Kompleks Pelacuran Dolly di Surabaya sudah ditargetkan akan ditutup pada 19 Juni 2014. Walikota Surabaya, Ibu Tri Rismaharini (Risma) – yang punya julukan singa betina ini, sangat yakin dengan keputusannya dan tidak bisa diganggu gugat lagi.
Langkah yang diambil oleh Ibu Risma mendapat banyak dukungan dari masyarakat dan berbagai organisasi agama. Kalau dipikir, kok mereka bisanya cuma mendukung saja ya? Selama ini mereka ngapain?? Kalau tidak ada ibu Risma pasti mereka tidak akan ada aksi apa-apa sampai sekarang. Kenapa bisanya cuma ikut-ikutan dan berteriak lantang di belakang saja?? :p
Menurut catatan “sejarah” komplek ini didirikan oleh seorang wanita Belanda bernama Dolly sebagai tempat khusus bagi para tentara Belanda masa itu untuk mendapatkan pelayanan seks. Dolly pada awalnya hanya menyediakan beberapa wanita saja, namun karena semakin banyak peminat yang datang, akhirnya Dolly makin berkembang. Tamu-tamu yang datang bukan hanya dari kalangan tentara Belanda saja, ada juga penduduk lokal, saudagar kaya, atau para pedagang dari negara lain yang singgah di pulau Jawa. Saat ini kompleks Dolly sudah menjadi area lokalisasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara. Dolly juga disebut-sebut sebagai penyumbang APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Surabaya terbesar, yang mana angkanya mencapai puluhan miliar rupiah tiap bulannya.
Masyarakat menganggap rencana penutupan komplek Dolly ini sangat tepat, karena melanggar aturan agama, merusak moral, bertentangan dengan norma-norma dalam masyarakat, dan sering menjadi penyebab kasus human trafficking. Meski tujuannya baik, rencana ini tidak serta-merta disetujui oleh semua orang. Penolakan datang khususnya dari para pekerja dan orang-orang disekitar komplek yang biasa mendapatkan penghasilan dari bisnis seks ini.
Meski alasan-alasan yang mendasari penutupan kompleks Dolly terdengar positif, apakah hal tersebut adalah tindakan yang tepat? Jika kita pikir secara rasional, apakah dengan ditutupnya tempat tersebut akan menyelesaikan masalah tanpa membuat masalah baru? Dengan mengesampingkan soal dosa, mari kita lihat “sisi negatif” dari penutupan sebuah lokalisasi pelacuran:
1. Banyak orang kehilangan pekerjaan
Tidak bisa disangkal jika sebuah kompleks pelacuran ikut menghidupi masyarakat di sekitarnya. Contohnya kompleks Dolly ini, dimana ada sekitar 800 penginapan di sekitar area tersebut. Belum lagi sejumlah café, warung, dan toko-toko. Selain itu banyak orang yang mendapatkan penghasilan secara tidak langsung seperti supir taksi, tukang ojek, penjaja makanan, buruh cuci setrika, dan lain-lain. Penutupan kompleks ini akan mengurangi atau bahkan menghilangkan sumber penghasilan mereka.
2. Pekerja seks akan tersebar di mana-mana
Dengan ditutupnya suatu kompleks pelacuran maka para pekerja seks akan menyebar ke mana-mana tanpa bisa terpantau. Hal ini lebih berbahaya, bukan tidak mungkin akan tumbuh bisnis-bisnis seks skala kecil hasil dari penyebaran tersebut. Belum lagi jika mereka “berdagang” di area perumahan yang tentunya akan mengganggu ketentraman masyarakat sekitar. Lokalisasi pelacuran lebih memberi “keamaman” karena posisinya tidak berada di tengah-tengah perumahan penduduk.
3. Penyebaran penyakit kelamin semakin besar
Para pekerja seks sangat jarang yang peduli dengan penyakit, dan pastinya mereka tidak melakukan pengecekan rutin ke dokter. Pekerja seks yang bekerja di dalam sebuah lokalisasi biasanya rutin mendapat kunjungan petugas medis untuk mengecek kondisi mereka. Selain pengobatan, juga diberikan penyuluhan untuk mencegah penyakit kelamin. Pekerja seks independent tidak terpantau oleh lembaga yang berwenang (karena bekerja secara sembunyi-sembunyi). Bisa dipastikan penyebaran penyakit kelamin pun semakin besar dan sulit terdeteksi.
Penutupan lokalisasi pelacuran bukan cuma soal menutup dan mencabut izin operasinya. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana para pekerja seks itu bisa survive dengan melepaskan profesinya selama ini. Apakah ada yang mau mempekerjakan mereka yang tidak memiliki keahlian apapun? Apakah ada yang mau membiayai mereka kursus keterampilan selama berbulan-bulan? Apakah ada yang mau menanggung biaya hidup mereka selama mereka mencari pekerjaan baru atau mengikuti kursus? Apakah ada yang mau memberi modal agar mereka bisa memulai usaha kecil-kecilan??
Anda tidak bisa berkata “Jika ada niat baik maka Tuhan akan membantu”. Semudah itukah?? Apakah niat baik saja cukup untuk modal hidup? Apakah uang bisa jatuh dari langit?? Jika memang harus menutup sebuah kompleks pelacuran tentunya harus dipikirkan secara matang, dan pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bukan hanya memberi pelatihan 1-2 minggu lalu lepas tangan. Mereka harus dibina hingga benar-benar bisa berdiri sendiri. Apakah Anda percaya memberikan selembar bahan mahal dan meminta dibuatkan sebuah baju pada tukang jahit yang baru belajar selama 2 minggu tanpa pengalaman sebelumnya?? Apakah Anda mau memakai pembantu rumah tangga yang mantan pekerja seks? Saya yakin, Anda pasti takut suami Anda akan digoda!
Saya pribadi tidak pernah setuju dengan bisnis seks apapun bentuknya, apalagi sampai dilegalkan. Namun untuk membersihkan dunia dari bisnis seks sangatlah tidak mungkin. Pelacur disebut sebagai salah satu profesi tertua di dunia. Sampai kapan pun pelacuran akan tetap ada. Banyak negara mengizinkan tempat pelacuran, seperti halnya perjudian (kasino). Hal ini bukan berarti mendukung perbuatan dosa/maksiat, namun agar lebih mudah memantau dan mendata berapa jumlah mereka, meminimalkan resiko penyakit kelamin, dan mencegah pekerja seks “mengotori” wilayah lain.
Meskipun bukan pekerjaan halal, namun profesi ini tidak bisa disamakan dengan penjahat seperti penipu, perampok, atau pun korupsi. Seperti jasa-jasa lainnya, jasa seks ini akan terus ada selama masih ada pembelinya. Anehnya pembelinya luput dari hujatan, karena masyarakat terlalu sibuk mencaci-maki penjualnya saja.
Daripada Anda cuma bisa berteriak-teriak, bicara moral, dan berlagak sok suci, kenapa Anda tidak memberikan mereka pekerjaan?? Kenapa Anda tidak ada ide membangun pesantren khusus mantan pekerja seks atau membuat apa lah yang berguna. Jika Anda tidak bisa merubah atau membantu apapun, ya sudah jangan menghujat. Bukankah Tuhan sudah menyiapkan neraka?? (http://www.desisachiko.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar