Selasa, 05 Agustus 2014

Pertobatan Sang Pelacur


Oleh : Setio Hadi 
"Jika engkau memandang sesuatu jangan hanya melihat kulit luar, karena yang tampak sebagai kulit, bisa jadi memang tampak buruk. Tetapi isi di dalamnya, ternyata sebuah mutiara yang indah nan elok rupawan serta tinggi nilai harganya."

Sebelumnya, proyek pembangunan real estate itu berlangsung lancar. Dalam tahap  pembebasan tanah, semua pihak, baik pihak developer, maupun masyarakat pemilik tanah, sama-sama menerima harga yang disepakati dengan perasaan lega. 

Kemudian tahap pembongkaran rumah-rumah dengan bulldozer tak ada hambatan. Hanya saja, pas ‘kerbau baja' itu akan melindas sebuah gundukan tanah untuk diratakan, tiba-tiba macet. Sepertinya gundukan tanah tersebut, adalah sebuah kuburan tua, namun tanpa tanda patok. 

Mesin bulldozer mendadak mati! Berkali-kali mesin itu dicoba dihidupkan, tetap saja ngadat. Bagian tekhnisi segera dipanggil untuk mengecek kenapa mesin bisa KO.  Setelah beberapa lama diperiksa, diotak-atik, hasilnya diputuskan semua dalam keadaan beres. Begitu distarter, mesin tetap tak mau menyala. Si Ahli mesin jadi pusing tujuh keliling. Kepala Pelaksana marah-marah, yang kena semprot si sopir bulldozer, dituduh tak becus mengoperasikannya.
 
Sudah lima jam lebih semua kru proyek dibuat stres, Tak bisa menemukan, apa yang menjadi penyebab dari kejadian ini.  Dalam keadaan suntuk, salah seorang dari mereka, tiba-tiba nyeletuk  " Mungkin biar bisa hidup lagi, ‘kerbau baja' itu, rupanya minta dimandiin dengan air kembang dulu." 

Yang lain jadi kaget, saling tengok. Lalu, manggut-manggut tanda setuju atas usulan yang kelihatan sepele itu. Sang Pimpinan Proyek rupa-rupanya juga mendengar celetukan itu. Llantas  berteriak memerintahkan anak buahnya:  " Ya ...ya  cepat carikan air kembang!,  kalau perlu yang tujuh rupa. "

Ajaib! Begitu, habis dimandikan air kembang tujuh rupa, bulldozer itu mau hidup lagi. Bunyinya meraung-raung pertanda siap kembali untuk bekerja. Si sopir dengan senyum menyeringai, perlahan-lahan menjalankan kerbau baja itu mendekati gundukan tanah untuk secepatnya bisa dibongkar.  

Tetapi, lagi-lagi setelah dekat dengan kuburan tua itu, bulldozer kembali tidak bisa bergerak maju. Hanya saja, mesinnya tidak ikut mati. Kemudian si sopir memundurkan bulldozer-nya, supaya bisa mengambil ancang-ancang. Aneh! Ketika dimundurkan bulldozer itu bisa jalan. Setelah posisi dirasa sudah pas dengan jarak kuburan, dia merangsek maju dengan menggunakan kekuatan full. Gas digeber keras, bunyinya meraung-raung memekakkan telinga. 

Begitu mendekati gundukan tanah, kerbau baja itu, kembali tak bergeming. Sepertinya gundukan tanah itu berubah menjadi tembok baja beton, yang menangcap ke dalam tanah dengan  sangat kokoh. Akhirnya waktu sampai masuk Isya, semua menyerah, tahap pembongkaran makam itu lantas dihentikan. 

Keesokan harinya sebelum dimulai, seorang kiai setempat sengaja diundang untuk memimpin doa bersama. Setelah selesai ritual doa, pembongkaran dilanjutkan kembali. Bapak kiai menyarankan jangan menggunakan bulldozer lagi. Sebaiknya tanahnya digali saja dan jenazah di dalamnya dipindahkan dulu.  Beberapa saat, makam itu kemudian bisa terbuka. Apa yang terlihat di dalamnya? Subhahanallah! Sungguh, sebuah pemandangan yang amat menakjubkan. Di dalam makam itu, tergeletak jenazah seorang perempuan dalam keadaan masih utuh. 

Padahal usia makam itu konon sudah 15 tahunan. Kain kafan yang membungkusnya juga masih utuh dan nampak putih bersih, tak ada noda tanah sedikitpun yang menempel. Ada lagi yang lebih takjub.  Wajahnya luar biasa muda dan cantik, dengan hiasan senyum tersungging di bibirnya, dari tubuhnya mengeluarkan bau harum minyak kesturi.

Tiba-tiba perempuan berwajah cantik itu sudah berada kian dekat dengan bibir lubang  yang menganga, dalam dan gelap. Lubang menganga itu sedikit demi sedikit siap menelan tubuhnya yang semampai bulat-bulat. Seakan-akan dari dalam kegelapan ada daya serap sangat kuat menarik siapapun yang berada di sekitarnya.

Dengan wajah basah penuh keringat perempuan berkulit putih bersih itu bertahan sekuat tenaga agar jangan sampai tersedot masuk ke dalam lubang maut tersebut. Tangannya menggapai-gapai, meraih apa saja yang bisa dijadikan pegangan. Namun di sekeliling lubang tersebut tidak ada tanaman atau batu atau apapun yang bisa diraihnya. Setiap kali yang dia pegang hanyalah tanah gembur yang tidak berguna bagi pertahanan dirinya. Dia semakin terseret mendekati lubang. Wajahnya menjadi sangat ketakutan. Di tengah-tengah suasana yang sangat tidak menguntungkan itu. Sayup-sayup dari kejauhan, terdengar suara amat lembut, dan sedikit menyejukkan hati perempuan elok tersebut. Memanggil-manggil dirinya dengan sebutan ‘anakku'. Dan memerintahkan untuk mengucap sebuah kalimat keselamatan. "Anakku, ayo...anakku mengucaplah..." Terdengar suara itu penuh kelembutan."Siapakah engkau wahai suara? Apa yang meski aku ucapkan?" Tanya si perempuan yang sedang diambang maut sambil kebingungan. "Siapa diriku itu tidak penting anakku. Cepatlah engkau mengucap saja dengan kalimat keselamatan. Supaya dirimu lolos dari maut ini." Jawab suara itu, yang semakin lama semakin jelas terdengar. Seakan-akan suara itu berada dekat di telingannya."Aku tidak mengerti, apa yang harus aku ucapkan? Wahai suara. Tolonglah aku...." "Sadarlah anakku, saat ini engkau berada dalam tumpukan dosa. Itulah sebabnya engkau terseret hampir masuk ke dalam lubang gelap." Perempuan yang malang itu semakin bingung  mendengar penjelasan dari suara-suara. Tapi gambaran tentang apa yang dilakukannya selama ini tiba-tiba tergelar di hadapannya. Seperti laiknya menyaksikan sebuah bioskop, dia kaget bahwa dirinya ikut main di dalamnya. Malah, rupanya dia sebagai peran utama.

Malam itu, dia sudah resmi menjadi wanita penghibur laki-laki hidung belang. Semenjak dirinya dikhianati oleh lelaki yang amat dicintainya. Setelah dengan sukarela menyerahkan mahkota keperawanannya, karena mengira kekasihnya itu bakal mengimbangi kasih cintanya yang selama ini dia berikan dengan tulus. 

Nyatanya tidak, semenjak kejadian itu lelaki kurang ajar tersebut tak pernah menunjukkan batang hidungnya, raib entah ke mana? Lantaran sakit hati dan dendam yang berkepanjangan pada lelaki itulah, akhirnya dia bisa terseret, dan terjun ke dalam lembah nista sebagai kupu-kupu malam.Di rumah hiburan ini dialah sang primadona. Lantaran dirinya paling cantik di antara gadis-gadis lainnya. Wajahnya bening, seperti artis dalam sinetron-sinetron kita itu. Langganan pertama, yang dilayani, adalah seorang laki-laki yang berumur jauh di atasnya. Tapi si kakek, adalah seorang kaya raya. 

Seminggu sekali si kakek itu, dengan setia selalu bertandang minta dipuaskan nafsu birahinya. Langganan kedua, pemuda ganteng banyak duit, anak salah satu pejabat daerah setempat. Kalau datang pemuda ini tidak menentu, bisa sewaktu-waktu, yang jelas lebih sering nongol daripada simbah yang satu tadi.   Seterusnya dari hari ke hari, seiring dengan berjalannya waktu. Yang memuja, dan sampai merasa kecanduan, dengan cara si primadona dalam melayani pelanggannya,  semakin membeludak. Dalam catatan buku hariannya saja, sudah sampai ke nomor 89 (delapan puluh sembilan), lelaki yang pernah memeluk dirinya. Konon, kabarnya sekarang harus pesan tempat dulu, jika menginginkan dilayani olehnya. Itupun harus masuk dulu dalam daftar antrian. Bisa jadi pesan hari ini, baru sebulan kemudian terpuaskan rasa gelegak, akan elusan hangat dari sang bidadari malam.Akhirnya, timbul kecemburuan di antara para lelaki yang menjadi pelanggannya itu. Rasa cemburu, semakin meruncing tajam. Persaingan tak bisa dihindarkan lagi. Penyebabnya jelas, mereka sudah tidak tahan dengan gelora nafsu birahinya sendiri, saat harus menunggu giliran berikutnya. 

Dan lebih lagi, yang menjadi penyebabnya adalah kecanduan yang luar biasa sudah merasuk ke dalam sistem syaraf mereka.  Suasana menjadi panas, ketika masih berada dalam daftar antrian. Saling menyerobot untuk mendapat giliran lebih dulu dilakukan dengan cara kasar dan terang-terangan. 

Kian hari keributan demi keributan sudah tak terhindarkan lagi. Malah semakin brutal, karena mereka sudah saling membawa senjata. Korban demi korban akhirnya berjatuhan, suasana menjadi tidak terkendali. Dengan keadaan chaos semacam itu, sang perempuan merasa puas. 

Sakit hati dan dendamnya selama ini terhadap laki-laki jadi terbayarkan. Akhirnya dia dengan seenaknya, memutuskan untuk pindah ke kota lain saja.

Profesinya sebagai perempuan penghibur kelas wahid tetap disandangnya dengan rasa bangga.  Di tempat baru ini pun, para lelaki yang merubungnya sudah seperti laron-laron dengan cahaya lampu. 

Suatu hari, seorang  lelaki dengan wajah lembut bersahaja datang kepadanya, itupun hanya sekali. Aneh, lelaki tersebut tidak minta dilayani laiknya pelanggan-pelanggan yang lain, dia hanya minta ijin untuk menatapnya beberapa saat, setelah itu berpamitan, pergi begitu saja. 

Dalam catatan hariannya lelaki misterius ini, sebagai tamunya bernomor ke seratus lima puluh tiga. Semenjak lelaki bersahaja datang itulah, setiap kali habis menerima dan melayani tamunya,  malamnya, dia selalu mengalami mimpi buruk. Mimpi terseret, hampir masuk ke dalam lubang gelap.

Begitu bioskop tentang dirinya itu selesai diputar, tubuhnya gemetaran hebat. Tidak kuat menahan tangisnya, air matanya tumpah-ruah tidak bisa dibendung lagi dan sangat lama. Badannya terguncang menahan perasaannya penuh dengan penyesalan. Jadi, selama ini perjalanan hidupnya hanya terbenam dalam lumpur dosa.

Dia menjadi sadar. Hatinya tergugah untuk berubah menuju ke jalan yang benar. Sebelumnya, peringatan-peringatan untuk berubah sudah ia dapatkan sejak lama. Dari para tetangga dia selalu mendapatkan sindiran, cemoohan, bahkan caci maki, bahwa yang ditempuh selama ini adalah kehidupan hina. Namun semua itu dia anggap angin lalu, tidak pernah digubris sedikitpun.Tangisnya belum akan berhenti. Tiba-tiba dia sadar dan ingat, kalimat apa yang harus diucapkan ? Dari hatinya yang paling dalam, mengucaplah ia dengan lirih dan sungguh-sungguh. "Astaghfiruuullllaaahhh....Astaghfiruuulllaaahhh....Dengan ijin-Mu aku bertobat Ya Allah...." Lubang yang menganga sangat dalam dan gelap itu kemudian hilang lenyap. Lantas, dihadapannya hanya ada cahaya putih, lalu mengajaknya untuk bangkit dari tempat tidurnya. Kemudian bersama cahaya putih itu, dia melesat ke atas menuju langit.

Di puncak ekstasinya akan pertobatan yang sungguh-sungguh, menarilah ia bersama malaikat di langit. Ia sangat khusuk dalam tarian. Ia telah diterima.

Pertobatan dirinya dilakukan dengan cara amat keras. Selama tujuh hari ini dia melakukan puasa ngebleng, tidak makan, tidak minum, hanya di dalam kamarnya sendirian tanpa berinteraksi dengan dunia luar, dan dijalani terus menerus tanpa jeda waktu. Memasuki dihari ke tujuh, ketika masih dalam posisi sujud, dia sudah tidak bergerak lagi, untuk selamanya. Satu hari kemudian, baru seorang pembantunya yang setengah baya mengetuk pintu kamarnya berulang-ulang. Tetapi lama sekali pintu tidak segera dibuka. Dengan terpaksa dan agak sedikit gugup, pembantu itu mendorong hendel pintu dengan pelan, pintu tidak terkunci dari dalam. Cahaya lampu di dalam kamar hanya  temaram berwarna hijau.  Pembantu itu mendapati ndoro putrinya sedang dalam keadaan telungkup bersujud. Dengan suara pelan ia mencoba menyapa   "Den ayu Arum bangun, ini sudah waktunya den ayu harus bangun. Karena sudah hari kedelapan, semenjak aden menyendiri itu. Pesan den Arum pada hari kedelapan saya kan disuruh untuk menengok den ayu. Ayo den ayu, sekarang bangunlah"  Tidak ada reaksi sama sekali. Dengan hati-hati si pembantu itu menyentuh tubuhnya. Begitu disentuh, tubuhnya langsung ambruk tak berdaya. Si pembantu menjerit kaget "Oalah Den Arum, apa yang terjadi dengan den ayu? Kenapa ini? tooolooong!"Upacara penguburan mantan wanita malam ini dilakukan dengan amat sederhana. Tidak ada saudara terdekat, yang nampak hadir. Hanya ada beberapa tetangga, itupun dengan ogah-ogahan. Sambil mencibir mengantar ke pemakaman. Sebagian besar dari mereka, justru masih  merasa jijik, mengingat tingkah polahnya selama ini. 

Hanya simbok pembantunya itu yang tahu, apa yang dilakukan ndoro putrinya saat-saat terakhir dalam hidupnya. Melihat sikap dari para tetangganya, yang terkesan menghina, orangtua separuh baya yang selalu setia melayani segala kebutuhannya itu hanya bisa trenyuh. "Oalah Den ayu Arum semoga engkau dia
mpuni oleh Gusti Allah.." Makam tua itu, sebelum tergusur oleh proyek real estate, tidak bertanda. Kemudian setelah jenazahnya dipindahkan. Oleh pimpinan proyek, makam itu baru dibangun dengan sepantasnya. Di atas nisannya, yang terbuat dari balok batu marmer, terukir indah sebuah tulisan, berbunyi "Di sini telah beristirahat dengan tentram. Seorang wanita, yang Insya Allah termasuk di dalam KekasihNya."  (dari: http://www.kabarindonesia.com/)


Tulungagung, Agustus 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar