Senin, 26 Mei 2014

Penutupan Gang Dolly & Masa Depan Generasi Indonesia


H.M. I. El Hakim. (Foto: dok. pribadi) H.M. I. El Hakim. (Foto: dok. pribadi)  

KONON Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal memiliki lahan prostitusi terbesar di ASEAN, Gang Dolly di Kota Surabaya, Jawa Timur. Ribuan pekerja seks komersial (PSK) memadati gang-gang sempit di sana. Gang Dolly dapat dikatakan ramai dan hampir tidak pernah sepi pengunjung. Kesesakannya kian parah dengan jejeran kendaraan yang parkir di sisi jalan. Tak jarang, di akhir pekan kondisi ini bisa menimbulkan kemacetan.
Pemerintah Kota Surabaya, di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini, memiliki rencana untuk menutup teritori prostitusi yang ada di kotanya. Sejak jauh-jauh hari, dia beserta jajaran pemerintah kota memberikan sosialisasi, edukasi dan rehabilitasi kepada masyarakat, khususnya PSK, yang berada di titik-titik merah. Hampir seluruh wilayah yang memiliki bisnis prostitusi terang-terangan telah dinyatakan steril. Mulai dari daerah Moro Seneng, Kremil, hingga Dolly pun secara intensif direduksi pengaruhnya.
 
Panggilan Jiwa Ibu Walikota

Pada awal terpilihnya, Risma belum memiliki rencana untuk menutup lokalisasi di Surabaya. Hal ini disebabkan dia masih beranggapan jika ditutup, PSK di sana justru bertebaran di jalan. Dan ini akan merepotkan. Akan tetapi pendapat Risma mulai runtuh ketika dia melihat PSK di bawah umur yang terhitung banyak. Rencana strategis-taktis pun dia susun bersama jajarannya.

Biaya, tenaga dan usaha yang besar jelas membayangi upaya penutupan total bisnis “esek-esek” ini. Risma pun menggandeng banyak pihak untuk mendukung dan membantunya.Dia menggandeng institusi pemuda, keagamaan hingga pendidikan. Perlahan namun pasti, hasil nyata mulai terlihat.

Halangan dan tantangan dari pihak yang kontra tidak jarang menghalau upaya Risma. Ini memang wajar mengngat besarnya arus perputaran uang baik bagi warga sekitar, pemungut “pajak”, pemilik usaha maupun PSK itu sendiri. Di sisi lain, edukasi yang diberikan oleh Pemerintah Kota Surabaya kepada PSK tidak sedikit yang mengentaskan mereka menjadi mandiri dan berdaya guna.
 
Dampak Jangka Panjang Penutupan Lokalisasi

Getolnya upaya Risma bukan tanpa alasan. Dukungan dari kaum agamawan dan intelektual untuk mempercepat penutupan lokalisasi, khususnya Gang Dolly, menjadi salah satu suara yang juga dihembuskan oleh banyak pihak termasuk warga Surabaya. Bisa jadi, suara yang sama juga muncul dari beberapa wilayah di Indonesia, di tengah krisis moralitas yang menerpa, diperparah pendidikan jati diri yang belum ajeg.

Penutupan Dolly sendiri setidaknya akan memajukan selangkah upaya serius negara yang diwakili oleh pemerintah kota sebagai pemegang kebijakan di Surabaya untuk memperbaiki generasi muda. Lokalisasi terbuka akan menjadi sejarah yang bisa diambil pelajaran bahwa memperjuangkan moral positif juga butuh usaha yang besar.

Oleh sebab itu, sudah selayaknya gerakan ini didukung dan ditinjau sebagai satu upaya yang juga bisa dilakukan secara nasional di setiap kabupaten/kota yang masih memiliki lokalisasi terbuka. Adanya pihak yang kontra maupun besarnya pengeluaran bukan berarti kemustahilan pelaksanaan upaya tersebut, untuk menyongsong moralitas generasi Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

H.M. I. El Hakim
Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Airlangga
Pemerhati Hukum dan Sosial di Masyarakat Yuris Muda Airlangga
(kampus.okezone.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar