Rabu, 28 Mei 2014

Ribuan PSK Dolly Demo Tolak Penutupan Lokalisasi

 Ribuan PSK Dolly Demo Tolak Penutupan Lokalisasi

 Ribuan massa yang terdiri atas Pekerja Seks (PSK) lokalisasi, mucikari dan warga menggelar aksi didepan kantor kelurahan Putat Jaya Kecamatan Sawahan Jalan Dukuh Kupang. Mereka menolak penutupan lokalisasi Dolly karena akan memiskinkan warga setempat.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga tidak memiliki solusi jika lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara benar-benar ditutup pada 19 Juni mendatang.

Massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Bersatu (GRB) ini berkumpul didepan kantor Kelurahan Sawahan Kecamatan Sawahan sekitar pukul 10.00 WIB. Setibanya disana, massa langsung menggelar orasi. Sedangkan beberapa perwakilan dari GRB menggelar dialog dengan Camat Sawahan dan Lurah Sawahan di pendopo kelurahan.

Dalam orasinya, salah satu peserta aksi mendesak agar Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini membatalkan penutupan Dolly. Sebab, massa menilai, warga masih sangat menggantungkan hidupnya dari geliat lokalisasi yang dibangun noni Belanda, Dolly Van Der Mart tersebut.

Tak hanya berorasi, dalam aksinya, massa juga membakar ban bekas. Salah satu peserta aksi juga mengenakan pakaian pocong sebagai simbol matinya hati nurani pemkot. Selama aksi, massa berteriak-teriak menyebut Risma sebagai anjing kapitalis.

Salah satu peserta aksi yang juga warga Putat Jaya Kelurahan Sawahan (tempat Dolly beroperasi), Vivi, Senin (19/5/2014) mengatakan, selama ini warga tidak pernah diajak bicara oleh Pemkot Surabaya. Pemkot juga tidak pernah memberi solusi jika Dolly ditutup.

Pihaknya menolak penutupan karena warga sekitar Dolly masih menggantungkan hidupnya dari keberadaan lokalisasi. Penutupan Dolly akan berdampak pada hajat hidup orang banyak seperti pedagang, tukang becak, tukang cuci, tukang parkir dan warung-warung.

"Kalau Risma mau menutup, maka harus diberi waktu. Jangan asal ditutup begitu saja. Sejahterakan dulu kami. Kami tidak pernah merepotkan pemerintah, justru pemerintah yang menindas kami," ujar perempuan yang mengenakan kacamata hitam berukuran lebar ini.

Vivi menegaskan, jika pemkot tetap menutup Dolly pada 19 Juni mendatang tanpa ada solusi sama sekali, pihaknya akan tetap berpraktik seperti biasanya. Penutupan ini dinilai tidak manusia dan bentuk keotoriteran pemkot. Pemkot tidak pernah memikirkan dampak penutupan.

Tidak hanya sisi pendapatan warga, tapi juga soal kriminalitas. Dolly merupakan lokalisasi kelas menengah bawah. Warga yang berpendapatan rendah akan sulit menyalurkan hasrat seksualnya jika tidak ada lokalisasi. Sehingga, kemungkinan kasus-kasus perkosaan dan asulisa juga akan meningkat.

"Kami nanti akan menggelar aksi ke wali kota. Kami tidak pernah diajak bicara. Malah kami didatangi tokoh-tokoh agama dan bicara soal moral karena dianggap Dolly merusak," terangnya.

Sementara itu, dalam dialog antara perwakilan massa dengan Camat Sawahan berlangsung alot. Oleh perwakilan massa, Camat Sawahan, Muslich diminta untuk menolak penutupan Dolly. Sebab, penutupan akan membawa dampak buruk bagi warga setempat. Sayangnya, Muslich menolak jika diminta untuk menolak penutupan Dolly.

Dia berdalih bukan kapasitasnya untuk bersikap menolak ataupun menerima penutupan tersebut.

"Penutupan ini programnya pemkot, saya sebagai camat hanya memfasilitasi. Jika keberatan adanya razia Dolly, nanti akan saya sampaikan ke pemkot untuk sementara untuk tidak dilakukan lagi. Saya akan perjuangkan agar tidak ada lagi intimidasi terhadap PSK dan warga," ujarnya.

Tak puas dengan pernyataan camat, perwakilan massa meminta pada camat dan lurah untuk menulis pernyataan sikap secara tertulis diatas secarik kertas. Permintaan ini disanggupi oleh camat dan lurah. Diatas secarik kertas, Muslich menyatakan siap memperjuangkan kesejahteraan warga Dolly.

"Pernyaan sikap ini tidak jelas. Masak cuman akan memperjuangkan kesejahteraan warga Dolly. Memperjuangkan kesejahteraan warga itu kan memang sudah tugas camat. Kami minta menolak penutupan atau tidak. Tapi tidak apa-apalah. Setelah aksi ini, kami akan menggelar aksi yang lebih besar lagi ke Balai Kota Surabaya untuk menemui Risma," ujar salah satu perwakilan massa, Saputro.

Sementara itu, massa yang berada di luar kantor kelurahan terus berorasi. Lantaran tak ada kejelasan pertemuan, mereka berusaha merangsek masuk. Namun lantaran pengamanan yang cukup ketat dari aparat setempat, upaya demonstran ini tak berhasil. Tak lama kemudian, perwakilan massa keluar untuk membacakan hasil perundingan dengan camat dan lurah.

“Kami akan terus tagih janji lurah dan camat bahwa mereka akan membela warga. Jika tidak terbukti dan ingkar janji, maka jangan salahkan kami kalau nanti kami akan demo lagi. Pemkot tidak punya alasan untuk menutup Dolly. Kami akan terus menolak penutupan,” kata Saputro. (Indriatno/WDA/www.rri.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar