Kamis, 29 Mei 2014

Da'i Spesialis Prostitusi

Papan besar bertuliskan “Kampung Bebas Prostitusi” menancap kuat di ujung sebuah gang di Dupak Bangunsari, Surabaya, Jawa Timur. Papan itu ditancapkan Desember lalu dan disaksikan langsung oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.

Pemasangan papan tersebut sekaligus menandai secara resmi penutupun komplek pelacuran yang sudah ada sejak tahun 1970 itu. Kelihatannya sekadar memasang papan nama. Tetapi proses menuju itu butuh waktu lama dan penuh intrik.

Bahkan, proses penutupan itu sudah dimulai sejak 32 tahun lalu, saat Muhammad Khoiron Syu’aib mulai merintis dakwah di sana. Dengan penuh kesabaran dan persuasif, Khoiron terus membina para mucikari dan pelacur, hingga kini. Saking lama dan intensnya membina, lulusan Pesantren Tebu Ireng Jombang dan juga pengurus ranting NU Kecamatan Krembangan ini mendapat julukan ‘dai spesialis lokalisasi’.

Membina begitu lama di Bangunsasri, tetapi Khoiron belum mampu menutup lokalisasi yang tak jauh dari pasar legendaris di Surabaya, Pasar Turi.

Hingga momentum itu muncul: Gubernur Jawa Timur, Soekarwo memberi intruksi kepada bawahannya untuk menutup seluruh lokalisasi yang ada di Jawa Timur.

Untuk penutupan itu, Pemprov menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur untuk melakukan pembinaan kepada para mucikari dan pelacur. MUI sendiri turun melalui organisasi bentukannya, IDIAL (Ikatan Dai Areal Lokalisasi), dimana Khoiron menjadi ujung tombaknya.

Merasa mendapat dukungan, Khoiron makin bersemangat. Tak hanya membina, ia juga menyediakan bantuan modal  bagi para pelacur yang insaf.

Apakah benar-benar sudah bersih dari pelacuran? “Inilah tugas kita bersama untuk terus mengawasi pelaksanaan keputusan pemerintah,” kata Khoiron.

Strategi Dakwah di Lembah Syahwat

Liku-liku mengentas pelacur dari dunia “hitam”. Kerap dicibir, pernah pula diancam. Kuncinya istiqamah dan persuasif.

Nama Khoiron berkali-kali disebut di Aula IAIN Sunan Ampel Surabaya, November 2012 lalu. Saat itu sedang berlangsung ujian terbuka bagi A Sunarto AS. Ada ratusan orang hadir pada ujian  untuk meraih gelar doktor itu. Salah satunya Khoiron, nama lengkapnya  Muhammad Khoiron Syu’aib (53).

Pak Ustadz di Belantara Wisma  

Dia mengayomi dan memberi harapan. Prostitusi berkurang drastis. 

Khoiron memulai dakwah di Bangunsari tahun 1981. Waktu itu ia baru lulus sarjana muda dari Universitas Hasyim Asy’ari, Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Ia memilih meneruskan kuliah di IAIN Sunan Ampel, dan memilih tinggal bersama orangtuanya di Bangunsari. 

Pertobatan Preman Pelacuran  

Mabuk-mabukan dan main perempuan sudah biasa. Insaf karena merasa diayomi dan dirangkul.

Kulitnya bersih. Darinya menyebar parfum beraroma lembut. Selalu tak ketinggalan, songkok hitam yang ditempeli bros kecil berbentuk bendera merah putih. Itulah sosok Gatot Krisbiantoro. (Hidayatullah)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar