5-04-2013 15:53
Dia menjadi pelacur idola. Banyak pria keluar masuk kamar. Tetapi tidak sedikit pula yang kaget saat mengetahui dia ternyata wanita bisu.
Malam itu, air dari langit turun dengan rintik. Tidak ada tanda-tanda hujan akan deras. Jalanan di Moroseneng, lokalisasi nomor dua terbesar di Surabaya itu, becek. Beberapa kali orang-orang hilir mudik sembari mengangkat celana panjangnya. Sesekali mata mereka memicing ke sebuah wisma.
Tampak deretan wisma berjejer. Di dalamnya, tampak kerumunan wanita-wanita bahenol nan seksi. Malam ini siapa meniduri siapa!
Lokalisasi Moroseneng memang sudah lama menjadi lokasi hiburan murah meriah bagi lelaki hidung belang. Mereka yang berdompet tipis, biasanya lari ke tempat itu.
Banyak wanita!
Mau muda atau tua!
Mereka datang dari berbagai daerah!
Punya latar belakang berbeda!
Mau halus atau kasar!
Soal kemolekan, rata-rata sama!
Pelayanan pun sama!
Tapi, tidak ada yang gratis!
Kalau mau enak ya bayar!
Tetapi, siapa sangka jika di salah satu wisma terdapat seorang wanita yang cukup unik. Nama wismanya tidak perlu disebut. Cuma, wisma tersebut cukup terkenal di dunia perlendirian Moroseneng.
Wanita itu duduk dengan manis. Dia tampak anggun dari 175 penjaja cinta yang menghuni 27 wisma. Keanggunan itu jelas terpancar di wajahnya. Senyumnya sumringah. Setiap lelaki yang datang memandang dari jendela depan, selalu dibalas dengan senyuman. Sesekali dia pasang badan cuek. Sekedar untuk mencuri perhatian.
Malam itu, Yuli, demikian namanya, mengenakan kaos merah ketat dan celana pendek ketat pula. Tampaklah tonjolan dada berukuran 34 menjulang ke langit. Lalu, dengan lampu menyala terang, paha nan mulus itu terlihat bagaikan cahaya berkilauan. Bodoh kalau pria tidak tertarik dengannya.
Yah, wanita berusia 25 tahun tersebut sudah lama menghuni wisma. Dia datang dari Cirebon Jawa Barat. Menjadi pelacur, katanya, bisa mengangkat perekonomian keluarga.
Sudah dua tahun ini Yuli bekerja di wisma tersebut. Bulan Juli 2011, itulah awal Yuli menobatkan diri menjadi pelacur. Sejak itu, Yuli menjadi pelacur idola. Banyak pria keluar masuk ke kamarnya. Tetapi tidak sedikit pula yang kaget saat mengetahui Yuli ternyata bukan wanita normal.
Yup, wanita tersebut ternyata mengalami bisu atau tuna wicara. Wanita yang namanya minta dituliskan persis seperti di KTP, memang menjadi primadona di wisma. Tetapi, dia juga hidup dalam kebisuan.
Yuli bisu tapi tidak tuli. Dia tetap bisa mendengar orang berbicara padanya. Kendati bisu, Yuli dalam sehari masih sanggup melayani 10 pria.
Saat berbicara dengan TABLOID 8, Yuli lebih banyak menggunakan bahasa isyarat. Tapi jika lawan yang diajak bicara kesulitan mencerna maksudnya, barulah dia akan menggambar atau menulis. Dan kepada TABLOID 8 Yuli lebih banyak menulis.
“Sshh…aaayyya…pppp…ppeee…cccc….uuuu…mmm….nnnn,” katanya.
Karena tidak tahu maksud Yuli, wanita segera menulis kata-kata yang dimaksud. “Saya pelacur untuk makan,” tulisnya sambil didampingi pemilik wisma yang biasa dipanggil mami.
Foto: http://www.siaga.co/news/2013/04/24/.../#.UV_YBUpx1F0
Malam itu, air dari langit turun dengan rintik. Tidak ada tanda-tanda hujan akan deras. Jalanan di Moroseneng, lokalisasi nomor dua terbesar di Surabaya itu, becek. Beberapa kali orang-orang hilir mudik sembari mengangkat celana panjangnya. Sesekali mata mereka memicing ke sebuah wisma.
Tampak deretan wisma berjejer. Di dalamnya, tampak kerumunan wanita-wanita bahenol nan seksi. Malam ini siapa meniduri siapa!
Lokalisasi Moroseneng memang sudah lama menjadi lokasi hiburan murah meriah bagi lelaki hidung belang. Mereka yang berdompet tipis, biasanya lari ke tempat itu.
Banyak wanita!
Mau muda atau tua!
Mereka datang dari berbagai daerah!
Punya latar belakang berbeda!
Mau halus atau kasar!
Soal kemolekan, rata-rata sama!
Pelayanan pun sama!
Tapi, tidak ada yang gratis!
Kalau mau enak ya bayar!
Tetapi, siapa sangka jika di salah satu wisma terdapat seorang wanita yang cukup unik. Nama wismanya tidak perlu disebut. Cuma, wisma tersebut cukup terkenal di dunia perlendirian Moroseneng.
Wanita itu duduk dengan manis. Dia tampak anggun dari 175 penjaja cinta yang menghuni 27 wisma. Keanggunan itu jelas terpancar di wajahnya. Senyumnya sumringah. Setiap lelaki yang datang memandang dari jendela depan, selalu dibalas dengan senyuman. Sesekali dia pasang badan cuek. Sekedar untuk mencuri perhatian.
Malam itu, Yuli, demikian namanya, mengenakan kaos merah ketat dan celana pendek ketat pula. Tampaklah tonjolan dada berukuran 34 menjulang ke langit. Lalu, dengan lampu menyala terang, paha nan mulus itu terlihat bagaikan cahaya berkilauan. Bodoh kalau pria tidak tertarik dengannya.
Yah, wanita berusia 25 tahun tersebut sudah lama menghuni wisma. Dia datang dari Cirebon Jawa Barat. Menjadi pelacur, katanya, bisa mengangkat perekonomian keluarga.
Sudah dua tahun ini Yuli bekerja di wisma tersebut. Bulan Juli 2011, itulah awal Yuli menobatkan diri menjadi pelacur. Sejak itu, Yuli menjadi pelacur idola. Banyak pria keluar masuk ke kamarnya. Tetapi tidak sedikit pula yang kaget saat mengetahui Yuli ternyata bukan wanita normal.
Yup, wanita tersebut ternyata mengalami bisu atau tuna wicara. Wanita yang namanya minta dituliskan persis seperti di KTP, memang menjadi primadona di wisma. Tetapi, dia juga hidup dalam kebisuan.
Yuli bisu tapi tidak tuli. Dia tetap bisa mendengar orang berbicara padanya. Kendati bisu, Yuli dalam sehari masih sanggup melayani 10 pria.
Saat berbicara dengan TABLOID 8, Yuli lebih banyak menggunakan bahasa isyarat. Tapi jika lawan yang diajak bicara kesulitan mencerna maksudnya, barulah dia akan menggambar atau menulis. Dan kepada TABLOID 8 Yuli lebih banyak menulis.
“Sshh…aaayyya…pppp…ppeee…cccc….uuuu…mmm….nnnn,” katanya.
Karena tidak tahu maksud Yuli, wanita segera menulis kata-kata yang dimaksud. “Saya pelacur untuk makan,” tulisnya sambil didampingi pemilik wisma yang biasa dipanggil mami.
Foto: http://www.siaga.co/news/2013/04/24/.../#.UV_YBUpx1F0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar