TEMPO/ Arie Basuki
Pemerintah Kabupaten Ponorogo menutup lokalisasi prostitusi di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Sukorejo, untuk sementara waktu. Transaksi seksual di tempat pelacuran itu dihentikan selama 40 hari, yakni dari 26 Juni hingga 4 Agustus 2014.
"Sesuai peraturan Bupati (Amin), penutupan sementara lokalisasi ini sebagai salah satu upaya menjaga situasi yang kondusif selama bulan Ramadan," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Ponorogo Herry Sutrisno, saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2014.
Penutupan sementara tersebut, menurut dia, telah disepakati oleh pekerja seks komersial, muncikari, dan pengurus lokalisasi sebulan lalu. Karena itu, Herry memastikan tidak ada lagi aktivitas di tempat pelacuran Desa Kedungbanteng. "Hasil pengecekan saya semalam, sudah tidak ada lagi pekerja seks yang berada di sana. Semua sudah pulang kampung," ujarnya.
Meski demikian, lokalisasi di Desa Kedungbanteng tetap dipantau untuk menghindari berlangsungnya transaksi seksual. Pemantauan secara intensif tersebut melibatkan pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan anggota Musyawarah Pimpinan Kecamatan Sukorejo.
Ketua pengurus lokalisasi di Desa Kedungbanteng, Sunyoto, mengatakan penutupan sementara itu berlangsung setiap kali menjelang Ramadan hingga setelah Lebaran. Menurut dia, sebanyak 191 PSK dan 39 muncikari tidak merasa keberatan menghentikan aktivitasnya selama 40 hari. "Mereka pulang ke rumahnya," katanya.
Ratusan pekerja seks dan muncikari di lokalisasi tersebut berasal dari beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sesuai dengan salinan fotokopi yang dimiliki pengurus, Sunyoto mengatakan, mereka berasal dari Trenggalek, Tulungagung, Madiun, Pacitan, dan Wonogiri. (www.tempo.co)
"Sesuai peraturan Bupati (Amin), penutupan sementara lokalisasi ini sebagai salah satu upaya menjaga situasi yang kondusif selama bulan Ramadan," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Ponorogo Herry Sutrisno, saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2014.
Penutupan sementara tersebut, menurut dia, telah disepakati oleh pekerja seks komersial, muncikari, dan pengurus lokalisasi sebulan lalu. Karena itu, Herry memastikan tidak ada lagi aktivitas di tempat pelacuran Desa Kedungbanteng. "Hasil pengecekan saya semalam, sudah tidak ada lagi pekerja seks yang berada di sana. Semua sudah pulang kampung," ujarnya.
Meski demikian, lokalisasi di Desa Kedungbanteng tetap dipantau untuk menghindari berlangsungnya transaksi seksual. Pemantauan secara intensif tersebut melibatkan pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan anggota Musyawarah Pimpinan Kecamatan Sukorejo.
Ketua pengurus lokalisasi di Desa Kedungbanteng, Sunyoto, mengatakan penutupan sementara itu berlangsung setiap kali menjelang Ramadan hingga setelah Lebaran. Menurut dia, sebanyak 191 PSK dan 39 muncikari tidak merasa keberatan menghentikan aktivitasnya selama 40 hari. "Mereka pulang ke rumahnya," katanya.
Ratusan pekerja seks dan muncikari di lokalisasi tersebut berasal dari beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sesuai dengan salinan fotokopi yang dimiliki pengurus, Sunyoto mengatakan, mereka berasal dari Trenggalek, Tulungagung, Madiun, Pacitan, dan Wonogiri. (www.tempo.co)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar