* EKPSLOITIR ANAK DITANGKAP
Praktik eksploitasi anak untuk dipekerjakan sebagai pemandu karaoke dan pelacur di sejumlah tempat karaoke dan lokalisasi wilayah Kabupaten Batang dan Pemalang, berhasil diungkap aparat Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah.
Tim dari Subdit IV Remaja, Anak dan Wanita (Renata) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng Rabu (27/01/2016) malam berhasil mengamankan 2 tersangka berinisial DK (30) alias Mami Ria, warga Desa Tampangsono, Batang dan seorang pria brinisial AG, warga Pemalang.
Dua tersangka yang kini mendekam di sel tahanan Reskrim Umum Polda Jateng terbukti mempekerjakan 4 orang anak di bawah umur di tempat karaoke Pemalang dan sebuah lokalisasi di daerah Desa Tulis, Kabupaten Batang.
Diketahui, DK telah mempekerjakan dua gadis di bawah umur di tempat lokalisasi Pulau Mencawak, Desa Tulis, Kabupaten Batang. Sedangkan, AG mempekerjakan empat remaja di sebuah tempat karaoke 'Klasik' di daerah Pemalang.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadirkrimum) Polda Jateng, AKBP Daddy Haryadi di Mapolda Jawa Tengah menyatakan, terdapat enam gadis yang masih berumur belasan tahun yang dipekerjakan oleh kedua tersangka.
"Ada enam anak di bawah umur yang dipekerjakan dua tersangka. DK mempekerjakan dua anak, sedangkan AG mempekerjakan empat anak. Namun meski di tempat karaoke sebagai pemandu karaoke (PK), DK juga mempekerjakannya untuk melayani nafsu bejat tamu, bila ada pesanan," ungkapnya, Jumat (298/01/2016).
Hal tersebut dibuktikan adanya ruangan atau bilik khusus yang dapat digunakan untuk berhubungan intim.
Saat diintrogasi petugas, DK mengaku anak dibawah umur lebih diminati oleh pria 'hidung belang' dari pada yang dewasa."Kalau yang dewasa pun ada, tapi yang dibawah umur lebih sering dipakai," ujar DK di Mapolda Jateng.
Hal berbeda diungkapkan oleh tersangka lain. AG mengatakan meski 'anak buahnya' dipekerjakan di tempat karaoke, ia tak menampik bila ada pelanggannya yang meminta boking (BO) di luar.
Untuk BO ini, dikatakan AG, ia meminta jatah Rp 30 ribu setiap ada orang yang ingin memboking anak buahnya."Saya terima Rp 30 ribu setiap ada yang boking, tapi kalau cuma karaoke saya ndak trima," kata mucikari AG.
Keduanya mengaku baru menjalankan praktik prostitusi ini sekitar tiga bulan yang lalu. Terkait tarif, kedua mucikari ini pun juga berbeda dalam mematok harga. DK mematok Rp. 75 ribu tiap satu jam kencan. Sedangkan AG biasa memasang tarif Rp 50 ribu per jam untuk sekali menemani karaoke.
Kalaupun ada yang meminta BO (boking di luar), lanjut AG, ia tak ikut campur soal harga yang matok 'anak buahnya', hanya saja AG meminta jatah tambahan Rp 30 ribu setiap ada yang memboking.
"Kalau anak buah saya diboking berapapun, saya tetap meminta tiga puluh ribu. Sisanya buat mereka semua. Tapi kalau cuma karaoke, saya ndak minta," terang AG.
Pihak kepolisian masih terus mengembangkan penyidikan kasus ini untuk mengungkap apakah ekploitasi ini melibatkan jaringan. Sebab menurut AKBP Daddy Haryadi sangat mungkin ini terjadi tidak saja di dua tempat tersebut.Dalam menangani kasus ini pihaknya melibatkan stakeholder dari pemerintahan, lembaga bimbingan, LSM dan komponen masyarakat yang berkepentingan dan memiliki kapasitas. Utamanya para korban akan mendapatkan pendampingan psikiater untuk menghilangkan trauma. Selain itu anak-anak tersebut juga perlu dikembalikan pada lingkungan agar tetap bisa mendapatkan pendidikan layaknya anak-anak lainnya. (KRJogja.Com)
Tim dari Subdit IV Remaja, Anak dan Wanita (Renata) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng Rabu (27/01/2016) malam berhasil mengamankan 2 tersangka berinisial DK (30) alias Mami Ria, warga Desa Tampangsono, Batang dan seorang pria brinisial AG, warga Pemalang.
Dua tersangka yang kini mendekam di sel tahanan Reskrim Umum Polda Jateng terbukti mempekerjakan 4 orang anak di bawah umur di tempat karaoke Pemalang dan sebuah lokalisasi di daerah Desa Tulis, Kabupaten Batang.
Diketahui, DK telah mempekerjakan dua gadis di bawah umur di tempat lokalisasi Pulau Mencawak, Desa Tulis, Kabupaten Batang. Sedangkan, AG mempekerjakan empat remaja di sebuah tempat karaoke 'Klasik' di daerah Pemalang.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadirkrimum) Polda Jateng, AKBP Daddy Haryadi di Mapolda Jawa Tengah menyatakan, terdapat enam gadis yang masih berumur belasan tahun yang dipekerjakan oleh kedua tersangka.
"Ada enam anak di bawah umur yang dipekerjakan dua tersangka. DK mempekerjakan dua anak, sedangkan AG mempekerjakan empat anak. Namun meski di tempat karaoke sebagai pemandu karaoke (PK), DK juga mempekerjakannya untuk melayani nafsu bejat tamu, bila ada pesanan," ungkapnya, Jumat (298/01/2016).
Hal tersebut dibuktikan adanya ruangan atau bilik khusus yang dapat digunakan untuk berhubungan intim.
Saat diintrogasi petugas, DK mengaku anak dibawah umur lebih diminati oleh pria 'hidung belang' dari pada yang dewasa."Kalau yang dewasa pun ada, tapi yang dibawah umur lebih sering dipakai," ujar DK di Mapolda Jateng.
Hal berbeda diungkapkan oleh tersangka lain. AG mengatakan meski 'anak buahnya' dipekerjakan di tempat karaoke, ia tak menampik bila ada pelanggannya yang meminta boking (BO) di luar.
Untuk BO ini, dikatakan AG, ia meminta jatah Rp 30 ribu setiap ada orang yang ingin memboking anak buahnya."Saya terima Rp 30 ribu setiap ada yang boking, tapi kalau cuma karaoke saya ndak trima," kata mucikari AG.
Keduanya mengaku baru menjalankan praktik prostitusi ini sekitar tiga bulan yang lalu. Terkait tarif, kedua mucikari ini pun juga berbeda dalam mematok harga. DK mematok Rp. 75 ribu tiap satu jam kencan. Sedangkan AG biasa memasang tarif Rp 50 ribu per jam untuk sekali menemani karaoke.
Kalaupun ada yang meminta BO (boking di luar), lanjut AG, ia tak ikut campur soal harga yang matok 'anak buahnya', hanya saja AG meminta jatah tambahan Rp 30 ribu setiap ada yang memboking.
"Kalau anak buah saya diboking berapapun, saya tetap meminta tiga puluh ribu. Sisanya buat mereka semua. Tapi kalau cuma karaoke, saya ndak minta," terang AG.
Pihak kepolisian masih terus mengembangkan penyidikan kasus ini untuk mengungkap apakah ekploitasi ini melibatkan jaringan. Sebab menurut AKBP Daddy Haryadi sangat mungkin ini terjadi tidak saja di dua tempat tersebut.Dalam menangani kasus ini pihaknya melibatkan stakeholder dari pemerintahan, lembaga bimbingan, LSM dan komponen masyarakat yang berkepentingan dan memiliki kapasitas. Utamanya para korban akan mendapatkan pendampingan psikiater untuk menghilangkan trauma. Selain itu anak-anak tersebut juga perlu dikembalikan pada lingkungan agar tetap bisa mendapatkan pendidikan layaknya anak-anak lainnya. (KRJogja.Com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar