Senin, 26 Mei 2014

Ulama Dukung Penutupan Dolly




Lokalisasi dinilai lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat.

Wacana penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya, Jawa Timur, mengundang reaksi dari kalangan ulama.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain, mendukung penuh rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menutup lokalisasi yang sudah ada sejak 1966 itu.

Keberadaan tempat prostitusi tersebut, menurut Zulkarnaen, merupakan masalah bagi seluruh Indonesia. ''Lokalisasi ini merupakan aib bagi bangsa yang berketuhanan, apalagi di kota santri Jawa Timur,'' ujar Tengku kepada Republika, Ahad (18/5). 

Selain melanggar sila ketuhanan dan membawa aib, ia menilai, keberadaan lokalisasi Dolly merusak masa depan anak-anak di sekitar kawasan prostitusi itu. Sebab, setiap hari mereka melihat aktivitas para pekerja seks komersial (PSK).

Tengku tidak khawatir penutupan Dolly akan mengakibatkan semakin menyebarnya kegiatan prostitusi. Sebab, Pemkot Surabaya telah memberikan pembinaan dan pelatihan kepada para PSK di sana. Salah satunya, pelatihan menjahit.

Ia juga optimistis, penutupan Dolly akan berlangsung damai. ''Sutiyoso (mantan gubernur DKI Jakarta) pernah menutup tempat prostitusi dan itu aman-aman saja kok.''

Dukungan juga disuarakan Ketua Umum Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, KH Mutawakkil. Menurut dia, lokalisasi Dolly lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat. Karena itu, sangat tepat jika Dolly ditutup menjelang Ramadhan ini.

Mengenai pihak yang menolak penutupan lokalisasi ini, ia menilai, mereka adalah orang-orang yang memiliki kepentingan di tempat tersebut.

Ia juga menuturkan, Pemkot Surabaya telah mempersiapkan pekerjaan bagi para PSK. Artinya, Pemkot Surabaya tidak akan menelantarkan para PSK setelah Dolly ditutup. "Pemkot ingin memberi pekerjaan yang terhormat dan Pemkot sudah menyiapkan anggaran yang besar," katanya.

Seperti halnya Tengku, ia pun tidak khawatir penutupan Dolly akan mengakibatkan menyebarnya kegiatan prostitusi. Ia yakin, dengan pekerjaan terhormat yang disediakan Pemkot Surabaya, para PSK akan berhenti menggeluti pekerjaan lamanya.

Penutupan Dolly, menurut Mutawakkil, merupakan amanat dari para kiai di Jawa Timur. Karena itu, NU melakukan komunikasi langsung dengan Pemkot Surabaya atas rencana penutupan Dolly.

''Selama ini, Nahdlatul Ulama Jawa Timur juga telah mengirimkan dai untuk memberikan pendampingan kepada para PSK di lokalisasi Dolly.''

Pengamat sosial dan budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rachmawati berpendapat, dalam rencana penutupan lokalisasi Dolly, Pemkot Surabaya perlu memperhatikan latar belakang perempuan memilih profesi sebagai pekerja seks. Umumnya, mereka terdesak akibat lilitan utang, sehingga terpaksa menjadi pekerja seks.

Berbeda dengan Tengku dan Mutawakkil, Devie mengkhawatirkan menyebarnya kegiatan prostitusi pascapenutupan Dolly. ''Jika hal itu terjadi, akan sangat berdampak terhadap lingkungan masyarakat.''

Ia juga mengingatkan Pemkot Surabaya untuk menyiapkan lahan pekerjaan produktif bagi para PSK Dolly. Pemkot juga harus membantu proses rehabilitasi sosial terhadap mereka.

"Saya mendukung penutupan Dolly, asalkan diikuti dengan serangkaian kebijakan pemerintah yang memperhatikan kehidupan mereka pascapenutupan. ''(www.republika.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar