Minggu, 07 Februari 2016

Tukang Gigi dan Obat Kuat di Antara Bolongnya Aturan

KOMPAS.COM/DIAN ARDIAHANNISeorang petugas keamanan melakukan penjagaan di Klinik Chiropractic First yang berada di Mal Pondok Indah 1, Jakarta Selatan pada Kamis (7/1/2016).



Bisnis kesehatan masih menjadi usaha menjanjikan. Peminatnya pun berasal dari berbagai kalangan. Namun, minimnya pengawasan oleh pemerintah membuka celah pelanggaran.
Agustus 2015, karyawati perusahaan minyak dan gas Allya Siska Nadya (33) meninggal diduga akibat malapraktik yang dilakukan terapis dr Randall Cafferty di Klinik Chiropractic First, Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan.

Setelah kasus itu mencuat, sejumlah klinik serupa yang tak mengantongi izin ditutup oleh Polda Metro Jaya.
Di Jakarta, tak hanya bisnis pengobatan gangguan sistem tulang belakang, saraf, dan otot (chiropractic) yang berkembang.

Praktik kesehatan lain, seperti tukang gigi dan penjualan obat kuat, pun menjamur.

Sebut saja klinik AD, yang merupakan tempat berlabel "ahli gigi" di kawasan Tanjung Duren Selatan, Jakarta Barat. Lokasinya berjarak sekitar 10 meter dari mulut gang permukiman padat penduduk. 

Di ruang sempit seluas 2 meter x 1,5 meter, pemilik melayani pelanggan dengan aneka keluhan gigi.

Ada yang menambal gigi palsu, ada pula yang mengganti karet kawat gigi. Saat Kompas menanyakan pelayanan pemasangan kawat gigi, pemilik mematok harga Rp 1,5 juta.
Tukang gigi lain di Kemanggisan bahkan melayani pemutihan gigi.
Hal itu melanggar Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan, dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi.

Menurut aturan, tukang gigi hanya diperbolehkan membuat gigi tiruan lepasan dan memasang gigi tiruan lepasan.
Saat bekerja pun, pemilik AD tidak menggunakan peralatan memadai. Lelaki berinisial A itu hanya memakai masker penutup. 

Ia tak menggunakan sarung tangan sekali pakai yang lazim digunakan dokter gigi. Namun, peralatan lain, seperti pembersih kawat gigi, bor, serta kawat dan karet gigi, tersedia di sana.

"Tempat ini sudah 10 tahun beroperasi. Jarang ada pelanggan yang mengeluh. Kami juga punya izin dari Persatuan Tukang Gigi Indonesia," ujar A, Minggu (31/1).
A mengaku belajar teknik pengobatan gigi secara otodidak dari ayahnya. Ayahnya memiliki keahlian tukang gigi dan mewariskan kepada beberapa anaknya.

Untuk peralatan, ia mendapatkan dari distributor yang memasok bahan-bahan serupa kepada dokter gigi.
Obat kuat
Selain tukang gigi, peredaran obat kuat pun marak dan mudah didapat. Penggunaan obat kuat tidak jarang justru membuat penggunanya sakit, bahkan berujung kematian. 

Awal bulan lalu, seorang tukang becak di Jakarta Utara meninggal setelah menggunakan obat kuat. Diduga, dia kelebihan dosis.
Di sepanjang Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat, pedagang obat kuat gampang ditemui, bahkan pada siang hari.

AB (30), memiliki satu toko obat yang berada di tepi jalan. Pria asal Karawang, Jawa Barat, ini telah tiga tahun berjualan obat kuat di situ.
AB bahkan sanggup membayar Rp 7 juta per tahun untuk sewa lapak seluas 3 meter x 2 meter.

Sebuah kamar mandi terletak di dalam lapak. Obat-obat kuat ditata di sebuah meja kaca di dalam lapak. Obat yang dijual Abeng antara lain Viagra atau Pil Biru, Cialis, dan Black Ant.
Viagra dijual Rp 70.000 per butir, sementara sebutir Cialis Rp 30.000. Kedua jenis obat ini paling banyak dibeli orang.

AB menjamin bukan barang palsu. "Coba saja dipatahin Pil Biru-nya. Kalau asli itu enggak bisa patah. Itu asli, dijamin khasiatnya," tambahnya.
Dia mengaku berjualan karena diajak temannya. "Dapat pasokan obat dari dia juga," ucapnya tanpa mau menyebut nama dan perusahaan tempat temannya dapat pasokan obat kuat.
Dalam sehari, dia kedatangan 3-10 pembeli. Pembeli paling banyak dalam sehari 10 orang.
Para pedagang pun tidak pernah diawasi dan dilarang berjualan. Mereka juga mengatakan, penggunaan obat kuat tidak berefek samping mematikan apabila dikonsumsi secara normal. Obat tidak boleh diminum berlebihan atau dicampur dengan obat-obatan lain.
AF (41), warga Ciracas, Jakarta Timur, beberapa kali menggunakan obat kuat jenis Pil Biru atau Viagra. Saat menggunakan, jantungnya berdegup lebih cepat. Bahkan, kadang disertai rasa sakit kepala.
"Tidak lama setelah diminum, jantung seperti dipompa. Sekitar 15 menit kemudian, efeknya mulai terasa. Biasanya sampai tiga jam," ucapnya. Akan tetapi, dia tidak mau meminum lebih dari satu butir.
Pembina Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Indah Suksmaningsih mengatakan, selama ini pengawasan tenaga kesehatan berbasis keahlian belum optimal. 

Pengawasan diserahkan kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Padahal, KKI juga mengurusi pengawasan tenaga kesehatan medis berbasis profesi.

Ia berharap ke depan Kementerian Kesehatan memecah pengawasan terhadap tukang dan ahli kesehatan berbasis keahlian. (http://megapolitan.kompas.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar