Senin, 29 Desember 2014

Warga Bekas Lokalisasi Dolly Tagih Janji Wali Kota Risma

Pemkot merencanakan program untuk menyejahterakan warga terdampak.

Pemerintah Kota Surabaya secara resmi menutup lokalisasi Dolly, Rabu (18/6/2014). Foto: VIVAnews/Tudji Martudji

Tujuh bulan masa penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak di Surabaya berlalu. Namun, sejak ditutupnya lokalisasi yang konon terbesar se-Asia Tenggara itu pada 18 Juni 2014 lalu, ternyata belum memulihkan perekonomian warga terdampak.

Puluhan perwakilan warga terdampak penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak mendatangi gedung DPRD Surabaya. Mereka mengadukan janji Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, yang siap memulihkan kondisi sosial dan ekonomi warga terdampak.

Perwakilan warga diterima Komisi D DPRD Surabaya (bidang pendidikan dan kesejahteraan rakyat). Mereka memaparkan bahwa perekonomian warga saat ini masih lumpuh.

“Jangankan untuk membayar listrik dan air, untuk uang saku anak sekolah saja banyak warga yang kesulitan. Akhirnya, banyak warga yang harus menjual barang berharga yang mereka miliki,” ujar Bambang Sumitro, perwakilan warga Dolly dan Jarak, di Surabaya, Jumat 12 Desember 2014.

Sumitro menuturkan, sebelum Dolly dan Jarak ditutup, dalam sosialisasinya, Pemkot merencanakan sejumlah program untuk menyejahterakan warga terdampak. Namun, kenyataannya hingga kini belum ada aksi apa pun dari Pemkot.

“Kita ingin anggota Dewan mencarikan solusi bagi kita. Kalau perlu sidak langsung untuk melihat dan berkomunikasi dengan warga terdampak yang ada di sana,” harapnya.

Pengakuan warga terdampak lain, Sumarsono, menyatakan salah satu alternatif untuk menghidupkan ekonomi warga terdampak sebenarnya dapat dilakukan dengan membuat rumah karaoke. Sayangnya, rencana tersebut juga terkesan dipersulit oleh dinas terkait.

Padahal, untuk bekas lokalisasi Kremil dan Moroseneng banyak ditemui rumah karaoke yang dibuat oleh warga. “Saya tidak tahu kenapa tidak boleh. Sebenarnya, dinas terkait menerapkan standar ganda untuk kawasan Dolly. Jika yang lain boleh, kenapa Dolly tidak?” tanya Sumarsono.

Menanggapi keluhan warga, Ketua Komisi D, Agustin Poliana, menyesalkan dengan belum tergarapnya bekas kawasan lokalisasi. Padahal, deklarasi penutupan yang dilakukan Pemerintah Kota sudah berlangsung tujuh bulan yang lalu.

“Mestinya, setelah deklarasi program yang dijanjikan langsung dijalankan. Kalau seperti sekarang, kasihan warganya. Jangan-jangan Pemkot memang sengaja untuk menyingkirkan warga yang tinggal di sekitar Dolly secara halus,” tegas Agustin Poliana.

Anggota Komisi D yang lain, Reni Astuti, mengingatkan agar bekas Lokalisasi Dolly dan Jarak menjadi prioritas Pemkot. Sebab, deklarasi yang dilakukan Pemkot beberapa bulan lalu itu, termasuk peristiwa fenomenal yang diamati masyarakat dunia.

“Jika dalam musrenbang (musyawarah rencana pembangunan) setiap keluarahan mendapat Rp1 miliar lebih, seharusnya wilayah di mana Dolly dan Jarak berada, mendapatkan prioritas anggaran yang jauh lebih besar,” kata politikus dari Partai Keadilan Sejahtera itu. (http://nasional.news.viva.co.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar