Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang segera menyiapkan rancangan
peraturan daerah yang mengatur tentang pelacuran menggantikan Perda yang sudah
ada.
"Untuk
penanganan pelacuran, Kota Semarang sebenarnya sudah punya Perda Nomor 10/1956
tentang Penanggulangan Pelacuran," kata Ketua Badan Legislasi DPRD Kota
Semarang Suharsono di Semarang, Jumat (30/1/2015).
Namun, kata
dia, Perda tersebut sudah dibuat lama sekali sehingga perlu diperbaiki dengan
aturan-aturan yang lebih lengkap terkait dengan penanggulangan pelacuran dan
tahapan-tahapan penanganannya.
Ia
menyebutkan setidaknya ada dua lokalisasi di Kota Semarang, yakni Resosialisasi
Argorejo atau lebih dikenal dengan nama Sunan Kuning dan Resosialisasi Gambilangu
di perbatasan Semarang-Kendal. "Semarang adalah kota metropolitan yang
berpenduduk besar dengan potensi permasalahan sosial yang sangat kompleks.
Salah satu permasalahan sosial yang dihadapi adalah pelacuran," katanya.
Berdasarkan
data konsultan pembuat naskah akademik penanganan pelacuran di Kota Semarang,
politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan ada ratusan pekerja
seks komersial (PKS).
"Kami
mendapatkan data setidaknya ada 750 PKS di Resosialisasi Sunan Kuning dan 450
WTS di Resosialisasi Gambilangu, belum termasuk PKS yang beroperasi di
jalan-jalan protokol di Semarang," katanya.
Suharsono
menyebutkan jalan-jalan protokol yang kerap dijadikan tempat mangkal para WTS,
di antaranya Jalan Imam Bonjol, Jalan Pandanaran, Jalan Pemuda, dan kawasan
Tanggul Indah Semarang.
"Sebagaimana
kota-kota lain yang sudah memiliki Perda Penanggulangan Pelacuran. Kota
Semarang juga akan menerbitkan perda penanganan pelacuran baru menggantikan
peraturan yang lama," katanya.
Langkah
Pemerintah Kota Surabaya yang menutup Lokalisasi Dolly, kata dia, menjadi salah
satu inspirasi dan bukan tidak mungkin akan ditiru juga oleh kota-kota lain,
termasuk kota Semarang.
Melalui
Banleg, kata dia, DPRD Kota Semarang melakukan harmonisasi awal untuk
menyelaraskan kajian ilmiah dengan raperda bersama dengan jajaran satuan
perangkat kerja daerah (SKPD) terkait.
Dinas Sosial
Pemuda dan Olahraga, Satuan Polisi Pamong Praja, Badan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Semarang, dan berbagai pihak terkait, kata dia, diundang untuk membahas
penyelarasan kajian ilmiah itu.
"Untuk
menghasilkan produk hukum yang komprehensif, memang butuh kajian ilmiah dan
masukan dari berbagai elemen masyarakat yang berkompeten. Oleh karena itu,
diperkirakan butuh waktu lama," katanya.
(http://news.okezone.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar