Mungkin hampir semua orang sudah pernah merasakan nikmatnya makan buah naga (Dragon Fruit). Buah naga ini biasanya banyak dicari orang terutama dari kalangan Thionghoa mendekati perayaan tahun baru Imlek, karena dianggap membawa berkah atau keberuntungan.
Namun salah satu petani buah naga di Dukuh Prampalan RT 26, Desa Krikilan, Kecamatan Masaran Sragen, Warjimin Ardie, tidak hanya menjual buah naga ke konsumen, tetapi dia juga memanfaatkannya untuk dibuat sirup, minuman segar dan fermentasi. Ide kreatif ini dimulai Warjimin setelah setahun dia bertani buah naga.
Dia mulai menanam pada tahun 2006 lalu. Selama setahun berjalan ternyata tidak semua buah naga yang dijual laku di pasaran. Banyak buah yang dikembalikan atau diretur oleh pedagang karena tidak laku. Itu masih belum termasuk buah naga yang kecil-kecil tidak laku dijual, terkena jamur dan busuk.
Berangkat dari pengalaman itu, Warjimin lantas berpikir kreatif untuk membuat peluang usaha baru dengan memanfaatkan buah naga yang tidak terjual untuk dibuat minuman segar, sirup dan diproses fermentasi. Gagasan itu pun membawa hasil, berbagai jenis minuman sekarang sudah bisa dinikmati dan dijual ke berbagai daerah. Warjimin menamakan hasil produknya tersebut dengan “Minaga” singkatan dari minuman penambah tenaga.
“Ini hanya untuk solusi, jadi kalau buahnya bagus dan laku untuk dijualya kita tidak bikin minuman. Tapi kenyataannya, dari sekitar 3 ton buah naga yang kita jual, ternyata ada beberapa retur dan ciri, pecah dan sebagainya. Itulah yang kita bikin minuman. Jadi tidak ada sekecil apa pun buah yang kita buang,” jelas Warjimin kepada TimloMagz.
Khusus untuk proses fermentasi dari buah naga ini Warjimin yang dibantu oleh 4 orang tenaga memang membutuhkan waktu cukup lama, yakni sekitar satu bulan. Dia mengaku untuk membuat proses fermentasi itu rela belajar sampai Tailan. Setelah berhasil membuat fermentasi, awalnya minuman “Minaga” itu hanya dibagikan kepada teman-temannya. Tetapi hanya sebentar, kemudian dia mulai menjualnya ke pasaran.
Untuk harga Minaga setiap botol ukuran besar bervariasi, tergantung dari jenis dan tingkatannya. Untuk jenis Minaga SR1 harganya Rp 40.000, Minaga SR2 Rp 70.000, Minaga SR3 Rp 120.000 dan untuk Minaga SR Special harganya Rp 175.000. Sebenarnya untuk sebutan SR itu hanya untuk membedakan kandungan buahnya, kalau SR1 berarti kandungan buahnya 1 kilogram, SR2 kandungan buahnya 2 kilogram dan seterusnya hingga SR special yang kandungan buahnya 5 kilogram. Makanya harganya pun berbeda kendati ukuran botolnya sama. Sedangkan untuk harga Minaga bentuk sirup Rp 35.000 per botolnya.
Warjimin menjelaskan, untuk Minaga hasil fermentasi sama sekali tidak memakai bahan pengawet, tapi kalau untuk Minaga Sirup dan minuman segar memakai asam sitrat sesuai petunjuk dari Kementerian Kesehatan dan BPOM. Sedangkan kandungan alkohol dalam Minaga fermentasi juga disesuaikan dengan petunjuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) di mana tidak melebihi 0,7 persen.
“Kalau fermentasi ini bisa dikatakan obat herbal, karena setelah minum ini cepat sekali reaksinya bagi tubuh kita. Yang punya penyakit bisa sembuh, termasuk ambein, diabetes, keputihan, penurunan kolesterol dan meningkatkan ketajaman mata. Tapi kalau untuk ibu hamil dan anak-anak sebaiknya bentuk sirup,” kata Warjimin.
Dalam setahun, Warjimin mengaku mampu memproduksi Minaga tidak kurang dari 20.000 botol. Selain di Sragen, Minaga juga didistribusikan ke wilayah Solo, Karanganyar, Boyolali, Wonogiri, Bogor dan Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar