Senin, 26 Mei 2014

Rengkuh surga bareng Poliana

Rengkuh surga bareng Poliana
Pelacur Belia Poliana. mirror.co.uk 

Duduk di atas ranjang berseprei dipenuhi pelbagai mainan kesayangan dengan rambut panjang diikat pita merah muda, Poliana seperti remaja tak berdosa. Padahal anak perempuan 14 tahun ini adalah pelacur.

Di kamar tidurnya, hanya beberapa meter dari sebuah stadion baru seharga Rp 3,9 triliun, itulah Poliana menjual tubuhnya kepada lusinan buruh konstruksi saat istirahat makan siang. Bayarannya kelewat murah. Dengan kocek Rp 51 ribu saja, seorang pekerja bisa
menyalurkan hasrat seksualnya dengan Poliana.

Dia tidak sendirian.

Hasil investigasi dilansir mingguan Sunday Mirror Desember tahun lalu menyebutkan ada ratusan pelacur belia siap melayani buruh bangunan dalam proyek stadion Piala Dunia 2014 di Kota Sao Paulo, Brasil. Bahkan ada yang masih sebelas tahun.

Mereka diyakini bagian dari jaringan prostitusi anak dijalankan oleh geng narkotik hingga mafia Rusia. Pelacur-pelacur bau kencur ini beroperasi di sekitar stadion-stadion sedang dibangun dan bakal merajalela menyasar penonton saat perhelatan itu bergulir dua hari
lagi.

Sejumlah laporan menyatakan Sao Paulo, kota terbesar kedua di Brasil dan berpenduduk 11,3 juta, kedatangan bus-bus berisi gadis-gadis belia layaknya Poliana. Mereka berasal dari kantong-kantong kemiskinan di seantero negeri Samba itu.

Pelacur-pelacur belia itu bahkan berani beroperasi terang-terangan di depan polisi saat siang. Mereka memuaskan nafsu para pelanggan di hotel esek-esek murahan ada di sekitar stadion atau membawa mangsa mereka ke kamar tidur mereka di favela (permukiman kumuh).

Warga Favela da Paz, tidak jauh dari Stadion Arena Corinthians, Sao Paulo, mengklaim anak-anak itu dipaksa melacur oleh geng-geng kejahatan.

Poliana bilang dia biasa bertemu klien-kliennya di Hotel Palace. Bangunan bercat merah muda ini dikenal sebagai hotel favorit buat bermain dengan pelacur. Padahal hukum di Brasil melarang anak di bawah umur memasuki lokasi remang-remang itu. "Pemiliknya kenal saya jadi mereka membiarkan saya masuk," kata Poliana.

Poliana mengatakan kebanyakan pelanggannya adalah buruh-buruh pembangunan Stadion Arena Corinthians. Dua pekan lalu dia sadar telah hamil.

Dia baru tiga bulan melacur. Dia mengaku terpaksa melakukan itu setelah ibunya meninggal. Dia pernah tergoda untuk menjadi pelacur lantaran teman-teman sebayanya juga menjalani pekerjaan hina itu. "Saya berjalan keluar rumah malam itu. Saya tidak tahu bagaimana mencari uang untuk makan dan membayar sewa rumah," ujar Poliana. "Ternyata tidak lama untuk mencari siapa mau membayar saya. Ada banyak pria di sekitar stadion mencari seks."

Menurut Poliana, ada banyak gadis belia dari keluarga miskin melacurkan diri kepada buruh-buruh proyek stadion. Bahkan banyak yang lebih muda ketimbang dirinya, berumur 11 dan 12 tahun. Dia mengaku kerap menjadi pelacur tertua di jalan. "Ketika Piala dimulai akan ada banyak pelacur seusia saya dan lebih muda. Tiap orang berpikir bisa meraup banyak uang dari pelancong asing datang ke sini," tuturnya.

Ribuan pendukung tim nasional Inggris diperkirakan akan membanjiri Sao Paulo. Kesebelasan dari negara Tiga Singa ini bakal melakoni laga perdana pada 19 Juni menghadapi Uruguay.

Pelacur belia lainnya adalah Thais, 16 tahun. Dia bisa melayani sampai 15 lelaki saban hari. Tarifnya sekali genjot Rp 51 ribu hingga Rp 78 ribu. "Hampir semua klien saya adalah buruh proyek stadion. Mereka selalu membayar tapi kadang memperlakukan saya tidak baik," katanya.

Persis Poliana. Thais beralasan kematian orang tuanya memaksa dia menjadi pelacur. Dia merasa bersyukur negaranya ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia. Sebab dia yakin bakal makin banyak pelanggan bisa disasar. "Saya akan mematok tarif bagi orang asing Rp 975 ribu buat sekali main," ujarnya. (www.merdeka.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar