DOK/KALTENG POS// MASIH MUDA: PSK yang seringkali menjajakan diri di Lokalisasi Merong Muara
Teweh, banyak berusia masih muda.
Menggiurkannya
bisnis esek-esek ini, menginpirasi para PSK lokal untuk menjalankan
bisnis tersebut. Lihat saja kelompok PSK liar yang biasa makal pada
malam hari, di sekitar Pasar Pendopo dan Jembatan Butong, Muara Teweh.
=======================================================
LOKASINYA persis berada di tengah-tengah kota, namun jarang sekali aksi mereka terendus penertiban aparat. Mereka bebas menjalankannya, tanpa canggung dengan menggoda setiap orang yang melewati Tunggu Pahlawan, di depan eks Kantor Dinas Pendapatan Batara. Bahkan sebagian bola lampu taman dipecahkan, sehingga daerah itu menjadi lokasi remang-remang.
“Kami sebenarnya juga risih dengan aksi mereka, karena kami berjualan baik-baik disini, tapi kami dikira ikut aksi tersebut. Untungnya jualan tetap saja laku, terutama pembelinya para laki-laki yang hendak memboking PSK didaerah tersebut,” ucap seorang ibu muda yang minta namanya tak dikorankan.
Berdasarkan pengamatannya, diperkirakan ada sepuluhan PSK yang beroperasi di sekitar Pasar Pendopo. Enam orang khusus mangkal diwarung-warung, sedangkan beberapa di antaranya berdiri di Taman Tunggu Pahlawan tersebut. Namun ada juga sebagian waria yang ikut manggal disana.
PSK lokal ini umumnya berasal dari desa. Latar belakang mereka hingga terjun menjadi PSK di lokasi itu kebanyakan kecewa, karena ditinggal suami atau pacarnya. Namun ada pula yang karena faktor ekonomi.
Seperti pengakuan Ema (17), bukan nama sebenarnya. Karena tergiur memiliki materi seperti teman-teman kebanyakan, sehingga rela terjun menjadi salah satu PSK di Pasar Pendopo. Hebatnya dia bersama tiga rekannya sambil membuka warung di lokasi itu.
“Awalnya saya melihat teman disini pada punya HP (handphone) semua. Awalnya saya melakukannya dengan pacar baru saya. Modal untuk warung ini juga saya dapatkan dari hasil hubungan dengan pacar yang bekerja di kapal tarik tongkang batubara,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, bahwa pekerjaan mereka bersama temannya tak diketahui oleh orang tuanya, karena mereka diketahui hanya sebagai penjaga warung. Hanya beberapa orang langganan saja tahu jika berprofesi sebagai PSK.
Di warung ini hanya sekedar untuk negosiasi harga saja, sedangkan tempat kencan memanfaatkan penginapan atau hotel-hotel yang ada di daerah ini. Tapi itu dilayani hanya tengah malam, agar tak diketahui tamu lainnya.
Demikian pula dengan pengakuan Mida (28), juga bukan nama sebenarnya. Menurutnya terjun menjadi PSK di sekitar Jembatan Butong lantaran tak ada pekerjaan lain untuk memberi makan anak-anaknya. Suaminya lama meninggalkannya, jauh sebelum melahirkan kedua buah hatinya.
“Habis mau apalagi lamar pekerjaan susah, apalagi tidak punya keahlian sama sekali. Karena hanya ada kesempatan menjadi PSK, ya terpaksa dijalani saja. Mungkin hanya cara ini saya bisa, saya belum berpikir berhenti dari pekerjaan ini, kecuali uang sudah banyak atau ada laki-laki yang mau menerima diriku apa adanya. Mudah-mudahan saya cepat dapat uang biar cepat insap,” tuturnya malu-malu. sumber: http://www.kaltengpos.web.id
=======================================================
LOKASINYA persis berada di tengah-tengah kota, namun jarang sekali aksi mereka terendus penertiban aparat. Mereka bebas menjalankannya, tanpa canggung dengan menggoda setiap orang yang melewati Tunggu Pahlawan, di depan eks Kantor Dinas Pendapatan Batara. Bahkan sebagian bola lampu taman dipecahkan, sehingga daerah itu menjadi lokasi remang-remang.
“Kami sebenarnya juga risih dengan aksi mereka, karena kami berjualan baik-baik disini, tapi kami dikira ikut aksi tersebut. Untungnya jualan tetap saja laku, terutama pembelinya para laki-laki yang hendak memboking PSK didaerah tersebut,” ucap seorang ibu muda yang minta namanya tak dikorankan.
Berdasarkan pengamatannya, diperkirakan ada sepuluhan PSK yang beroperasi di sekitar Pasar Pendopo. Enam orang khusus mangkal diwarung-warung, sedangkan beberapa di antaranya berdiri di Taman Tunggu Pahlawan tersebut. Namun ada juga sebagian waria yang ikut manggal disana.
PSK lokal ini umumnya berasal dari desa. Latar belakang mereka hingga terjun menjadi PSK di lokasi itu kebanyakan kecewa, karena ditinggal suami atau pacarnya. Namun ada pula yang karena faktor ekonomi.
Seperti pengakuan Ema (17), bukan nama sebenarnya. Karena tergiur memiliki materi seperti teman-teman kebanyakan, sehingga rela terjun menjadi salah satu PSK di Pasar Pendopo. Hebatnya dia bersama tiga rekannya sambil membuka warung di lokasi itu.
“Awalnya saya melihat teman disini pada punya HP (handphone) semua. Awalnya saya melakukannya dengan pacar baru saya. Modal untuk warung ini juga saya dapatkan dari hasil hubungan dengan pacar yang bekerja di kapal tarik tongkang batubara,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, bahwa pekerjaan mereka bersama temannya tak diketahui oleh orang tuanya, karena mereka diketahui hanya sebagai penjaga warung. Hanya beberapa orang langganan saja tahu jika berprofesi sebagai PSK.
Di warung ini hanya sekedar untuk negosiasi harga saja, sedangkan tempat kencan memanfaatkan penginapan atau hotel-hotel yang ada di daerah ini. Tapi itu dilayani hanya tengah malam, agar tak diketahui tamu lainnya.
Demikian pula dengan pengakuan Mida (28), juga bukan nama sebenarnya. Menurutnya terjun menjadi PSK di sekitar Jembatan Butong lantaran tak ada pekerjaan lain untuk memberi makan anak-anaknya. Suaminya lama meninggalkannya, jauh sebelum melahirkan kedua buah hatinya.
“Habis mau apalagi lamar pekerjaan susah, apalagi tidak punya keahlian sama sekali. Karena hanya ada kesempatan menjadi PSK, ya terpaksa dijalani saja. Mungkin hanya cara ini saya bisa, saya belum berpikir berhenti dari pekerjaan ini, kecuali uang sudah banyak atau ada laki-laki yang mau menerima diriku apa adanya. Mudah-mudahan saya cepat dapat uang biar cepat insap,” tuturnya malu-malu. sumber: http://www.kaltengpos.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar