Panel penasihat Food and Drug Administration(FDA) akhirnya memberikan stempel persetujuan untuk obat pertama yang menerapi wanita kekurangan hasrat seksual, kendati dengan beberapa peringatan.
Pengambilan suara dalam komite tersebut mendapatkan hasil 18 melawan 6
untuk persetujuan obat bernama flibanserin, sepanjang sejumlah langkah
diambil demi mengecilkan risiko efek samping.
Pil kecil berwarna merah muda itu, merupakan pasangan sempurna Viagra yang berwarna biru. Obat tersebut diminum setiap malam dan disetujui digunakan oleh wanita pra menopause yang diketahui mengalami kelainan hasrat seksual hipoaktif. Kondisi ini dikatakan memengaruhi 7 persen wanita perimenopause yang menyebabkan gairah seksual rendah dan tidak disebabkan oleh penyakit lain. Demikian pernyataan dari Sprout Pharmaceuticals, sang pemilik obat tersebut.
Masih belum jelas seberapa besar pasar untuk obat tersebut. Namun, bila Viagra menjadi patokan, obat tersebut bakal mengalirkan keuntungan tetap. Viagra sendiri mendatangkan penjualan tahunan lebih dari dua milyar dolar bagi Pfizer.
Sebelumnya, FDA sudah pernah dua kali menolak flibanserin dengan alasan efek sampingnya tidak lebih besar daripada risiko. Beberapa kelompok wanita menyebutkan, hal tersebut bias jender mengingat lembaga pemerintah menyetujui obat seperti pria untuk pria dan membiarkan populasi wanita tanpa pilihan.
Namun FDA menyanggah tinjauan sebelumnya, bahwa manfaatnya secara numerik kecil namun bermakna secara statistik dan tidak cukup melawan efek tekanan darah rendah, pingsan, tidak bisa tidur, mual dan pening. (http://health.kompas.com)
Pil kecil berwarna merah muda itu, merupakan pasangan sempurna Viagra yang berwarna biru. Obat tersebut diminum setiap malam dan disetujui digunakan oleh wanita pra menopause yang diketahui mengalami kelainan hasrat seksual hipoaktif. Kondisi ini dikatakan memengaruhi 7 persen wanita perimenopause yang menyebabkan gairah seksual rendah dan tidak disebabkan oleh penyakit lain. Demikian pernyataan dari Sprout Pharmaceuticals, sang pemilik obat tersebut.
Masih belum jelas seberapa besar pasar untuk obat tersebut. Namun, bila Viagra menjadi patokan, obat tersebut bakal mengalirkan keuntungan tetap. Viagra sendiri mendatangkan penjualan tahunan lebih dari dua milyar dolar bagi Pfizer.
Sebelumnya, FDA sudah pernah dua kali menolak flibanserin dengan alasan efek sampingnya tidak lebih besar daripada risiko. Beberapa kelompok wanita menyebutkan, hal tersebut bias jender mengingat lembaga pemerintah menyetujui obat seperti pria untuk pria dan membiarkan populasi wanita tanpa pilihan.
Namun FDA menyanggah tinjauan sebelumnya, bahwa manfaatnya secara numerik kecil namun bermakna secara statistik dan tidak cukup melawan efek tekanan darah rendah, pingsan, tidak bisa tidur, mual dan pening. (http://health.kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar