Ilustrasi
Editor
Perdagangan manusia Indonesia di luar
negeri sepertinya selalu menjadi isu seksi. Lemahnya pengawasan
pemerintah dan kemampuan sumber daya manusia Indonesia yang rendah
disinyalir menjadi biang keladi.
Untuk kasus human trafficking di Tiongkok, sejak Januari 2015
pemerintah telah memulangkan sekitar 40 orang WNI yang bekerja secara
ilegal di Tiongkok. Pemerintah Tiongkok sendiri, tidak mengijinkan
adanya buruh migran di wilayahnya, kecuali di Hong Kong dan Makau.Oleh sebab itu, para pekerja ilegal tersebut ditengarai merupakan korban tindak kriminal perdagangan manusia. Persoalan ini menjadi pelik karena korban sendiri sering tak terus terang ketika diinterogasi. Padahal, ini penting untuk mengungkap kasus ini secara tuntas.
Sebagian besar TKI yang diselundupkan ke Tiongkok daratan menjadi wanita penghibur, dan untuk TKI pria dijadikan buruh kasar di pabrik atau pelabuhan.
Meski telah memulangkan sekitar 40 orang TKI ilegal, jumlah WNI yang menjadi korban perdagangan manusia di Tiongkok daratan masih terus bertambah.
Salah satunya AS (29) , perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, yang dipaksa sebagai wanita penghibur di SPA dan karaoke di Tangsha, di luar kota Beijing.
AS dibeli oleh agen di Tiongkok dari agennya di Blitar, sebesar 15 ribu Yuan atau sekitar Rp30 juta. Perempuan yang pernah dua tahun bekerja di Panasonic, Malaysia tersebut tiba di KBRI Beijing pada Kamis (7/5) malam.
"Saya diimingi gaji besar, dua belas juta, kerja di kafe di Tiongkok. Tetapi sampai sini, saya kerja di SPA plus-plus, dan seminggu kemudian di karaoke, selama sebulan. Dan karena tidak tahan, ada kesempatan saya kabur dan melapor ke KBRI," ungkapnya.
Ia mengungkapkan, saat tiba di tempatnya bekerja telah ada WNI lain yang telah lama bekerja di SPA.
"Ketika ada razia, kami berpencar, entah sekarang mereka dimana. Saya bisa lolos razia karena dijamin bos saya. Bos saya memindahkan saya ke KTV, di sana juga sudah ada WNI lain, saat saya kabur mereka sedang bekerja, melayani tamu masing-masing," tutur AS.
Sebagian WNI korban perdagangan manusia ditampung di KBRI Beijing, dan rumah penampungan Kantor Keamanan Publik Tiongkok.
Pemerintah setempat menetapkan bagi buruh migran yang telah lebih dari sebulan berada di Tiongkok, diharuskan membayar denda 10.000 Yuan dan tinggal di rumah penampungan Kantor Keamanan Publik.
Mereka akan dipulangkan setelah menjalani segala proses administrasi hukum, serta difasilitasi KBRI antara lain dengan penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi TKI yang paspornya disita majikan atau agen. (http://nasional.rimanews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar