Kamis, 19 Februari 2015

Panti Sosial Karya Wanita "Mulya Jaya" Jakarta

A. DASAR PEMIKIRAN

       Masalah prostitusi/ pelacuran atau tuna susila yang hidup, tumbuh dan berkembang di masyarakat merupakan masalah yang sangat kompleks dan rumit serta tidak dapat hilang dari permasalahan hidup manusia, karena kenyataan adanya permintaan dan penawaran. Pelacur (Wanita Tuna Susila ) kadang diistilahkan sebagai Wanita Penjaja Seks dan akhir-akhir ini lebih popular dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).
       Meningkatnya fenomena pelacuran sejalan dengan terjadinya krisis ekonomi yang akhirnya menjadi krisis multi dimensi, sehingga meningkatkan pelacuran baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini mendorong pemerintah untuk lebih serius lagi mengembangkan program penanganan masalah pelacuran serta mencari terobosan baru, karena harus berpacu dengan pesatnya peningkatan jumlah WTS, terutama yang berasal dari kelas bawah. WTS usia muda perkembangannya tidak hanya di kota-kota besar, tetapi telah meluas sampai ke kota kecil, daerah waisata. Daerah industri baru.
       Kendala utama yang dihadapi dalam penanganan WTS adalah pendidikan mereka yang umumnya rendah, tidak memiliki keterampilan, keinginan mendapat uang dengan cara mudah, maraknya eksploitasi wanita, rendahnya kontrol sosial pada sebagian masyarakat, sehingga menambah kompleksnya tantangan yang harus dihadapi oleh petugas di lapangan.
       Masalah pelacuran atau masalah tuna susila yang hidup dan berkembang di masyarakat ini merupakan masalah nasional yang menghambat lajunya pelaksanaan pembangunan karena:
-          Tindakan Tuna Susila merupakan hal yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, norma-norma serta kaidah agama dan kesusilaan serta merendahkan harga diri atau martabat bangsa Indonesia.
-          Mempengaruhi sendi-sendi kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketertiban dan keamanan.
-          Masalah tersebut cenderung terus meningkat serta sering kali terjadi penyimpangan di dalam kegiatan dan kehidupan masyarakat.
-          Pengaruh negatif yang diakibatkan masalah ketunasusilaan ini sangat membahayakan kehidupan generasi muda serta sumber daya manusia sebagai harapan bangsa.
Berdasarkan hal itu, masalah tuna susila merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan, atas dasar kerjasama berbagai disiplin ilmu dan profesi, seperti pekerjaan sosial, dokter, psikolog, guru serta profesi lainnya. Selain itu kerjasama antar instansi terkait baik pemerintah maupun swasta di tingkat pusat maupun daerah, dengan ditunjang oleh organisasi sosial masyarakat.
Dalam perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial menunjukan bahwa kesadaran dan tanggungjawab sosial sebagian masyarakat mulai timbul, sehingga keinginan untuk berperan serta menangani masalah kesejahteraan sosial termasuk penanganan WTS mulai tumbuh dan berkembang melalui berbagai usaha kesejahteraan sosial.
Departemen Sosial RI cq. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, sampai saat ini hanya memiliki satu Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu kegiatan selama 6 bulan. Ketidakseimbangan jumlah WTS yang meningkat dari tahun ke tahun dengan keterbatasan kemampuan pemerintah untuk memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui PSKW, mendorong pemerintah mencari alternatif  pemecahan dalam meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi tuna susila, yaitu dengan sistem non panti. Ini dipandang sebagai penangan yang cukup efektif, efisien dan bermanfaat dengan jangka waktu kegiatan 4 bulan, yang kemudian diberikan bimbingan lanjut.
PSKW “Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Sosial RI yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Tuna Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan, resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.

B. LANDASAN HUKUM

  1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 2, pasal 28 & pasal 34.
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konfensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan.
  4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.
  5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
  6. Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
  7. Undang-Undang RI. No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
  8. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Penghapusan Trafiking Perempuan dan Anak.
  9. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 106/HUK/2009 Tentang Organisasi dan tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial.
  10. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 20/HUK/1999 tentang Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Sosial.

C. KEBIJAKAN

Kebijakan dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Wanita Tuna Susila adalah sebagai berikut :
  1. Meningkatkan dan memantapkan peranan masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat yang didasari oleh nilai – nilai swadaya, gotong royong dan kesetiakawanan sosial, sehingga upaya tersebut merupakan usaha – usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkesinambungan.
  2. Meningkatkan jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang lebih adil dan merata, agar setiap warga negara khususnya penyandang masalah kesejahteraan sosial berhak untuk memperoleh pelayanan yang sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas kehidupan.
  3. Meningkatkan mutu pelayanan dan rehabilitasi sosial yang semakin profesional, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
  4. Memantapkan manajemen pelayanan sosial yang dilakukan dengan penyempurnaan yang terus menerus dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi dan melaporkan serta mengkoordinasikan dan memadukan dengan sektor-sektor lain dan pemerintah daerah, sehingga pelayanan dan rehabilitasi sosial menjadi semakin berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada public.

D. VISI dan MISI

VISI

Pelayan dan Rehabilitasi Tuna Susila yang bermutu dan profesional

 MISI

a.    Melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan panduan yang telah ada.
b.    Mewujudkan keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan indikator keberhasilan, pelayanan dan rehabilitasi tuna susila.
c.     Mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi tuna susila.

E.  SEJARAH BERDIRINYA

Tahun 1959      : Sebagai Pilot Proyek Pusat Pendidikan
           Wanita, merupakan proyek percontohan
Depsos.
Tahun 1960      :  Dibuka Menteri Sosial RI Bapak H. Moelyadi Djoyomartono (Alm) dengan nama “Mulya Jaya” berdasarkan motto tanggal 20 Desember 1960, yaitu “Wanita Mulya Negara Jaya”.
Tahun 1963      : Diresmikan menjadi Panti Pendidikan   
Wanita ( PPW ) “Mulya Jaya” tanggal 1 Juni 1963.
Tahun 1969      : Diresmikan menjadi Pusat Pendidikan  
Pengajaran Kegunaan Wanita ( P3KW )
Tahun 1979      : Ditetapkan menjadi Panti Rehabilitasi
Wanita Tuna  Susila ( PRWTS) “Mulya  Jaya” dengan SK Menteri Sosial RI No. 41/HUK/Kep/XI/1979 tanggal 1 Nopember 1979.
Tahun 1994      : Ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” dengan Keputusan Menteri Sosial RI No. 14/HUK/1994 tanggal  23 April 1994.
Tahun 1995      : Ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” dengan Keputusan Menteri Sosial RI No. 22/HUK/1995 tanggal 24 April 1995. (http://mulyajaya.kemsos.go.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar