Swedia menilai prostitusi legal yang
disarankan oleh Amnesty International melalui putusan hukum
'dekriminalisasi' tidak lebih baik dari sistem hukum Swedia. (Wikimedia
Commons/Holger Ellgaard)
Melalui undang-undang prostitusi, Amnesty berpendapat bahwa hak asasi manusia terhadap pekerjaan di industri ini akan dilindungi.
"Pekerja seks merupakan salah satu kelompok yang paling terpinggirkan di dunia, dan dalam kebanyakan kasus menghadapi risiko diskriminasi, kekerasan dan pelecehan," ujar Sekretaris Umum Amnesty International, Salil Shetty dalam pernyataan, dikutip dari The Washington Post, Kamis (20/8).
Tindakan Amnesty mendapat dukungan dari seluruh dunia. Anggota Dewan Distrik Kolombia, David Grosso, misalnya, mengumumkan bahwa ia mempertimbangkan untuk memperkenalkan undang-undang serupa.
Meski demikian, tindakan ini tak luput dari kritik serius, terutama dari pemerintah Swedia.
Pada Kamis, Menteri Luar Negeri Swedia Margot Wallstrom mengatakan ia mengundang pejabat Amnesty untuk berdiskusi mengenai kebijakan Swedia terhadap prostitusi.
"Mereka kalah banyak dan tidak cukup sukses (mempromosikan dekriminalisasi). Banyak orang yang meninggalkan diskusi bersama Amnesty," ujar Wallstrom.
"Kami kira ada alasan baik untuk mengundang Amnesty datang ke sini dan melihat sistem kami," lanjutnya.
|
Sistem hukum Swedia merupakan salah satu alternatif terbaik atas larangan penuh terhadap prostitusi. Dibandingkan mengkriminalisasi penjual seks, sistem hukum ini mengkriminalisasi pembeli seks dan mengganjarnya dengan hukuman penjara.
Gagasan ini lebih baik dibandingkan membidik penyedia layanan seks karena dapat memotong permintaan. Menurut salah satu pengamat, Charles Lane, sistem hukum Swedia membebankan penghukuman kepada pelanggan yang mayoritas pria, bukan pelacur yang mayoritas perempuan.
Swedia memperkenalkan sistem hukum ini pada 1999. Sejak itu, sistem ini ditiru di berbagai negara seperti Norwegia, Islandia dan dipertimbangkan di sejumlah negara lain.
Pada awal tahun, sistem hukum ini diumumkan oleh Parlemen Eropa sebagai sebuah model yang berpotensi digunakan di seluruh negara Benua Biru tersebut.
Salah satu laporan baru-baru ini yang dipublikasikan oleh badan pemerintah Swedia menemukan bahwa prostitusi jalanan kian menurun sejak pertengahan 1995. Hal ini diyakini dipengaruhi oleh kebijakan hukum Swedia.
Sementara laporan lain menunjukan sejak 2010, perdagangan seks kian menurun dan sikap jual-beli seks berubah menurut hukum.
Pro-kontra
Para pendukung Swedia melihat bahwa sistem hukum Swedia layaknya sebuah alternatif persuasif.
Dalam pernyataan yang menentang putusan baru Amnesty, Koalisi Melawan Perdagangan Perempuan menggaris bawahi tingginya angka perdagangan manusia akibat meningkatnyanya tempat pelacuran legal di Jerman. Di negeri tersebut, hampir seluruh aktivitas jual-beli seks dianggap legal sejak 2001.
Namun, apabila staf ahli Amnesty pergi ke Swedia untuk menginvestigasi sistem hukum Swedia, belum dapat dipastikan apa yang bisa mereka temukan. Ada beberapa pihak mengatakan bahwa penurunan prostitusi jalanan di Swedia lebih disebabkan kemunculan teknologi baru yang membuat prostistusi berkembang di bawah tanah.
"Sistem hukum Swedia benar-benar mengukuhkan stigma. Dan stigma ini tentu saja mempengaruhi semuanya," ujar Pye Jakobsson, pendiri Rose Alliance, sebuah organisasi pekerja seks Swedia.
sumber: CNN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar