Kamis, 26 Februari 2015

Lahan Bekas Lokalisasi di Ponorogo untuk Apa?

Lahan Bekas Lokalisasi di Ponorogo untuk Apa?
Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, belum memiliki rencana pasti ihwal pemanfaatan bangunan dan lahan lokalisasi prostitusi di Dusun Sekuwung, Desa Kedungbanteng, Kecamatan Sukorejo, yang bakal ditutup pada 9 Juni mendatang. “Sampai sekarang masih kami kaji tentang peruntukannya,” kata Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ponorogo, Sumani, Selasa, 24 Februari 2015.

Menurut Sumani, ada beberapa alternatif untuk memanfaatkan lahan dan bangunan bekas lokalisasi tersebut. Di antaranya dijadikan lembaga pendidikan. Selain itu, untuk pasar hewan dan akan dikembalikan ke fungsi asalnya, yakni sebagai lahan persawahan. Status lahannya memang tanah kas desa.

Karena status tersebut, Sumani melanjutkan, pemerintah daerah tidak berencana memberikan ganti rugi bangunan kepada pemilik 37 wisma di lokalisasi. Para pemilik rumah dan warung makan hanya akan diberi uang pesangon seperti halnya warga yang selama ini mengadu nasib di sana, antara lain juru parkir, penjual sayur, dan tukang cuci pakaian.

Pesangon bagi sekitar 300 orang itu sudah diajukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan nominal Rp 610 juta. Hingga kini, Sumani menyatakan belum ada informasi lebih lanjut tentang bantuan dana bagi warga yang terkena dampak rencana penutupan lokalisasi yang berdiri sejak 1982 tersebut.

Sedangkan uang pesangon bagi para pekerja seks, Sumani menyatakan, sudah disiapkan sebanyak Rp 888,8 juta. Duit yang bersumber dari pos uang kesejahteraan sosial Kementerian Sosial itu diperuntukkan bagi 176 pekerja seks yang telah tervalidasi. Masing-masing di antara mereka mendapatkan jatah Rp 5,05 juta.

Utami, 36 tahun, salah satu pekerja seks, mengatakan rencana pemberian pesangon sudah beberapa kali disampaikan petugas Dinas Sosial sejak akhir 2014. Para penjaja seks diminta membuka rekening tabungan di bank. Beberapa di antara mereka telah mengirim nomor rekening ke petugas Dinas Sosial. “Uang pesangon akan dimasukkan ke rekening kami,” tuturnya.

Hadi Sunyoto, tokoh masyarakat di lokalisasi Kedungbanteng, hanya bisa pasrah terhadap rencana penutupan tempat prostitusi tersebut. Sebab, menurut dia, kebijakan pemerintah tidak bisa ditepis.

“Kami ingin bangunan yang ada juga dihitung dan diganti dengan uang. Karena kami membangunnya sendiri,” ujarnya. (www.tempo.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar