Caption foto: ilustrasi, Kali Jodo akan dijadikan ruang terbuka hijau (the jakarta post.com)
Pemda DKI akan mengubah kawasan Kali Jodo, Jakarta Utara
menjadi ruang terbuka hijau. Warga yang bermukim di sana akan
direlokasi, tapi tidak bagi para Pekerja Seks Komersial (PSK).
"Kalau kena
kami, enggak mau kita bikin lokalisasi. Kalau kena mereka, ya diusir
saja. Semua pemukiman di sekitar inspeksi dan waduk itu akan
dibersihkan. Kami ingin buat jalan dan jalur hijau," ujar Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok), Wakil Gubernur DKI Jakarta, pada Jumat (28/2/2014).
Di Kali Jodo
terdapat lokasi prostitusi yang letaknya persis di bantaran Kanal Banjir
Barat. Jika jalur tersebut dibuat ruang terbuka hijau dan sungai itu
pun ikut dinormalisasi, PSK akan diusir tanpa memberikan bantuan secara
khusus. Kecuali PSK tersebut memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI
Jakarta, Pemprov DKI akan memberikan rumah susun yang sudah dibangun di
beberapa tempat di Jakarta.
"Kalau
dipindah ke rusun, ya tidak apa-apa. Kalau ada juga yang akan disediakan
rusun kalau dia ada KTP. Kalau tidak ada KTP DKI ya tidak dapat rusun,"
ujar dia.
Sebelumnya,
ketika melakukan blusukan bersama pertama kali, Jokowi dan Ahok sempat
mengunjungi pemukiman yang dikenal sebagai tempat lokalisasi atau warung
remang-remang di samping Kali Jodo ini.
Di lokasi
itu, banyak terdapat rumah yang sekaligus dijadikan warung. Banyak
bertuliskan seperti Wisma Jelita, Pelangi Indah, Dhimas Andika, Wisma
68, Nona Manis, dan lain-lain. Beberapa di antaranya terpampang iklan
merek minuman alkohol.
Menurut
sejarah, Koran Tempo edisi 5 maret 2002 menulis cerita Kali Jodo, bahwa
sejak abad 18, Kali Jodo sudah terkenal sebagai ladang bisnis seks. Di
sebelah Banjir Kanal Barat – Kali Angke itu jadi langganan para pria
Cina mencari teman kencan atau membeli gundik.
Perempuan
lokal dipoles dan dilatih lagu-lagu Mandarin untuk memikat para babah
atau perantau dari Cina. Sejak itu, praktis Kali Jodo ikut memainkan
peran penting terjadinya asimilasi pria-pria Tionghoa dan warga pribumi.
Sampai era 50-an, para mucikari masih terlihat bersama
perempuan-perempuan yang ditawarkan di atas perahu-perahu di Kali Angke.
Pada 1998,
lokalisasi digusur oleh Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta. Beberapa germo
terusir dengan ganti rugi uang. Namun hingga kini, diam-diam di beberapa
gang masih ada lokalisasi kelas pinggiran. (sumber: http://www.nefosnews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar