Sebagai
penetrasi dan sanksi sosial Rozaq juga mengusulkan agar istilah yang
dipakai dikembalikan pada istilah lama, yaitu wanita tuna susila (WTS),
bukan pekerja seks komersial
JPNN
Prostitusi online yang telah dibongkar oleh aparat kepolisian akan sulit untuk ditumpas, karena belum ada aturan pidananya. Hal itu diungkapkan Sekretaris Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia, Rozaq Asyhari.
“Persoalan yang akan dihadapi oleh aparat
adalah kesulitan untuk menjerat para pelaku prostitusi online ini.
Karena kegiatan pelacuran seperti ini belum diatur dalam hukum kita,
bila kita lihat dalam kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maka tidak
ada satu pasalpun yang mengatur secara khusus,” jelas pegiat advokasi
social tersebut.
Karenanya, Rozaq meyakini polisi akan kesulitan untuk
menjerat AA. Lebih lanjut Rozaq menjelaskan bahwa persoalan prostitusi tidak diatur dalam delik-delik kesusilaan dalam KUHP.
“Bila dilihat pada pasal 281 sampai pasal
303, khususnya pasal 296 dan pasal 506 tidak ditunjukan untuk pelaku
prostitusi. Karenanya mungkin polisi akhirnya melepas AA. Sedangkan
germo dari AA terus diproses oleh polisi bila karena perbuatannya sudah
memenuh unsur-unsur pasal 296″, papar advokat publik di PAHAM Indonesia
tersebut.
Menyikapi hal tersebut, Rozaq mendesak
agar DPR memasukkan persoalan prostitusi dalam RUU KUHP. “Sepertinya DPR
perlu memasukkan prostitusi
ini sebagai bagian dari tindak pidana.
Bayangkan saja, kalo satu germo saja punya 200 an anak buah. Bila
masing-masing sehari bisa menerima 3-5 lelaku hidung belang, bisa sampai
seribu pelanggannya dalam sehari. Itu hanya satu jaringan saja.
Tentunya ini menjadi ancaman moralitas untuk generasi muda kita,
termasuk pada persoalan penularan HIV AIDS,” papar kandidat doktor FH UI
tersebut.
Lebih lanjut, sebagai penetrasi dan sanksi
sosial Rozaq juga mengusulkan agar istilah yang dipakai dikembalikan
pada istilah lama, yaitu wanita tuna susila (WTS), bukan pekerja seks
komersial. Hal ini untuk memberikan sanksi sosial untuk pelaku
prostitusi. (http://www.hidayatullah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar