Kamis, 29 Mei 2014

SOEKARWO: PENUTUPAN LOKALISASI DOLLY SESUAI JADWAL

Penutupan Lokalisasi Dolly dipastikan tidak akan dilakukan pengunduran atau sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan oleh Pemkot Surabaya. Kepastian ini disampaikan oleh Gubernur Jawa Timur, H Soekarwo setelah koordinasi dengan pihak Pemkot Surabaya.
“Penutupan sesuai jadwal. Kita dorong agar segera direalisasikan meski banyak penolakan,” kata Soekarwo dikonfirmasi usai mengikuti upacara ziarah dalam rangka Harkitnas di Makam Pahlawan Dr Soetomo Jl Bubutan Surabaya, Selasa (20/5).
Dikatakan Soekarwo, Pemprov Jatim mendorong penutupan ini telah menyiapkan bantuan berupa dana bencana sosial unttuk menjelaskan program-program kelanjutan yang akan dilakukan Pemkot setelah penutupan usai. “Ini termasuk penanganan bencana sosial. Dana kita tidak terbatas. Karena itu harus segera ditutup,” papar Soekarwo.
Sehari sebelumnya, Senin (19/5), juru bicara Pemerintah Kota Surabaya, Muhammad Fikser juga memastikan  rencana penutupan kawasan lokalisasi Dolly tetap tidak berubah meskipun ditentang warga dan pekerja seks komersial. Pemkot, kata Fikser, sudah merancang strategi dengan mendekati warga sekitar lokalisasi satu per satu. Cara ini dinilai lebih efektif ketimbang rapat-rapat terbuka. Setiap warga didata dan disodori tawaran ihwal keinginan serta harapan setelah lokalisasi Dolly tutup.
Ihwal demonstrasi ratusan PSK dan warga di depan kantor Kelurahan Putat Jaya pada Senin siang, Fikser menyerahkan urusan itu kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) untuk menyampaikan keluhan warga secara resmi kepada Wali Kota Surabaya. “Biarkan Bakesbangpol yang menangani demo itu. Tentu kami akan pertimbangkan keluhan warga, namun penutupan tetap sesuai jadwal,” ujarnya.
Sebelumnya, ratusan orang yang terdiri atas warga dan pekerja seks di lokalisasi Dolly mengajukan tujuh tuntutan kepada Pemerintah Kota Surabaya. Massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Bersatu ini menyampaikan tuntutan itu kepada Wali Kota Risma. “Ada tujuh tuntutan yang harus diterima Pemkot Surabaya,” kata Koordinator Komunitas Pemuda Independen Lokalisasi, Saputro.
Tujuh hal tersebut di antaranya menolak penutupan lokalisasi, menolak segala bentuk diskriminasi ataupun intimidasi, mendesak penghentian segala aktivitas yang menimbulkan keresahan masyarakat lokalisasi, dan mendesak Pemkot Surabaya mengusut tuntas pelaku pemalsuan identitas peserta pelatihan PSK.
Selain itu, Saputro juga mendesak pemerintah Surabaya mengusut pemakaian uang rakyat yang digunakan untuk studi banding ke bekas lokalisasi di Kramat Tunggak Jakarta; mendesak pengusutan atas penyelewengan dana kompensasi penutupan tiga lokalisasi sebelumnya dan menuntut pemerintah Surabaya membuat payung hukum untuk melindungi wilayah lokalisasi. (http://www.jatimprov.go.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar