Badannya yang mungil dibalut baju panjang dan kerudung yang juga panjang. Di sebelahnya, ada seorang anak yang sedang menikmati segelas teh.
"Ini anak saya yang bungsu. Seharusnya, dia sudah kelas 6 SD, tapi dia sakit sejak lahir. Kakinya mengecil dan tidak bisa melakukan apa-apa sendirian. Jadi, dia harus dibantu sama orang lain," ungkap wanita yang bernama Yusta itu saat dikunjungiKompas.com, beberapa waktu lalu.
Perempuan yang mempunyai dua anak itu adalah mantan pekerja seks komersial (PSK) di salah satu lokalisasi prostitusi yang ada di Banyuwangi. "Sudah setahun ini saya berhenti bekerja. Pas setelah anak pertama lulus sekolah, karena dia alasan saya bekerja seperti ini. Biar nasibnya lebih enak, enggak seperti saya dan bapaknya," ungkapnya sambil menyeka air mata yang mulai meleleh di pipi.
Sebelumnya, Yusta mengaku, demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya, ia bekerja sebagai tenaga kerja wanita di Malaysia. Namun, karena tidak tega meninggalkan anak pertamanya yang sakit-sakitan dan orangtua yang sudah sepuh, ia memilih pulang ke Banyuwangi.
"Saat itu, suami juga kerja serabutan, penghasilannya tidak menentu. Saya juga masih harus merawat bapak dan ibu yang sudah tua," ceritanya.
Akhirnya, Yusta ditawari bekerja sebagai pembantu rumah tangga di wilayah Banyuwangi selatan oleh salah seorang temannya. "Tapi, ternyata saya dijual sama teman saya sendiri. Dia tahu saya butuh banyak uang saat itu. Sedih sekali. Mau melawan enggak kuat, akhirnya saya pasrah. Saya ingat hari pertama melayani empat laki-laki. Tidak pernah saya bayangkan," kata Yusta, sambil menghela napas barat.
Yusta mengaku marah kepada temannya. Namun, temannya itu hanya mengatakan, "Yang penting kan dapat uang. Kamu mau kerja apa? SD saja enggak lulus."
Perempuan berusia 38 tahun tersebut akhirnya memilih bekerja sebagai PSK, tetapi tidak tinggal di lokalisasi pelacuran. Biasanya, ia berangkat sore dan pulang sebelum jam 12 malam. Hal tersebut ia lakukan agar suami dan keluarganya tidak curiga.
"Saya bilang ke suami dan keluarga kalau bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Jadi, saya selalu pulang," kata dia.
Ada hal yang membuat ia merasa sedih ketika beberapa tahun yang lalu ia ikut berdemo menolak penutupan lokalisasi pelacuran di depan kantor Pemda Banyuwangi. Saat itu, ia berpapasan dengan anaknya yang baru pulang sekolah.
"Selama demo, saya hanya membayangkan wajah anak saya. Apakah dia tahu kalau ibunya ikut demo penutupan lokalisasi? Waktu itu saya pakai masker dan kerudung. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana malunya dia kalau tahu ibunya bekerja seperti ini," ungkap Yusta.
Saat tiba di rumahnya, anaknya sempat bercerita jika pulang sekolah tadi ia berpapasan dengan pedemo penutupan lokalisasi pelacuran. "Dia bilang, kasian ya Mak mereka. Semoga Allah membuka jalan mereka biar cepat tobat. Setelah itu, anak laki-laki saya mencium tangan saya lama sekali. Saya hanya menahan tangis. Saya yakin anak saya tahu, tapi dia diam saja," kata Yusta.
Sejak kejadian itu, anaknya yang menggantikan suaminya mengantar Yusta bekerja. "Tidak berhenti di lokalisasi, tapi di rumah warga kan dekat dengan kampung," kata dia.
Selama mengantar jemput Yusta, anak lelakinya sama sekali tidak pernah menyinggung tentang pekerjaannya hingga setahun yang lalu anaknya lulus sekolah. "Saat lulus, dia langsung bilang ke saya, Mak enggak usah kerja jadi pembantu lagi. Di rumah ajabiar saya yang kerja. Kasian adek ditinggal terus sama emak," ungkapnya.
Ternyata anak sulungnya tersebut langsung diterima bekerja di salah satu bengkel sepeda motor di Banyuwangi kota. "Saya langsung nangis semalaman. Bersyukur akhirnya saya bisa lepas dari pekerjaan itu," ungkap Yusta.
Sekarang Yusta tinggal di rumahnya dan menerima jasa jahitan dari tetangga sekitarnya. "Alhamdulilah ada saja jahitan dari tetangga. Sesekali juga nerima pesanan kue, apalagi kalau puasa, mau Lebaran seperti ini," ungkap Yusta lirih.
Yusta yang saat ini mengenakan kerudung dan gamis itu mengaku sesekali datang ke bekas lokalisasi prostitusi tempatnya bekerja dulu. "Bukan untuk bekerja lagi, tapi di sana kan ada pengajian dan saya selalu datang ke pengajian itu. Kadang jugangajari ngaji. Walaupun mantan PSK dan lulusan SD, saya sempat di pondok pesantren sebelum menikah. Saya berharap teman-teman bisa mendapatkan hidayah seperti saya dan bisa bekerja lain, yang halal," kata Yusta lagi. (regional.kompas.com)
"Ini anak saya yang bungsu. Seharusnya, dia sudah kelas 6 SD, tapi dia sakit sejak lahir. Kakinya mengecil dan tidak bisa melakukan apa-apa sendirian. Jadi, dia harus dibantu sama orang lain," ungkap wanita yang bernama Yusta itu saat dikunjungiKompas.com, beberapa waktu lalu.
Perempuan yang mempunyai dua anak itu adalah mantan pekerja seks komersial (PSK) di salah satu lokalisasi prostitusi yang ada di Banyuwangi. "Sudah setahun ini saya berhenti bekerja. Pas setelah anak pertama lulus sekolah, karena dia alasan saya bekerja seperti ini. Biar nasibnya lebih enak, enggak seperti saya dan bapaknya," ungkapnya sambil menyeka air mata yang mulai meleleh di pipi.
Sebelumnya, Yusta mengaku, demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya, ia bekerja sebagai tenaga kerja wanita di Malaysia. Namun, karena tidak tega meninggalkan anak pertamanya yang sakit-sakitan dan orangtua yang sudah sepuh, ia memilih pulang ke Banyuwangi.
"Saat itu, suami juga kerja serabutan, penghasilannya tidak menentu. Saya juga masih harus merawat bapak dan ibu yang sudah tua," ceritanya.
Akhirnya, Yusta ditawari bekerja sebagai pembantu rumah tangga di wilayah Banyuwangi selatan oleh salah seorang temannya. "Tapi, ternyata saya dijual sama teman saya sendiri. Dia tahu saya butuh banyak uang saat itu. Sedih sekali. Mau melawan enggak kuat, akhirnya saya pasrah. Saya ingat hari pertama melayani empat laki-laki. Tidak pernah saya bayangkan," kata Yusta, sambil menghela napas barat.
Yusta mengaku marah kepada temannya. Namun, temannya itu hanya mengatakan, "Yang penting kan dapat uang. Kamu mau kerja apa? SD saja enggak lulus."
Perempuan berusia 38 tahun tersebut akhirnya memilih bekerja sebagai PSK, tetapi tidak tinggal di lokalisasi pelacuran. Biasanya, ia berangkat sore dan pulang sebelum jam 12 malam. Hal tersebut ia lakukan agar suami dan keluarganya tidak curiga.
"Saya bilang ke suami dan keluarga kalau bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Jadi, saya selalu pulang," kata dia.
Ada hal yang membuat ia merasa sedih ketika beberapa tahun yang lalu ia ikut berdemo menolak penutupan lokalisasi pelacuran di depan kantor Pemda Banyuwangi. Saat itu, ia berpapasan dengan anaknya yang baru pulang sekolah.
"Selama demo, saya hanya membayangkan wajah anak saya. Apakah dia tahu kalau ibunya ikut demo penutupan lokalisasi? Waktu itu saya pakai masker dan kerudung. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana malunya dia kalau tahu ibunya bekerja seperti ini," ungkap Yusta.
Saat tiba di rumahnya, anaknya sempat bercerita jika pulang sekolah tadi ia berpapasan dengan pedemo penutupan lokalisasi pelacuran. "Dia bilang, kasian ya Mak mereka. Semoga Allah membuka jalan mereka biar cepat tobat. Setelah itu, anak laki-laki saya mencium tangan saya lama sekali. Saya hanya menahan tangis. Saya yakin anak saya tahu, tapi dia diam saja," kata Yusta.
Sejak kejadian itu, anaknya yang menggantikan suaminya mengantar Yusta bekerja. "Tidak berhenti di lokalisasi, tapi di rumah warga kan dekat dengan kampung," kata dia.
Selama mengantar jemput Yusta, anak lelakinya sama sekali tidak pernah menyinggung tentang pekerjaannya hingga setahun yang lalu anaknya lulus sekolah. "Saat lulus, dia langsung bilang ke saya, Mak enggak usah kerja jadi pembantu lagi. Di rumah ajabiar saya yang kerja. Kasian adek ditinggal terus sama emak," ungkapnya.
Ternyata anak sulungnya tersebut langsung diterima bekerja di salah satu bengkel sepeda motor di Banyuwangi kota. "Saya langsung nangis semalaman. Bersyukur akhirnya saya bisa lepas dari pekerjaan itu," ungkap Yusta.
Sekarang Yusta tinggal di rumahnya dan menerima jasa jahitan dari tetangga sekitarnya. "Alhamdulilah ada saja jahitan dari tetangga. Sesekali juga nerima pesanan kue, apalagi kalau puasa, mau Lebaran seperti ini," ungkap Yusta lirih.
Yusta yang saat ini mengenakan kerudung dan gamis itu mengaku sesekali datang ke bekas lokalisasi prostitusi tempatnya bekerja dulu. "Bukan untuk bekerja lagi, tapi di sana kan ada pengajian dan saya selalu datang ke pengajian itu. Kadang jugangajari ngaji. Walaupun mantan PSK dan lulusan SD, saya sempat di pondok pesantren sebelum menikah. Saya berharap teman-teman bisa mendapatkan hidayah seperti saya dan bisa bekerja lain, yang halal," kata Yusta lagi. (regional.kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar