Senin, 26 Mei 2014

Akibat Seks Bebas, Banyak Pelajar SMA Menyandang Predikat ODHA



Ilustrasi HIV/AIDS. [Google] Ilustrasi HIV/AIDS. [Google]
Sedikitnya ada 10 orang pelajar SMA sederajat di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, hampir dipastikan terinfeksi virus mematikan Human Immunodeficiency Virus and Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).

Data ini didapat dari Klinik Voluntary Concelling and Testing (VCT) RSUD dr Soebandi, Jember yang melakukan pendataan  selama Januari-April 2014.

Dengan demikian, sejak 2004-2013 jumlah pelajar yang positif terkena virus HIV/AIDS sekurang-kurangnya mencapai 25 orang. “Ini data para pelajar yang dengan suka rela datang memeriksakan diri ke VCT RSUD dr Soebandi saja lho.

Padahal, sesuai dengan teori gunung es (iceberg theory), jika di permukaan yang terlihat saja ada 10 orang, maka diperkirakan jumlah keseluruhan mereka yang belum terlihat terkena virus mematikan itu diperkirakan mencapai 100 orang dengan HIV/AIDS atau ODHA,” ujar dr Justina Evi Tyaswati, Koordinator Konselor Klinik VCT dr Soebandi Jember yang dihubungi SP, Selasa (20/5).

Dari hasil wawancara terhadap ke-10 pelajar yang seluruhnya laki-laki itu, mereka tertular HIV/AIDS karena melakukan hubungan seks dengan pekerja seks komersial.

Yang membuat bulu kuduk merinding adalah, mereka juga melakukan hubungan seks bebas dengan sesama pelajar perempuan di satu sekolah atau sekolah lainnya. 

“Kita baru bisa mengetahui kondisi mereka (pelajar ODHA), setelah mereka memeriksakan diri ke VCT RSUD dr Soebandi,” ujarnya sambil membenarkan, VCT kemudian secara rutin memberikan pendampingan.

Justina Evi Tyaswati bersama dokter-dokter yang bekerja di VCT RSUD dr Soebandi Jember menyatakan keprihatinannya yang mendalam dengan perilaku para pelajar saat ini, sehingga mereka tertular penyakit yang menggerogoti kekebalan tubuhnya.

“Hampir setiap tahun jumlah penderita HIV/AIDS di Jember ini terus meningkat, dengan angka peringkat pertama 20-35 tahun dan peringkat kedua usia antara 15-19 tahun, melalui heteroseksual,” ujarnya sambil menyebutkan, bahwa mengacu pada data di klinik VCT RSUD dr Soebandi Jember, tercatat 15 pelajar dan tiga mahasiswa terinfeksi HIV/AIDS sejak 2004 hingga 2013.

Sementara itu, menurut Yumarlis, Humas Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember, jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Jember mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Ia juga mengaku prihatin, karena justru kalangan usia produktif seperti pelajar dan mahasiswa yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk memberantas penyebaran HIV/AIDS, justru ikut terjebak melalui pergaulan seks bebas.

Ia tidak menampik dengan semakin meningkatnya pelajar yang menyandang predikat ODHA, menunjukkan bukti kebenaran nyata atas dibongkarnya arisan seks yang dilakukan pelajar SMA sederajat (di Situbondo) oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Situbondo, beberapa waktu yang lalu.

Dinkes dan Dinas Pendidikan (Disdik) Jember terus melakukan sosialisasi terhadap para pelajar tentang bahayanya penyakit HIV/AIDS, sehingga mereka menjauhkan diri dari pergaulan bebas.

“Penularan virus HIV/AIDS di kalangan pelajar sebelumnya ditengarai karena menggunakan jarum suntik pada saat mengkonsumsi narkoba. Namun beberapa tahun terakhir justru mereka malah menggelar arisan seks sebulan sekali. Mereka melakukan hubungan seks bebas dengan gonta-ganti pasangan dan berperilaku seks menyimpang. Ini sangat memprihatinkan,” tandas Yumarlis.

Pelajar yang menyandang predikat ODHA, sama dengan menghabisi kecerahan prospek masa depan mereka sendiri.

Di Tulungagung

Kasus penyebaran virus HIV/AIDS di Kabupaten Tulungagung, Jatim juga dilaporkan dalam kurun waktu Januari-April 2014 juga mengalami peningkatan sebesar 11 persen.

Peningkatan jumlah ODHA itu dipastikan dipicu oleh meningkatnya aktivitas prostitusi gelap di dua kompleks eks lokalisasi Ngujang di Kecamatan Ngantru dan eks lokalisasi Kaliwungu di Kecamatan Ngunut, yang sebenarnya telah ditutup sejak 2012 lalu.

“Semburatnya para pekerja seks komersial (PSK) dari kota-kota besar yang lokalisasinya ditutup, juga ikut memicu beroperasinya PSK-PSK tersebut di kota kabupaten di Jatim secara terselubung. Tercatat sebanyak 86 pasien ODHA yang teridentifikasi di klinik VCT selama empat bulan terakhir. Tahun lalu kasusnya tercatat sebanyak 741 ODHA, sekarang bertambah menjadi 827 ODHA,” ujar Komisioner KPA Kabupaten Tulungagung, Ifada, yang dikonfirmasi terpisah, Rabu (21/5) tadi pagi.

Jumlah itu sangat mungkin akan terus bertambah. Sebab, kata Ifada, banyak ODHA yang diprediksi enggan memeriksakan diri ke klinik VCT RSUD dr Iskak Tulungagung maupun layanan kesehatan keliling yang selenggarakan Dinkes setempat.

Upaya KPA bersama Dinkes dalam mengidentifikasi penyebaran salah satu jenis penyakit paling mematikan di dunia itu semakin terkendala lantaran dua lokalisasi pelacuran yang menjadi kawasan risiko tinggi kini telah ditutup pemerintah, namun aktivitas prostitusi terus berlangsung semakin marak dan menyebar ke warung remang-remang di pelosok-pelosok pedesaan.

Penutupan lokalisasi memungkinkan para PSK justru melakukan aktivitas transaksi seksual tanpa terpantau oleh Dinkes, baik selama masih tinggal di dalam area eks lokalisasi maupun di luar.

Di satu sisi penutupan lokalisasi tanpa dibarengi dengan pengalihan profesi para PSK dan mucikarinya, menimbulkan kendala bagi upaya Dinkes dalam menanggulangi ODHA dan mencegah penyebarannya.

Ifada menambahkan, aktivitas prostitusi para PSK itu di Tulungagung kini dilakukan secara terselubung melalui warung remang-remang, tempat hiburan rumah kafe dan karaoke yang tidak jauh dari tempat itu pengelolanya malah menyediakan sejumlah kamar khusus.

Di tempat yang sama disinyalir juga menjadi sentra penjualan minuman keras ilegal dari berbagai merek dengan omset penjualan mencapai ribuan botol per bulannya plus narkoba. [www.suarapembaruan.com] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar