Senin, 26 Mei 2014

Warga Ngotot Tolak Penutupan Lokalisasi Dolly-Jarak

Foto: Rois Jajeli/detikcom

Pemerintah Kota Surabaya melalui Wakil Walikota Wishnu Sakti Buana telah melakukan pertemuan dengan warga dan tokoh masyarakat setempat. Dari pertemuan yang berlangsung selama 5 hari, warga tetap ngotot menolak penutupan lokalisasi. Bahkan, warga juga siap menghadang siapa saja yang berani menutup lokalisasi.

"Kami menolak penutupan lokalisasi dan menolak segala bentuk tawaran dan kompensasi yang kami nilai tidak rasional dan tidak objektif," cetus Ketua Front Pekerja Lokalisasi (FPL) Suyitno saat jumpa pers bersama Ketua RW di kawasan lokalisasi, di balai RW 11 Pos Keamanan Jalan Jarak, Surabaya, Senin (26/5/2014).

Wawali Surabaya mendapatkan perintah dari Walikota Tri Rismaharini untuk mengajak dialog warga dan tokoh masyarakat di lima RW (RW 3, 6, 10, 11, 12) yang mencakup kawasan lokalisasi Dolly dan Jarak. Pertemuan yang digelar mulai 16 - 21 Mei dihadiri muspika Kecamatan Sawahan.

"Dalam proses dialog tersebut, Wawali maupun muspika yang datang tidak pernah bisa menjawab pertanyaan warga tentang maksud dan tujuan dari penutupan lokalisasi. Wawali juga tidak menyampaikan dengan lugas, tegas dan terbuka tentang rencana strategis, dasar analisis sosial-ekonomi-budaya maupun dasar legalitas untuk rencana penutupan lokalisasi Dolly-Jarak," cetusnya.

Ia menerangkan, Wawali memberikan janji bagi yang mau menutup lokalisasi sekarang akan mendapatkan program kompensasi yang sesuai dengan penghasilan warga saat ada lokalisasi, dan itu berlaku selamanya. Jika suatu saat tidak sesuai, maka warga maupun pengelola boleh membuka wisma kembali.

"Ini jelas sekali pembodohan dan tidak logis. Kompensasi yang nilainya kurang dari Rp 10 juta saja sampai hari ini belum mampu diselesaikan oleh pemkot di dua wilayah lokalisasi (Bangunsari dan Klakah Rejo) yang sudah ditutup," terangnya.

Dalam pertemuan Wawali dengan warga dan tokoh masyarakat lokalisasi Dolly-Jarak, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya Dwi-yang juga mantan Camat Sawahan, memberikan angin segar bahwa sudah ada 80 perusahaan yang siap menampung mantan PSK, pekerja lokalisasi maupun warga. Namun, tawaran tersebut ditolak warga, karena PHK sepihak, tenaga kerja outsourching, sistem kontrak dan gaji di bawah UMK serta tidak ada jaminan sosial, masih menjadi persoalan perburuhan di Kota Surabaya.
"Sampai hari ini saja Presiden RI tidak berani menghapus sistem kerja kontrak maupun outsourching, maka janji-janji kepala dinas tenaga kerja Surabayaadalah pembodohan dan kebohongan publik," tegasnya.

Ia menyimpulkan, pertemuan tersebut tidak memenuhi azas kepastian hukum, tertib penyelenggara negara, azas kepentingan umum, azas keterbukaan, azas proporsionalitas, dan azas profesionalitas.

"Selain itu, kewajiban meningkatkan kualitas kehidpuan masyarakat, mengembangkan kehidupan demokrasi, mewujudkan keadilan dan pemerataan, tidak tercemin dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh Wawali," ujarnya.

"Kami menuntut Wawali untuk melakukan klarifikasi serta meminta maaf secara terbuka atas pemberitaan di media, bahwa hasil kesimpulan dari temu warga adalah menerima rencana penutupan lokalisasi. Padahal, warga tetap menolak rencanan penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak," paparnya.

Sementara itu, Suroso salah satu ketua RT di RW 3 dengan tegas, warga akan menghadang siapa saja yang menutup lokalisasi Dolly dan Jarak.

"Kami siap menghadang Ikamra atau siapapun, kalau benar-benar 19 Juni ditutup. Jangan sampai kita dijajah orang asing. Kami akan melakukan perlawanan dengan darah penghabisan," teriaknya. (news.detik.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar