Sekian lama beroperasi sebagai manajer bisnis esek-esek, Yunita
alias Keyko dikenal amat berhati-hati. Salah satu kunci kesuksesannya
menyelenggarakan bisnis rahasia ini adalah kemampuannya menjaga
identitas klien sekaligus perempuan yang bekerja untuknya. Maklum, para
wanita yang bekerja untuk Keyko rata-rata punya profesi lain
sehari-hari, seperti mahasiswa, perawat, dan pekerja kantoran.
Satu prinsip kehati-hatian yang dipegang Keyko adalah dia nyaris tak
pernah bertemu dengan germo dan pelacur di bawah jaringannya sendiri.
Semua transaksi dilakukan via BlackBerry Messenger.
Keyko kerap memamerkan koleksi terbaru pelacurnya dengan memajang
foto mereka di profil BlackBerry-nya. Ia juga rajin mengirimkan foto
”barang terbaru” kepada para pelanggan. Sebagian foto itu ia simpan di
laptopnya. Saat Keyko ditangkap di rumahnya, polisi menemukan foto-foto
perempuan panggilan koleksinya. Semua ini, menurut sejumlah penyelidik,
”Akan dijadikan bukti di pengadilan.”
Tiga germo Keyko: Nugroho Tjahjojo alias Dion, Lanny Agustina alias
Nonik, dan Gloria Nansiska Maulina, misalnya, tak pernah sama sekali
bertatap muka dengan bosnya. Ketiganya ditangkap polisi pada 11
September 2012 lalu dan dipertemukan dengan Keyko di Markas Kepolisian
Resor Kota Surabaya. “Mereka hanya berkomunikasi lewat telepon tanpa
tatap muka,” kata sumber Tempo.
Terbongkarnya jaringan bisnis seks Yunita alias Keyko bisa dibilang
tak sengaja. Awal Agustus lalu, polisi menangkap seorang pelacur muda
berusia 16 tahun di sebuah hotel berbintang di Surabaya.
Remaja ini mengaku berasal dari Malang dan datang ke hotel itu untuk
melayani permintaan seseorang. Diinterogasi berjam-jam, remaja ini
akhirnya buka mulut. “Ternyata dia bagian dari jaringan Nita di Malang,”
kata Kepala Unit Kejahatan Umum Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris
M.S. Ferry kepada majalah Tempo pekan lalu.
Dari si remaja inilah, polisi mendapat banyak keterangan yang
berujung pada penangkapan Keyko di Bali, akhir Agustus 2012 lalu. Kini,
dia bersiap untuk duduk di kursi terdakwa. Tuduhan terhadap perempuan
ini tak main-main: pemimpin jaringan prostitusi di berbagai kota di
Pulau Jawa dan Kalimantan. Kliennya tersebar di sejumlah kota. “Dia juga
melayani pesanan PSK untuk ke Papua,” kata Kepala Bidang Humas
Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Hilman Thayib kepada Tempo,
Rabu pekan lalu.
Menurut polisi, Keyko memiliki 2.000 lebih pelacur dalam jaringannya.
Para pelacur itu tersebar di berbagai kota: mulai Surabaya, Malang,
Semarang, Jakarta, Bandung, hingga Banjarmasin. Dalam mengoperasikan
jaringan ini, ia dibantu 50 germo.
Untuk menangkap germo terkenal asal Surabaya, Yunita alias Keyko,
Polda Jawa Timur harus bekerja keras. Mereka bahkan sempat menugaskan
tujuh polisi wanita untuk menyamar menjadi pelacur, anak buah Keyko.
Mereka bukan polwan sembarangan. “Mereka ini yang paling cantik
se-Polda Jatim,” ujar seorang penyidik kepada Majalah Tempo pekan lalu.
Dari tujuh polwan yang ditugaskan, hanya satu yang berhasil lolos dan
masuk jaringan Keyko.
Keyko rupanya sangat selektif dalam soal ini. Tak sekadar wajah atawa
bodi molek yang dipertimbangkan Nita, rekomendasi dari germo atau
pelacur lain yang mengenal perempuan itu pun menjadi pertimbangan.
Setelah polisi masuk ke lingkaran Keyko, penyidik lain berusaha
memancing Nita keluar dari sarangnya. Caranya, polisi menelepon dan
berpura-pura memesan teman kencan. Namun, cara ini kandas karena
perempuan itu ternyata memiliki aturan tersendiri untuk memverifikasi
kesahihan calon pelanggannya. “Meskipun jumlah pelanggannya banyak, ia
sangat mengutamakan prinsip kehati-hatian,” kata Hilman.
Polisi juga ”mengepung” rumah Nita di Jalan Dharmahusada Megah Permai
Kavling 29, Surabaya. Polisi berharap bisa menangkap perempuan itu di
sana. Namun, rumah itu selalu kosong. “Setiap hari selalu ada beberapa
polisi bergantian menunggu di sana,” ujar seorang penjaga kompleks rumah
Nita menunjukkan rumah di kavling 29 itu kepada Tempo pekan lalu.
Sebelum terjun ke bisnis esek-esek, Yunita alias Keyko adalah model
laris di Surabaya, Jawa Timur. Profesi model ini dia jalani saat
awal-awal duduk di bangku kuliah di sebuah perguruan tinggi ternama di
Surabaya.
Dunia model ini pula yang membawa Keyko ke gaya hidup glamor. Dia
selalu memakai tas dan baju bermerek serta makan dan minum di hotel
berbintang.
Seiring dengan berjalannya waktu, Keyko pun mulai merintis agensi
modelnya sendiri. Menurut sumber Tempo yang mengaku cukup mengenal
Keyko, perubahan mulai terjadi ketika honor model dan pendapatan
agensinya tak lagi mendukung gaya hidupnya yang jetset. Dia pun memilih
jalan pintas menjadi pelacur. Untuk layanannya yang spesial ini, ia
mematok harga tinggi. “Ia laris karena wajahnya manis,” kata sumber
Tempo ini.
Para modelnya, seperti juga dirinya, ternyata juga tertarik melayani
lelaki hidung belang. Tanpa disangka, bisnis ‘sampingan’ ini ternyata
berkembang pesat. Para model yang memiliki fungsi ganda ini senang
bekerja sama dengan Keyko. Soalnya, harga jasa yang ditawarkan Keyko ke
para klien dianggap masuk akal dan pembagiannya dengan sang model pun
memuaskan.
Lebih dari itu, Keyko bisa menjamin identitas para pelanggannya
selalu tertutup. Kerahasiaan ini yang membuat bisnisnya, ujar seorang
penyelidik kasus ini, jauh mengalahkan bisnis sejenis yang dilakukan
oleh “legenda esek-esek Hartono Ayam” di Jakarta pada 1990-an.
“Hartono dulu jaringannya hanya kuat di Jakarta dan hanya memiliki
beberapa ratus perempuan, sedangkan ini ribuan…,” ujar sumber Tempo
sambil geleng-geleng kepala.
Bisnis esek-esek Keyko sudah amat terkenal di Surabaya. Para lelaki
hidung belang tahu persis bagaimana menghubungi perempuan ini dan
menyewa jasa hiburannya. Rahasia kesuksesan Keyko adalah kemampuannya
menghimpun para perempuan muda dari berbagai profesi untuk menjajakan
diri pada klien-klien terpilih.
Pekan lalu, seorang sumber Tempo menunjukkan puluhan file foto
koleksi milik Keyko. Dari file itu, tampak bahwa Keyko sangat rapi
menyusun daftar ”anak asuh”-nya itu. Setiap file foto diberi nama sesuai
dengan nama si pelacur, lokasi, dan tarifnya. Kebanyakan berasal dari
Surabaya, Bandung, Malang, dan Semarang. Di sana tercantum tarif mulai
Rp 1,5 juta hingga Rp 15 juta. Seorang penyelidik kepada Tempo
menyatakan angka itu juga diakui Keyko saat ia diinterogasi.
Penampilan para perempuan dalam file Keyko itu memang bisa membuat
darah pria berdesir. Wajah mereka tak kalah cantik dibanding artis
sinetron yang kerap muncul di layar televisi. Rambut terawat segar dan
baju yang dikenakan terlihat mewah. Sebagian berpose seperti sengaja
menampilkan dada mereka yang busung.
Seorang penyidik telah mengidentifikasi sebagian foto para pelacur
itu. Usia mereka 19-23 tahun. Kebanyakan masih berstatus mahasiswa dan
karyawan berbagai perusahaan, termasuk bank swasta. Beberapa foto bahkan
menunjukkan si pelacur berada di Hollywood dan sedang berada di
limusin.
Tempo juga menemukan seorang pelacur yang masih mengenakan baju
perawat sebuah rumah sakit di Surabaya. “Jadi, profesi sampingan mereka
itu menjual diri dengan masuk jaringan Nita (Yunita atau Keyko),” kata
sumber Tempo.
Kepada penyidik, Keyko mengaku tak perlu repot merekrut para pelacur
itu. Kebanyakan dari mereka justru menawarkan diri kepada sejumlah germo
untuk mencari uang tambahan demi menutupi gaya hidup mewah mereka.
Beberapa di antaranya ada yang langsung datang kepada Keyko.
Keberhasilan polisi mengungkap bisnis pelacuran kelas tinggi yang
dikelola Keyko kabarnya membuat sejumlah pejabat tinggi di Jawa Timur
panas-dingin. Maklum, pelanggan Keyko selama ini ditengarai sebagian
merupakan para pejabat.
Sejumlah sumber Tempo membenarkan bahwa pelanggan Keyko berasal dari
kalangan atas. Kencan dengan pelacurnya biasa dilakukan di sejumlah
hotel mewah di Surabaya, tempat wisata sekitar Malang, atau Denpasar.
Kencan itu bisa hanya beberapa jam, sehari, atau berhari-hari.
“Pelanggan saya banyak yang pejabat,” kata Keyko kepada wartawan saat
jumpa pers di Polrestabes Surabaya, dua pekan lalu.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur dan Surabaya kini
gonjang-ganjing lantaran Keyko sempat menyebut nama beberapa anggota
Dewan sebagai pelanggannya. Kepada Tempo, seorang polisi bercerita,
Keyko juga menyebut nama seorang pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Timur
sebagai pelanggannya. “Karena itu, beberapa hari setelah Nita (Yunita
alias Keyko) ditangkap, ada pejabat yang merayu penyidik agar kasus ini
dibuat berakhir damai,” ujarnya.
Jumlah pelanggan Nita, sesuai dengan jumlah koleksi pelacurnya,
sangat banyak. Saat ia ditangkap, menurut seorang polisi, puluhan pesan
pendek dan pesan BBM masih masuk ke teleponnya. “Isi pesan itu
menanyakan apakah dia punya barang baru atau tidak,” ujar polisi
tersebut. Polisi pun kini sudah punya daftar siapa saja pelanggan Keyko.
Sebelum ditangkap polisi, Keyko hidup mewah dari penghasilannya
sebagai germo papan atas. Penghasilan Keyko sendiri murni berasal dari
kutipan jasa anak buahnya. Dia memang mengendalikan semua transaksi
sebelum membagi honor untuk perempuan yang bekerja pada jaringannya.
Ketika seorang pelanggan menghubungi Keyko lewat BlackBerry, biasanya
si klien sudah memesan siapa perempuan yang dia inginkan. Keyko lantas
mengontak germonya sesuai dengan kota tempat pemesan berada. Setelah
dipastikan pelacur yang dipesan tersedia, klien diminta mentransfer
sejumlah uang ke rekening Bank Central Asia milik Keyko.
Meski berperan sebagai bos, Keyko ternyata hanya mengambil Rp 500
ribu dari setiap transaksi. Sisanya, dia kirim langsung pada pelacur dan
germo yang mengatur jaringannya di kota itu. “Setelah ada uang, baru
pelacur itu melayani pelanggan,” kata sumber Tempo. Polisi memperkirakan
pendapatan Keyko dari ”bisnis” ini per hari tak kurang dari Rp 25 juta. (http://detektifromantika.wordpress.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar