Senin, 23 Maret 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG WANITA MENJADI PELACUR DAN USAHA PENANGGULANGANNYA


1.      2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintgrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks
2.      3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.
3.     4.  Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan , ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah.
4.     5.  Kompensasi terhadap perasaan inferior. Jadi ada adjusment yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesens.

A.    E. Akibat-Akibat Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah :
a.       Menimbulkan dan menyebar luaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling banyak terdapat ialah syplis dan gonorrhoe (kencing nanah).
b.      Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai pala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan.
c.       Mendemoralisir atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan, khususnya anak-anak mudaremaja pada masa puber dan adolesensi.
d.      Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morpin, heroin dan lain-lain)
e.       Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.
f.       Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya impotensi, anorgasme, nymfomania, satirialis, ejakulasi prematur yaitu pembuangan seperma sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang sanggama, dan lain-lain.

B.     f. Usaha-Usaha Menanggulangi Pelacuran di Lokasi Desa Sukaramai
Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang, dan selalu ada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Usaha ini sangat sukar, melalui proses dan waktu yang panjang dan memerlukan pembiayaan yang besar. Adapun untuk mengatasi masalah tuna susila dapat kita lihat dibawah ini :
a.       Penanggulangan secara preventif
Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa :
1.      Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran.
2.      Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesens untuk menyalurkan kelebihan energinya.
3.      Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, di sesuaikan dengan kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah/gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya.
4.      Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga.
5.      Pembentukan badan atau team koordinasi dari semua usaha penaggulangan pelacuran, yang dilakukan oleh beberapa instansi.

b.      Penaggulangan secara represif dan kuratif ini antara lain berupa :
1.      Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan/kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para prostitue serta lingkungannya.
2.      Untuk mengurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila.
3.      Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tuna susila yang terkena razia, disertai pembinaan merka sesuai dengan bakat dan minat masing-masing.
4.      Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap, untuk menjamin kesehatan para prostitue dan lingkungannya.
5.      Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan mau memulai hidup baru.

c.       Penaggulangan Secara Rehabilitatif
Dalam bentuk penanggulangan secara rehabilitatif yaitu adanya usaha pemerintah berperan langsung dengan mendirikan panti-panti yang berperan langsung untuk mehabilitasi mereka agar suatu saat nanti mereka memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan mereka. Berdasarkan penelitian penulis bahwa panti rehabilisasi tersebut diberi nama panti parawarsa yang berlokasi diberastagi yang mana disamping menampung para WTS .
            Panti parawarsa memiliki kapasitas WTS yang cukup banyak WTS yang dapat dilatih dan dibina. Adapun para WTS yang dibina di panti parawarsa adalah mereka yang berhasil ditangkap pada saat rajia yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. Razia dan pembersian tersebut dilakukan dalam rangka untuk menekan laju pertumbuhan pelacuran dan juga menjaga keamanan dan ketertiban umum.
            Adapun dana yang diterima oleh Panti Parawarsa guna pelatihan kerja bagi para WTS adalah diperoleh dari pemerintah, dalam hal ini Dati I menugaskan Departemen sosial untuk menaggulanginya. Berdasarkan penelitian, penulis melihat bahwa dana yang sampai ke panti parawarsa tidak mencukupi sehingga terkadang para WTS tersebut hanya menjalani latihan selama tiga bulan saja, setelah itu mereka dilepas kembali kemasyarakat dan berbaur kembali. Selama proses tiga bulan mereka diharuskan belajar membaca, menulis, masak-memasak, menjahit tapi semua itu hanya bersifat sementara karena waktu dan kesempatan yang diberikan sangat sedikit, sehingga kesannya terburu-buru dan tidak mengherankan kalau mereka kembali lagi menekuni dunia mereka yang dulu.
Dengan demikian maka hipotesa diatas dapat diterima kebenarannya. Dengan kata lain bahwa ada faktor yang mendorong wanita menjadi pelacur serta usaha untuk menanggulanginya.
 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Setelah membahas tentang masalah pelacuran, khususnya dilokasi Sukaramai, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
·         Pelacuran merupakan gejala sosila tertua sepanjang sejarah kehidupan manusia dan sangat sulit untuk dihapuskan dari permukaan bumi.
·         Timbulnya gejala prostitusi disebabkan beberapa faktor. Terdapat satu kolerasi antara satu faktor dengan faktor yang lain, misalnya kolerasi tempat asal dengan melacur.
·         Banyak akibat negatif prostitusi dalam sektor kehidupan bermsyarakat. Diantaranya penyakit yang ditularkan dari wanita-wanita pelacur kepada pria seperti Gonorrhea.
·         Ada kekosongan hukum dalam usaha membasmi pelacuran
·         Kenyataan membuktikan bahwa telah diusahakan upaya penaggulangan pelacuran mulai dari tindakan secara bimbingan kepada pelacur supaya dapat kembali ke masyarakat dengan baik, sampai tindakan rehabilitasi.

B.     Saran
Dalam kegiatan ini, agar mencapai sesuai yang diharapkan , penulis ingin mengajukan beberapa saran yaitu :
Ø  Seperti kata pepatah yang sering kita dengar “lebih baik mencegah dari pada mengobati” adalh suatu yang bijaksana.
Ø  Meningkatkan derajat sosial kaum wanita. Banyak orang yang beranggapan bahwa wanita lah penyebab terjadinya pelacuran. Padahal tidak demikian sebenarnay, sebab jika tidak ada pria (pelanggan) maka pelacur pun tidak ada.
Ø  Kepada pihak yang berwenang agar memberikan dana secukupnya kepada panti rehabilitasi dalam hal ini panti parawarsa, agar peran dan fungsinya benar-benar dapat diterapkan dalam pembinaan kemasyarakatan, dan tidak saja bersifat formalitas, sehingga para WTS yang sudah dibina dalam panti parawarsa benar-benar mau kembali dan meninggalkan kebiasaan lama mereka dan melalui hidup dengan hal-hal yang lebih bersifat positif dan produktif.
Demikianlah kesimpulan dan saran yang dapat penulis kemukakan, semoga dapat menjadi perbandingan ilmiah untuk mengambil manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. (http://dewieastutipls.blogspot.com)




DAFTAR PUSTAKA

Ø  Kartono  Kartini. 1981. Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Ø  http://CiptoWardoyo.wordpress.com/2010/24/09/Racun Seks pada Remaja Akibat Globalisasi.blog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar