Meski demikian, pemkot juga tidak ingin
kondisi di lokalisasi Dolly mencekam dan tidak kondusif menjelang
penutupan. Sebab, penutupan tersebut sejatinya bertujuan baik untuk
menyelamatkan anak-anak di sana. Selain itu, membebaskan para pekerja
seks komersial (PSK) dari jeratan utang kepada mucikari.
Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto
mengungkapkan, penutupan tersebut tidak boleh dinilai sebagai hal yang
jelek dan menyengsarakan warga. Hal itu jauh dari tujuan awal penutupan.
”Kami cooling down dulu dan memberikan
waktu kepada mereka yang protes untuk memikirkan tawaran kami,” ungkap
dia, seperti diberitakan Jawa Pos hari ini.
Sejauh ini pemkot berkali-kali
menyelenggarakan aneka pelatihan. Itu semua ditujukan untuk membekali
para mucikari dan PSK yang akan berhenti dan memulai lembaran baru.
Tidak hanya itu, bantuan modal juga akan diberikan bagi mereka yang
benar-benar ingin membuka usaha.
Irvan menyebutkan, meski sedang cooling
down, bukan berarti pihaknya tidak mengawasi lokalisasi tersebut. Mereka
juga tetap mengadakan razia. Hanya, fokus razia itu tidak langsung di
wisma-wisma. Tapi, di pintu masuk dan keluar menuju lokalisasi tersebut.
Cara itu dinilai cukup efektif untuk menyosialisasikan kepada
masyarakat bahwa Dolly segera ditutup. ”Razia masih, tapi di luar,”
tuturnya.
Untuk memantau situasi, dipasang kamera
pengawas di lokalisasi tersebut. Kamera itu bisa mengirimkan gambar
video real time kondisi Dolly.
Sejauh ini satpol PP memang belum
mendapat akses untuk mengawasi dari kamera tersebut. Tapi, mereka bisa
dengan mudah berkoordinasi dengan Polsek Sawahan dan Polrestabes
Surabaya yang juga mem-back up penuh penutupan lokalisasi tersebut.
Sebab, banyak kejahatan yang terjadi bersumber dari kompleks prostitusi
itu. (www.jpnn.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar