Kamis, 13 Agustus 2015

Kisah-kisah Wanita Rohingya Dipaksa Penyelundup Jadi Pelacur

Kisah-kisah Wanita Rohingya Dipaksa Penyelundup Jadi Pelacur
nytimes
Ribuan Perempuan Rohingya Melarikan Diri Akibat Penganiayaan di Myanmar. Sebagian Besar dari Mereka Terjebak oleh penyelundup, Rentan Terhadap Eksploitasi dan Dipaksa Jadi Pelacur yang sudah diatur. 
 
Wanita muda yang ditulis ini sudah berada di Kamp di Thailand Selatan selama dua bulan ketika dia ditawari kesepakatan mengejutkan. Penyelundup itu menawarkan ada seorang yang bersedia membayar kebebasannya asalkan dia mau dinikahi.

NAMANYA Shahidah Yunus (22), dia melarikan diri dari Myanmar berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik di Malaysia, setelah desanya dibakar perusuh anti-muslim.
Sayang, keluarga tak mampu memberi biaya sebesar 1.260 Dolar AS kepada penyelundup.
Sang penyelundup menawarkan bisa menyelesaikan biaya perjalanan menuju tempat tujuannya dengan syarat 'dijual' kepada orang untuk dinikahi, dilaporkan Nytimes, Minggu (2/8/2015).
"Aku diizinkan untuk memanggil orangtuaku, mereka mengatakan jika bersedia akan lebih baik untuk keluarga," kata Shahidah Yunus.
Shahidah mengakui, mengerti apa yang harus dilakukannya dan dia bergabung bersama ratusan wanita muda Rohingya dari Myanmar lain untuk 'dijual' dengan modus dinikahi.
Dari pengakuan beberapa wanita Rohingya laiannya, mereka menyetujui pernikahan untuk lepas dari kamp atau berakhir lebih buruk ditangan penyelundup.
The United Nations High Commissioner for Refugees, bidang pengungsian PBB melaporkan, gelombang migran dari Bangladesh dan Myanmar tahun mengalami peningkatan.
Beberapa kasus yaitu penculikan dan perjodohan tanpa persetujuan perempuan.
"Ratusan, bahkan ribuan, perempuan dan anak perempuan telah dipaksa, dijual atau diatur untuk menikah melalui jalur perdagangan sejak 2012," kata Matthew Smith, Executive Director of Fortify Rights, kelompok advokasi di Bangkok yang memantau pengungsi Rohingya.
Untuk beberapa keluarga, itu dipandang sebagai keharusan, sebagai mekanisme bertahan hidup, hal itu dimanfaatkan oleh kelompok perdagangan manusia yang menganggap sebagai bisnis menguntungkan.
Kasus lain, Ibu Yunus, dengan suaminya kini, dan 17 Rohingya lainnya berada di Pulau Penang, Malaysia. Dia terjebak setelah seseorang yang telah berjanji untuk membayar perjalanannya ternyata gagal.
"Saya memilih untuk menikahi suami saya saat ini, karena penyelundup membutuhkan uang untuk melepaskan saya," katanya.
"Kami takut perkosaan. Lebih baik menikah dengan pria Rohingya yang bisa mengurus kita. "

Pengakuan lain, Sharifah Shakirah, pengungsi Rohingya di Kuala Lumpur menungkapkan, banyak perempuan ketakutan jika tak segera menemukan pasangan sebab khawatir akan dijual oleh penyelundup.
"Para pedagang bisa dan mungkin saja menjual mereka untuk melakukan pekerjaan seks di Thailand atau India."ungkapnya.
Disisi yang lain, ada kasus jika penyelundup tahu keluarga perempuan wanita itu tidak punya biaya, mereka akan memberitahu orang lain dan berkata ada 'stok' wanita.
Dua tahun lalu, Ambiya Khatu (21) menikah dengan seorang pria di Malaysia yang dibayar $ 1.050 untuk pembebasannya dari penyelundup di Thailand.
"Meskipun ia terlalu tua untuk saya, ibu saya setuju untuk menikah," katanya. "Untuk menyelamatkan kita, jadi saya setuju."pungkasnya. (Tribun Jogja/Iwe)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar