Selasa, 15 Desember 2015

Nikita Mirzani dan Kisah Seorang Pelacur

Nikita Mirzani dan Kisah Seorang Pelacur

tribunnews.com
Nikita Mirzani 
BEBERAPA malam lalu, jelang pergantian hari, saya membaca laporan-laporan seorang reporter yang sedang meliput razia polisi (dan Satpol PP) di satu kawasan "Lampu Merah" di Medan.
Di antara sejumlah laporannya, satu laporan membuat saya berhenti membaca agak lama, tersendat, sebelum kemudian meneruskannya dengan konsentrasi yang telah tergerus.
Laporan itu terkait seorang perempuan diduga pelacur. Maaf jika ada di antara Anda sekalian yang merasa kurang nyaman dengan kata ini.
Terus terang, saya memang lebih memilih menggunakan kata ini ketimbang istilah yang bersopan-sopan tapi salah kaprah semacam Pekerja Seks Komersial atau yang terkesan "orde baruis" seperti pramuria atau wanita kupu-kupu malam.
Pelacur ini sedang hamil tujuh bulan dan tetap menjual diri karena kebutuhan hidup di satu sisi dan paksaan suami di sisi yang lain. Suaminya yang sontoloyo ini beredar di kawasan yang sama, sebagai preman yang menyaru juru parkir.
Perempuan ini tidak menangis. Dia memceritakan kisahnya dengan lancar namun justru karena itu jadi mengharukan. Betapa atas nama hidup seorang perempuan rela menjajakan dirinya.
Kisahnya membuat saya teringat pada liputan yang saya lakukan sendiri untuk satu majalah gaya hidup di Jakarta, kurang lebih 10 tahun lalu. Perihal seorang perempuan muda, penyanyi dangdut yang gagal, yang pada akhirnya (mengaku) terpaksa menjual tubuh kepada lelaki manapun yang datang ke satu kawasan "Lampu Merah" di Gadog, Cipanas.
Dia anak tertua dari tujuh bersaudara. Ayahnya meninggal saat ia masih SMP dan itu membuat dia berhenti sekolah. Dua adiknya juga terhenti di bangku SMA.
Dia, tuturnya pada saya, melakukan pekerjaan ini sama sekali bukan demi kesenangan diri, melainkan untuk menyelamatkan masa depan empat adiknya yang lain, dan untuk mendapatkan biaya perawatan ibu yang sakit-sakitan pascakematian sang ayah.
Sejak menulis bagi majalah itu dan beberapa majalah gaya hidup lain, kisah seperti ini sudah nyaris rutin saya dengar. Kisah-kisah prihatin yang hampir-hampir terasa klise.
Meski terkadang ada juga sejumlah pelacur yang dengan enteng, sembari cengengesan, mengatakan bahwa mereka melakukan pekerjaan ini sama sekali bukan lantaran keterpaksaan.
Mereka melacur semata-mata karena pekerjaan ini enak dan asyik, cepat dapat duit, dan ketimbang capek-capek nenteng ijazah melamar pekerjaan ke sana-kemari, keluar-masuk kantor tanpa ada jaminan diterima, mending jadi lonte. Betul-betul brengsek.
Lalu, di manakah posisi para artis, para pesohor dan sosialita, yang di balik segenap kecemerlangan dan kegegapgempitaan hidupnya, ternyata menjual tubuh juga?
Malam tadi, dua orang pesohor yang satu di antaranya disebut-sebut Nikita Mirzani, ditangkap polisi lantaran diduga terlibat jaringan prostitusi. Nama ini sesungguhnya sudah lama dicurigai sebagai artis merangkap pelacur.
Ia bergaya hidup mewah, padahal pencapaian-pencapaiannya di panggung hiburan tanah air terbilang menyedihkan.
Ia bermain dalam film-film kualitas kacang rebus yang gagal di pasaran, membintangi sinetron dan reality show yang tak laku, dan lebih sering muncul di acara-acara gosip lantaran kasus-kasus memalukan.
Saat Anggita Sari, model majalah dewasa ditangkap karena kepergok melacur, mucikarinya menyebut nama belasan artis dan Nikita termasuk di dalamnya.
Namun Nikita membantah. Ia berkali-kali berkilah. Menurutnya, inisial NM bisa jadi orang lain dan tuduhan tersebut tidak didasari bukti.
Sekarang bukti itu sudah ada. Nikita, konon ditangkap saat berada di satu hotel berbintang lima yang terletak di jantung Jakarta. Dia bersiap-siap masuk kamar (versi lain disebut-sebut sudah masuk kamar dan sudah mulai melayani "tamu") dan padanya ditemukan alat kontrasepsi.
Pertanyaannya, jika memang benar Nikita Mirzani melacur, apakah dia melakukannya karena terpaksa? Saya kira demikian. Dia terpaksa karena sadar betul sebagai artis berkualitas jebluk, namun terlanjur bergaya hidup mewah.
Twitter: @aguskhaidir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar