Sabtu, 24 Mei 2014

Akhir Kisah Dolly van der Mart Rintis Prostitusi di Surabaya

Gang Dolly Surabaya. MI/Edna Tarigan
Gang Dolly Surabaya. MI/Edna Tarigan

 Saat memulai bisnis prostitusinya dahulu di Surabaya, Dolly van der Mart tentu tidak mengira bahwa lokasi itu bakal tenar hingga dijuluki lokalisasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara.

Ada bermacam-macam kisah tentang asal muasal nama lokalisasi Dolly yang beredar di masyarakat. Salah satunya menyebutkan bahwa nama kompleks pelacuran itu diambil dari nama perintisnya, seorang perempuan keturunan Belanda bernama Dolly van der Mart.

Dalam buku bertajuk Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly oleh Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar, disebutkan, sebelum perempuan yang dijuluki Tante Dolly mulai 'praktik' di kawasan tersebut, Gang Dolly yang terletak di daerah Jarak, Pasar Kembang, Kota Surabaya, Jawa Timur, itu merupakan makam Tionghoa, meliputi wilayah Girilaya, berbatasan dengan makam Islam di Putat Gede.

Pada 1966, hadirlah para pendatang yang kemudian menghancurkan makam-makam tersebut. Setahun kemudian, 1967, muncul seorang pelacur perempuan bernama Dolly Khavit. Ia menikah dengan pelaut Belanda dan mendirikan rumah pelacuran pertama di jalan yang sekarang bernama Kupang Gunung Timur I.

Awalnya Tante Dolly hanya menyediakan beberapa gadis untuk menjadi pekerja seks komersial guna melayani dan memuaskan syahwat para tentara Belanda. Ternyata pelayanan para gadis asuhan Tante Dolly banyak dianggap memusakan. Tidak hanya tentara Belanda, warga pribumi pun lantas mulai mendatangi lokasi tersebut.

Sesuai dengan nama perintisnya, lambat laun lokasi itu pun lebih dikenal sebagai kawasan Dolly. Dolly semakin berkembang pada 1968 dan 1969. Puluhan wisma mulai bermunculan mulai dari sisi jalan sebelah barat, lalu meluas ke timur, hingga mencapai sebagian Jalan Jarak. Kini, keturunan Tante Dolly diyakini masih berada di sekitar Surabaya. Namun, mereka tak lagi meneruskan bisnis yang didirikan leluhurnya itu.

Yang membuat lokasi prostitusi ini menjadi menarik, salah satunya dari cara para pekerja menjajakan dirinya. Layaknya manekin, para PSK seakan memajang dirinya di dalam ruangan berdinding kaca mirip etalase. Dengan begitu, para konsumen bisa dengan leluasa memilih siapa yang ingin 'menemani' mereka.

Pesatnya pertumbuhan Dolly bahkan menjadikan lokalisasi itu sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. bakan disebut lebih besar dari Patpong di Bangkok, Thailand, dan Geylang di Singapura.

Namun, kisah Tante Dolly tampaknya harus berhenti pada 19 Juni nanti. Pemerintah Kota Surabaya sudah menetapkan hati menutup lokalisasi tersebut untuk selamanya demi menyeleamatkan generasi penerus bangsa, anak-anak Indonesia. Semoga saja penutupan Dolly akan memberikan dampak yang positif, baik bagi warga Dolly maupun Surabaya pada umumnya. (news.metrotvnews.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar