Nama
Kali Jodo di Kelurahan Angke, Jakarta Barat, sudah ada sebelum menjadi
tempat lokalisasi WTS atau sekarang PSK. Sejak terjadi perkelahian antar
geng dan pembakaran rumah beberapa tahun lalu, pihak kepolisian meminta
agar lokalisasi tersebut ditutup.
Kali
Jodo pernah diusulkan untuk dijadikan tempat kegiatan keagamaan,
seperti yang telah dilakukan di Kramat Tunggak, Jakarta Utara, dengan
dibangunnya Islamic Centre. Masyarakat mendukung dan tengah menunggu
bila tempat maksiat tersebut dijadikan pusat kegiatan keagamaan. Semasa
gubernur Sutiyoso juga ada rencana untuk menjadikan tempat lokalisasi
Boker, di Cijantung, Jakarta Selatan, menjadi Islamic Centre.
Orang Jakarta sejak tempo doeloe
menamakan suatu tempat berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi.
Mungkin di kali ini dulu seringkali para gadis dan pria berpacaran dan
berakhir dengan perjodoan. Dulu di kali ini tiap tahun diselenggarakan
pesta peh coen hare
ke-100 Imlek (tahun baru Cina). Pesta ini menarik para muda-muda yang
ingin menyaksikan beragam keramaian seperti barongsai dan pesta ngibing diiringi gambang keromong. Banyak taipan yang menjadi sponsornya.
Pusat
Perdagangan Harco di Glodok, Jakarta Barat, baru dibangun pada masa
Orde Baru, saat Indonesia membuka diri di bidang ekonomi, sehingga
banyak berdatangan modal asing. Pada masa Bung Karno, Indonesia memegang
prinsip berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang ekonomi.
Begitu
meriahnya pembeli yang mendatangi pusat perdagangan elektronik itu
hingga namanya dikenal di mancanegara. Pusat perdagangan Harco dibangun
tahun 1970-an berbarengan dengan pusat perdagangan dengan nama yang sama
di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Pemborongnya H Abubakar Bahfen, seorang
keturunan Arab.
Sebelumnya, pusat elektronika Harco merupakan bagian dari Markas Polisi Seksi II semacam
Polsek sekarang. Banyak pejuang kemerdekaan yang mendekam di penjara
polisi ini, karena menentang pemerintah kolonial. Termasuk Drs Muhammad
Hatta yang dipenjarakan tahun 1934 karena kegiatan politiknya. Kemudian
sang proklamator ini dibuang ke Boven Digul yang merupakan pusat
konsentrasi tahanan politik dan dikenal sebagai sarang malaria.
Di
pusat perbelanjaan ini dahulu terdapat Bioskop Orion yang memutar
film-film Mandarin dari Hongkong. Penontonnya kebanyakan warga Tionghoa.
Di dekatnya di jalan yang sama (Jl Hayam Wuruk) terdapat tempat hiburan
Thalia yang memutar opera-opera Stambul (dari kata Istambul di Turki).
Di
seberangnya ada Jalan Gajah Mada. Di sini terdapat bekas kediaman Mayor
Cina, Khouw Kim An, yang dulun merupakan gedung paling indah di Jakarta
Kota. Kini menjadi gedung bertingkat 30 yang dibangun oleh Modern
Group. Banyak yang menyesalkan tempat bersejarah ini diruntuhkan begitu
saja. Rumah bergaya negeri leluhur ini punya puluhan kamar. Karena, ia
memiliki banyak istri dan selir, yang hidup dalam satu gedung. Kebiasaan
yang dianggap umum kala itu.
Di
dekat stasion kereta api BEOS, Jakarta Kota, seberang Gereja Portugis
(Sion), terdapat jembatan Jassem (kini Jembatan Batu). Pada tempo
doeloe masyarakat sering menyaksikan pesta-pesta meriah di sekitar
jembatan ini. Seperti saat pelantikan kapiten Cina ke-12 Lim Bengko pada
masa gubernur jenderal Van der Parra (1771-1775). Pawai besar diikuti
oleh musik, barongsai, nyanyian, dan tarian, yang diikuti ratusan
pengarak, dimulai dari jembatan ini keliling Jakarta Kota.
Masih di kawasan Glodok, terdapat Jalan Jie Lak Keng . Orang menyebutnya Jl Jelakeng, artinya tempat nomor 26. Di sini ada perkumpulan silat Pa Te Koan yang
artinya delapan pendekar. Ketika terjadi pembantaian orang-orang Cina
(1740), banyak suhu tewas melawan Belanda. Maka, di dekatnya ada Kampung
Pa Tie Kei (delapan jenazah).
Ada juga yang mengatakan Pa Te Koan berarti
delapan teko. Karena, istri seorang kapiten Cina yang dermawan tiap
hari menyediakan delapan teko teh di depan kediamannya untuk mereka yang
lewat. Ketika itu daerah ini masih sepi, belum ada yang menjual makanan
dan minuman.
Terletak di sebelah kiri Jl Pangeran Jayakarta, kurang lebih satu kilometer dari Stasion Beos terdapat Jl Taruna jalan sempit yang tidak dapat dilalui kendaraan bermotor. Dulu jalan ini bernama Jl Souw Beng Kong nama
Kapiten Cina pertama yang dimakamkan di sini. Dia diangkat oleh
gubernur jenderal JP Coen pada tahun 1619 setelah hijrah ke Batavia dari
Banten.
Kini
makam tersebut hanya tinggal batu nisannya. Karena, seluruh bagian
makam itu sudah menyatu dengan rumah penduduk. Sampai pertengahan
1960-an di tiga RT di kawasan ini seluruhnya merupakan tempat pemakaman
orang-orang Cina. Ia pernah membangun sebuah wisma mewah di dekat kastil
(benteng) di Prinsenstraat (kini Jl Cengkeh) Pasar Ikan, Jakarta Utara.
Kaum Cina perantauan ( hoakiau
) pada umumnya bangga menjadi ahli waris kebudayaan leluhurnya. Mantan
PM Singapura Lee Kuan Yew yang dianggap sebagai bapak bangsa Singapura
pernah mengemukakan, "Adalah Konfusionisme yang menjalin persatuan dalam
keluarga, yang pada gilirannya membesarkan anak cucunya menjadi
cendekiawan yang tangguh, tahan banting dalam menghadapi tantangan. Kita
adalah contoh hidup dari rakyat Cina, yang berkat ilham dan kebudayaan
Cina, maka dapat berprestasi gemilang." (sumber: http://situs-betawi.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar