Di Swedia, wajah pria hidung belang diperlihatkan ke berbagai media.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
menghadiri acara Deklarasi Penutupan Lokalisasi Kedung Banteng di
Ponorogo, Jawa Timur, Senin (8/6/2015). (VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar)
“Saya orang nomor satu yang tidak setuju jika mereka (PSK di lokalisasi) disebut wanita tuna susila, seolah posisi lelaki dalam prostitusi lebih tinggi dari wanita. Padahal sama-sama tuna susilanya. Jadi jangan disebut wanitanya saja,” kata Menteri.
Mendengar itu, sontak para ibu yang mendominasi tempat tersebut memberikan tepuk tangan meriah untuk sang Menteri.
Khofifah memang tidak setuju bahwa dalam bisnis prostitusi, hanya wanita pekerja seks yang mendapat hukuman sosial dari masyarakat. Ia membandingkan upaya negara maju, yakni Swedia yang berhasil mengurangi prostitusi. Di Swedia, jika ada pelanggan laki-laki yang ketahuan memasuki tempat pelacuran, wajahnya akan diperlihatkan ke berbagai media.
“Biar fair (adil), jadi jangan ibu-ibu atau cuma wanitanya yang jadi sasaran (hukuman sosial). Harus permalukan peminatnya juga. Kalau peminat enggak ada, maka supplier-nya (penyedia jasa seks) pun enggak akan ada,” ujar Khofifah.
Penutupan lokalisasi juga, kata Khofifah, bukan hanya semata melakukan penutupan dan kemudian lepas tangan dengan berbagai dampak sosial. Para muncikari dan pekerja seks harus mendapatkan pembinaan dan santunan agar mereka bisa kembali ke masyarakat dan merintis usaha yang layak. Hal itu juga termasuk untuk para penghuni lain seperti juru parkir dan pedagang yang terkena dampak penutupan.
“Pasti kita semua bahagia kalau ada solusi yang konkret. Mungkin akan ada tukang parkir tidak dapat income (penghasilan), ada toko kelontong, tukang cuci yang tidak dapat income karena penutupan. Harus ada solusi supaya mereka punya income baru. Kalau ada yang mau pulang ke daerahnya, harus dapat uang transport. Itu harus dituruti oleh Pemprov dan Pemkot Ponorogo. Ini solusi bagi kita semua,” ujarnya.
Lokalisasi Kedung Banteng dihuni 176 PSK dan 39 muncikari. Sebanyak 156 PSK diketahui berasal dari luar Ponorogo. Kementerian berharap penutupan itu mampu menghilangkan eksploitasi terhadap perempuan, memperkecil angka kriminalitas serta memberantas perdagangan manusia atau perdagangan orang.
Kementerian juga menyerahkan bantuan untuk kompensasi, pembinaan dan pemberdayaan keterampilan kepada para penghuni lokalisasi. Untuk bantuan kegiatan ekonomi kreatif, misalnya, masing-masing penghuni mendapat sebesar Rp5 juta. Ada juga modal usaha untuk kelompok bersama dengan masing-masing kelompok menerima bantuan sebesar Rp20 juta. (http://nasional.news.viva.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar