Dari data Dinas Kesehatan Surabaya dalam kurun waktu 14 tahun, sejak tahun 2000, sudah ada 7.000 penderita HIV/AIDS. Sebelumnya, jumlah penderita terus bertambah. Namun, sejak 2012 angka itu mengalami penurunan setelah adanya intruksi pembatasan jumlah PSK.
Sementara itu, sejumlah daerah menjadi gencar melakukan razia serta melakukan pendataan penghuni kos baru atau tempat prostitusi, antara lain Nganjuk, Blitar, Kediri dan juga Bali. Di semua wilayah itu masih ada tempat lokalisasi yang sampai saat ini masih beroperasi.
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf menegaskan pasca penutupan Dolly akan dilakukan sejumlah antisipasi, seperti pencegahan, pemberdayaan dan pengawasan.
Selain itu, pihak Pemkot dan Pemprov juga memastikan bahwa para PSK, mucikari dan warga terdampak tidak akan dibiarkan. Melainkan akan tetap menerima program pemberdayaan dari pemerintah. Bahkan, sejumlah pihak baik dari yayasan maupun swasta mulai memberikan bantuan berupa modal usaha untuk warga sekitar lokalisasi Dolly yang terdampak.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, menegaskan, akan memperhatikan nasib PSK, mucikari maupun warga terdampak di wilayah itu. Pemerintah pun sudah menyiapkan anggaran untuk membeli wisma yang akan dijadikan gedung pusat ekonomi. Para PSK dan mucikari juga akan diberi uang saku. Dana tersebut berasal dari Pemkot, Pemprov dan juga Kementerian Sosial.
Pemkot telah menyiapkan anggaran Rp 16 miliar untuk membeli wisma di kawasan itu. Sedangkan Pemprov Jawa Timur telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 1,5 miliar sebagai bantuan modal usaha untuk 311 mucikari. Masing-masing mucikari akan mendapatkan sekitar Rp5 juta.
Sementara itu, anggaran dari Kemensos telah disiapkan sebesar Rp 8 miliar untuk memberi modal kepada para PSK. Sebanyak 1.449 PSK masing-masing akan diberikan uang sebesar Rp 5.050.000.
Bantuan yang diberikan berupa dana Usaha Ekonomi Kreatif (UEP) sebesar Rp 3 juta dan Rp1,8 juta untuk biaya hidup dengan rincian Rp 20.000 per hari selama 90 hari, serta Rp 250.000 untuk biaya pulang kampung.
Demi masa depan
Sebelumnya, Risma menegaskan bahwa keinginan kuatnya untuk menutup Dolly yakni terkait dengan masa depan anak-anak. Beberapa kali, dia melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah tempat hiburan, banyak sekali anak-anak dibawah umur yang menjadi korban perdagangan orang.
"Tidak akan ada pelanggaran HAM (dalam penutupan Dolly), justru kami ingin agar warga setempat, khususnya anak-anak, bisa mendapat masa depan yang lebih baik setelah lokalisasi diberhentikan operasinya," kata Risma saat menemui anggota Komnas HAM, 13 Juni lalu.
Dia pun menegaskan bahwa setelah Dolly ditutup dan ada warga yang merasa kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan, dia bersedia membantu. Risma menegaskan bahwa pemerintah tidak sekadar melakukan penutupan Dolly.
Melalui penutupan Dolly, Risma mengatakan, pemerintah justru ingin mengupayakan transformasi bagi masyarakat Surabaya sehingga menjadi lebih baik dari sisi kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi.
"Saya yakin, ini niat baik, dan akan dimudahkan oleh Allah SWT," kata kata Risma di hadapan tokoh masyarakat dan ulama saat istigasah dan doa bersama penutupan Hari Jadi ke-721 Kota Surabaya di Balaikota Surabaya, 15 Juni lalu.(regional.kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar