Padahal,
di usia remaja, banyak remaja yang sedang mencari identitas diri. Dan,
biasanya identitas diri ini diperoleh dari lingkungan. Sementara
lingkungan remaja ini penuh dengan hal-hal yang menggoda iman. Jika iman
remaja itu tidak kuat, ia akan hanyut mengikuti arus mode remaja
motropolitan yang penuh dengan budaya glamour. Hal-hal seperti inilah
yang mudah menyeret remaja itu ke kasus pelacuran remaja.
Adapun beberapa faktor lain yang menyebabkan para remaja perempuan beralih profesi sebagai PSK (Penjaja Seks Komersial) yaitu:
- Faktor ekonomi keluarga yang rendah.
- Kenakalan remaja.
- Faktor lingkungan sosial.
- Karakter remaja perempuan yang sering inging mencoba hal-hal baru.
- Adat ketimuran yang sudah terkikis.
Apa
pun alasan seorang remaja terjun di dunia prostitusi, karakteristik
pekerjaan yang harus dilakukan oleh pekerja seks membuat prostitusi
menjadi pekerjaan yang berisiko tinggi. Dalam melakukan pekerjaannya,
mereka berganti-ganti pasangan dan melakukan hubungan seksual dengan
banyak orang.
Dari
pelanggan yang banyak dan beragam itulah, risiko yang dihadapi seorang
pekerja seks juga banyak dan beragam. Dari pelanggan yang penipu,
mungkin saja ia tidak dibayar oleh pelanggan setelah melakukan aktivitas
seksual. Apabila tidak menggunakan alat kontrasepsi, pekerja seks juga
berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.
Selain
itu, posisi tawar yang lemah di pihak pekerja seks juga membuat mereka
sering tidak berhasil membujuk pelanggannya untuk menggunakan
proteksi/kondom. Akibatnya, dari pelanggan yang mengidap penyakit
menular seksual (PMS), atau bahkan HIV/AIDS, pekerja seks tadi dapat
tertular tanpa mampu melindungi tubuhnya. Apalagi ada mitos, karena
risiko tertular HIV lebih besar jika berhubungan dengan pekerja seks
dewasa, maka kaum pria hidung belang memburu anak-anak.
Risiko
berat lain yang seringkali harus dihadapi remaja sebagai pekerja seks
adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelanggan yang bisa jadi
sampai mengancam nyawanya. Tidak jarang, pelanggan yang datang juga
menginginkan bentuk hubungan seks yang tidak wajar.
Selain
risiko karena karekteristik pekerjaannya sendiri, masih ada risiko
lain. Prostitusi juga bukan dunia yang mudah ditinggalkan. Sekali kita
tercebur, perlu usaha ekstra keras untuk berhenti. Banyak remaja,
terutama di kalangan anak sekolah atau kuliah yang terjun ke dunia
prostitusi memang tidak berniat untuk menjadikan prostitusi sebagai
pekerjaan utamanya. Mereka berpikir, mereka hanya akan menjadi pekerja
seks sementara saja. Dalam beberapa tahun ke depan mereka akan berhenti
dan beralih profesi. Ternyata masalahnya tidak semudah itu.
Apabila
aktivitasnya sebagai pekerja seks ini diketahui oleh keluarganya, maka
besar kemungkinan mereka tidak mau menerimanya kembali. Belum lagi
teman-teman dan lingkungan masyarakat yang seringkali bersikap
menghakimi. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik terus bekerja
sebagai pekerja seks. Lama kelamaan, pilihan untuk bekerja di bidang
lain akan tertutup.
Profesi
sebagai pekerja seks tidak dipandang sebagai profesi yang terhormat
oleh masyarakat. Memang di kalangan masyarakat luas sendiri terdapat
semacam dualisme dalam menyikapi masalah prostitusi.
Di
satu pihak, demand atau permintaan terhadap pekerja seks remaja juga
tetap tinggi dan banyak yang bersedia membayar pekerja seks remaja lebih
mahal dibanding yang sudah berumur. Namun, di pihak lain, walaupun saat
ini sebagian kecil masyarakat sudah mulai melihat para pekerja seks
sebagai korban dan berusaha untuk menawarkan program-program pengentasan
untuk menolong mereka, sebagian besar lain dari masyarakat masih terus
mengutuk dan mengucilkan para pekerja seks, menganggap mereka sampah
masyarakat.
Bahkan
ketika mereka ingin beralih profesi ke bidang lain yang dipandang
bermartabat oleh lingkungannya, masyarakat tidak begitu saja menerima
mereka. Hal ini mengakibatkan para pekerja seks mengalami kesulitan
untuk alih profesi ke bidang lain.
Data
yang pasti mengenai pekerja seks di bawah umur sangat sulit untuk
diperoleh. Biasanya pekerja seks tersebut diberi atau menggunakan
identitas palsu di mana umur dan fotonya dibuat supaya terlihat lebih
tua. Selaian itu, hampir tidak ada keluhan baik dari pelanggan maupun
para pekerja seks itu sendiri menyangkut aktivitas seksual yang
dilakukan. Mobilitas para pekerja seks itu sendiri juga begitu tinggi
sehingga mempersulit pelacakan.
Sulitnya
memperoleh data itu membuat masalah ini tidak mendapat perhatian yang
cukup, dan berdampak pada tidak jelasnya perlindungan yang (seharusnya)
diberikan oleh pemerintah bagi para pekerja seks, terutama pekerja seks
di bawah umur.
Solusi untuk mengurangi banyaknya Penjaja Seks Komersial adalah:
- Jam mata pelajaran pendidikan agama di setiap sekolah perlu ditambah.
- Sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya dan akibat dari hubungan seksual di luar nikah.
- Adanya reformasi dari aparat pemerintah.
- Adanya program merubah karakter masyarakat.
Meskipun
ini hanya sebuah opini dalam pemberian solusinya namun setiap orang tua
pasti memiliki cara-cara tersendiri untuk menjauhkan para remajanya
dari perbuatan tersebut. Penanggulangan Pekerja Seks juga bukan hanya
diciduk lalu diberi pelatihan tapi juga harus disalurkan untuk
mendapatkan pekerjaan baru yang layak. Selain itu harus adanya
reparadigm kepada tentang pekerja sek yang sudah berhenti dan hendak
bekerja agar mereka tidak dipandang remeh dan dikucilkan dilingkungan
tempat kerja atau di lingkungan masyarakat itu sendiri. (sumber: bambang nurdiansah/http://sosbud.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar